Ada yang berkata ukuran miskin atau kaya itu relatif, artinya seseorang bisa merasa miskin atau kaya padahal dalam pandangan orang lain belum tentu miskin atau kaya.
Tolok ukur miskin berdasarkan pendapat Margo Yuwono ketua BPS pada 2021 lalu menilai tolok ukur garis kemiskinan berdasarkan nilai pendapatan.
"Jika ada penduduk yang pengeluaran per kapitanya di bawah Rp 472.525 maka dikategorikan miskin. Sebaliknya jika pengeluaran per kapitanya di atas garis kemiskinan maka dikategorikan tidak miskin, ujar Yuwono ketika itu.
Pandangan garis miskin yang dilontarkan Yuwono mungkin konservatif berbeda menurut pandangan kementerian sosial dan masyarakat pada umumnya, menitik berartkan garis kemsikinan tidak berdasarkan faktor pendapatan saja, melainkan faktor lain yang lebih konprehensif.
Menurut Kemensos, miskin adalah orang yang sama sekali tidak mempunyai sumber mata pencaharian dan/atau mempunyai sumber mata pencaharian tetapi tidak mempunyai kemampuan memenuhi kebutuhan dasar yang layak bagi kehidupan dirinya dan/atau keluarganya.
Beberapa kriteria tambahan miskin lainnya adalah tidak mampu membeli pakaian satu kali dalam satu tahun untuk setiap anggota rumah tangga.
Mempunyai kemampuan hanya menyekolahkan anaknya sampai jenjang pendidikan Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama.
Itu adalah kriteria orang miskin yang juga masih menimbulkan banyak keraguan karena garis kemiskinan sesungguhnya adalah jauh lebih parah meskipun jumlahnya lebih sedikit dibanding yang lebih baik di atas kondisi kriteria miskin tersebut.
Pengertian kaya antara lain adalah memiliki banyak harta atau sesuatu yang berharga yang dapat dinikmati atau dimanfaatkan oleh dirinya, keluarganya dan orang yang membutuhkan dari padanya.
Berdasarkan pengertian tersebut makna "berharga" yang melekat dalam pengertian "kaya" di atas juga berbeda dalam masyarakat sehingga kategori kaya pun berbeda pandangan masyarakat.
Sama seperti bagaimana sulitnya menjadi kaya begitu juga memberi pengertian kaya juga sulit karena sangat relatif mirip seperti memisahkan mana yang disebut agak kaya, kaya, pura-pura kaya, sok kaya, kaya, kaya raya alias super kaya atau crazy rich.
Terlepas pada persoalan mengapa jadi miskin atau kaya, fokus artikel ini adalah apakah miskin atau kaya perlu dipamerkan?
Orang yang memperlihatkan kondisi miskin atau apa adanya bukan pamer namanya. Istilah yang lebih baik dari itu adalah tampil sederhana. jadi tidak tepat disebut "pamer susah."
Meski ada yang berusaha tampil sederhana tapi sangat jarang orang memamerkan susah/ miskin, karena berbagai alasan diantaranya tidak enak dikasihani.
Bahkan ketika ada orang berbaik hati memberi informasi tentang kesusahan orang lain melalui gambar atau video masih ada juga beberapa orang sinis, beranggapan minta dikasihani.
Itu sebabnya sebagian orang merasa tak perlu memperlihatkan kesusahan tersebut dengan alasan tidak enak dikasihani. Kesannya minta-mita (meskipun butuh) kecuali ada yang paham atau mengerti memberi bantuan.
Sebaliknya, sebutan pamer sudah melekat pada orang kaya yang memperlihatkan kekayaannya pada orang lain sengaja atau pun tidak.
Ada juga kelompok orang kaya yang merasa tidak merasa enak orang tahu tentang kekayaannya. Bukan kuatir diminta tolong atau bagian atau diperiksa KPK akibat berbeda kenyataan dengan info di LHKPN tetapi karena memang tidak ingin timbul kesan pamer.
Meskipun pamer adalah hak seseorang namun pamer kekayaan bagi sebagian orang kaya lainnya bukanlah hal yang menarik.
Orang kaya seperti ini lebih memilih pada bagaimana kekayaannya dapat bertambah, bermanfaat atau bernilai dan tentu saja dapat memberi manfaat untuk keluarganya atau orang lain yang perlu dibantu.
Dengan demikian ada dua kelompok orang kaya saja yang dipisahkan berdasarkan kriteria suka pamer atau tidak kekayaannya, yaitu :
- Tipe benar-benar kaya
- Tipe sok kaya (pura-pura kaya)
Tipe benar-benar kaya ciri-ciri utamanya adalah sebagai berikut :
- Tidak mau memperlihatkan kekayaannya di medsos atau membahasnya pada orang lain
- Menabung adalah kewajiban, bukan pilihan (jika ada uang sisa belanja bulanan)
- Punya strategi pada setiap pembiayaan dan berhemat dalam pengeluaran
- Punya passive income
Lalu bagaimana jika kenyataannya memang benar-benar ada orang super kaya alias crazy rich memamerkan kekayaannya? Dari konglomerat, pejabat hingga ustad punya mobil mewah, moge kelas wahid uang berlimpah terlihat di mana-mana.
Untuk mereka tipe seperti itu mungkin saja pamer adalah kebutuhan meskipun mood-nya hanya sesaat atau untuk jangka pendek dan sangat sering dilandasakan pada satu atau beberapa tujuan, misalnya sengaja bikin sakit hati lawan atau musuhnya atau sedang pasang strategi apakah untuk konten atau menggaet sesuatu/seseorang atau membentuk citra tertentu.
Ketika tiba saatnya hati nurani berkata dan menegur kalbu sendiri mengingatkan untuk apa pamer kekayaan mungkin di sanalah orang kaya kategori suka pamer itu akan menyadarinya.
Syukuri nikmat dan bahagiakan orang lain adalah cara paling sederhana bagaimana agar orang kaya raya bin crazy rich tidak mudah terjerembab kembali dalam aksi suka pamer.
Dalam agama Islam pamer harta dilarang karena bersifat seperti Qarun. Selain itu diajari juga bagaimana cara-cara mensyukuri nikmat dan tidak lupa diri dalam mencari kekayaan yg tidak perlu dikupas lagi di dalam artikel ini.
Bagi yang masih terkurung dalam kategori kaya tapi tidak banyak uang mari terus berusaha, kreatif dan berdoa. Beberapa tips yang dapat mendamaikan hati adalah sebagai berikut :
- Mensyukuri nikmat
- Belajar terima diri sendiri
- Bina hubungan
- Ramah
- Jadilah diri sendiri
- Kreatif
- Dermawan
Jika suatu saat nanti telah masuk dalam kategori benar-benar kaya jangan sampai lupa diri pernah berada pada titik terendah dalam hidup ini.
Baik rekan pembaca budiman, "Mau kaya, ?"
Tunjuk tangan!
Salam hangat, abanggeutanyo
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H