Setahun setelah diresmikan presiden Jokowi pada 25 Agustus 2020 lalu, bagaimana nasib jalan tol Sibanceh kini?
Saya pun ingin cari tahu. Saya meluncur ke sana dalam perjalanan pulang ke Medan setelah acara wisuda anak saya di Banda Aceh pada 3 Desember 2021.
Siang itu pukul 12.30, awan abu-abu pekat berarak masih bergelayut di atas kota Banda Aceh dan sebagian Aceh Besar setelah diterpa gerimis tak kunjung henti hampir 3 hari terakhir berturut-turut.
Kembali ke Medan saya ingin "menjajal" tol Sibanceh. Saya pun menuju ke gerbang tol berjuluk "Blang Bintang Toll Plaza."
Sejenak saya berhenti beberapa puluh meter sebelum masuk pintu tol untuk mengambil gambar perdana.
"Assalamualaikum Blang Bintang," kata hati saya.
Meski tidak ada jawaban tapi rasa syahdu dan tenang hadir di sana, mungkin itu jawabannya, setidaknya versi perasaan saya.
Dari kaca spion tidak ada kendaraan apapun di belakang saya. Hanya ada sebuah mobil di hadapan saya yang akan masuk gerbang tol. Sementara dari sisi pintu keluar tol tidak terlihat satu pun kendaraan.
Saya baru teringat, ini hari Jumat. Dugaan saya, warga Aceh pada umumnya berada di masjid untuk shalat Jumlat, pantas suasananya sepi dan tenang, tidak ada yang berpergian.
Terlepas benar atau salah dugaan saya faktanya jalan tol itu menghadirkan sensasi tenang dan mungkin juga nyaman.
Mungkin saya terbawa perasaan (baperan) merasa jalan tol 30 km itu seakan-akan milik sendiri hanya membayar 35.000. Bayangkan, hampir 40 menit saya berada di sana nyaris tidak ada satupun kendaraan yang melewati saya dan dihadapan saya.
Pada titik-titik tertentu saya nyaris berhenti untuk mengambil gambar dan menikmati suasana tol yang kabarnya menelan anggaran APBN senilai 12,99 triliun rupiah tersebut.
Baperan atau lebay atau apapun namanya, kesan yang saya dapatkan dari tol Sibanceh sepanjang lebih kurang 30 km tersebut adalah :
Kendaraan menuju Indrapuri dan Jantho sangat minim. Sebaliknya kendaraan dari Jantho hanya belasan saja. Dengan kata lain, intensitas pengguna jalan tol ke dan dari Jantho (pada saat itu) sangat minim.
Di sebuah tikungan di Km 44 terdapat genangan air di tengah ruas sambungan jalan menyebabkan gangguan pada roda depan kanan, seperti ada tarikan ke arah kanan padahal kecepatan hanya 8o km per jam.
Genangan terlihat di banyak titik, tampaknya sistem drainase-nya kurang berfungsi atau tersumbat setelah 16 bulan beroperasi. Jalan betonnya kurang mulus terutama km 54 hingga km 40. Banyak ditemukan semennya terkelupas
Dalam rentang tersebut ada sebuah jembatan, sangat terasa sekali kejutannya sehingga bagian depan kendaraan terangkat.Di pintu keluar tol sebuah mobil tidak bisa melewati portal. Setelah 5 menit berusaha menempel kartunya tidak berhasil Petugas yang ada di sana datang membantu sehingga portalnya terangkat kembali.
Mobil petugas tol kurang jelas terlihat di di km 45 dalam suasana hujan, mungkin karena fasilitas lampu tanda petugas tol masih sederhana
Beberapa hewan terlihat di sana. Biawak melintas di sisi jalan tol tapi tak sempat penulis ambil gambarnya khawatir diserang "komodo mini."
Sementara kambing-kambing piaraan penduduk setempat tampak kebingungan mencari jalan pulang ke rumah majikannya. Penulis tidak berani ambil (selamatkan) khawatir dikenakan pasal pidana pencurian ternak.
Di sisi kiri (menuju ke Jantho) lereng bukitnya sedang tumbuh aneka pepohonan. Jika tumbuh nanti akan membuat sisi tersebut sangat rimbun.
Di sisi kanan sejauh mata memandang terlihat hamparan gunung bukit-bukit plontos diselumuti kabut, hampir mirip di lereng Mount Titlis di Swiss.
Sebuah Rest Area tidak terlihat tanda-tanda kehidupan. Tidak tampak aktifitas sama sekali dari luar sehingga saya urungkan berhenti di sana.
Jalan tol itu aset bernilai tinggi tapi masih sepi pengguna. Menurut penulis pengguna jalan tol masih minim karena :
- Seksi yang tersedia saat ini kurang memberi manfaat secara signifikan
- Pengguna lebih banyak hanya mereka yang khusus ke Jantho atau dari Jantho
- Perbandingan jarak dari sisi terluar kota Banda Aceh ke pintu keluar tol Indra Puri lebih jauh dari tol ketimbang menggunakan jalan negara Medan - Banda Aceh
- Jarak dari sisi terluar kota Banda Aceh di Lambaro ke simpang Jantho- Sielumum lebih dekat daripada masuk tol. kemudian musti ke luar lagi sejauh 8 km ke jalan nasional Medan - Banda Aceh. Jalur keluar dari Jantho ke jalan nasional juga berliku dan banyak berkeliaran hewan ternak.
Berdasarkan pantauan singkat di atas saat ini mungkin saja jalan tol Sibanceh BELUM efektif dan efisien digunakan oleh warga.
Jika nanti seluruh 6 seksi dan 7 pintu keluar masuk telah terhubung saya yakin Sibanceh akan berfungsi sesuai harapan karena pengguna benar-benar akan terpangkas waktu mereka berpergian dari Banda Aceh atau dari Jantho atau dari Indrapuri ke Sigli dan seterusnya, begitu juga sebaliknya.
Diharapkan pengelolaannya nanti benar-benar profesional. Beberapa poin disebutkan di atas sebaiknya dapat diperhatikan oleh manjemen pengelola tol sehingga masyarakat pada akhirnya mengakui bahwa kehadiran tol memang benar efektif dan efisen untuk meningkatkan mobiltias ekonomi warga.
Pada akhirnya bisa saja itu akan memberi inspirasi lahirnya jalan tol lain di kawasan pesisir barat Aceh, menghubungkan Jantho dengan kawasan Aceh Jaya, Aceh Barat dan seterusnya.
abanggeutanyo
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H