Selesai urusan acara keluarga pada 30 September 2021 lalu saya jalan-jalan di kota Lhokseumawe (Lsm). Kota ini telah hampir dua tahun tidak sempat saya kunjungi sejak pandemi mulai merebak Maret 2020 lalu.
Saya "berkeliling" ingin tahu bagaimana suasana dan sikap masyarakat menghadapi pandemi Covid-19 termasuk Vaksinasi, PPKM dan Pembelajaran Tatap Muka di kota yang pernah mendapat julukan "petro dollar" beberapa dekade lalu.
Vaksinasi
Pertama saya memantau situasi lokasi vaksinasi di pelataran parkir Polsek kota Lsm tepatnya di dekat bundaran kantor Pos. Selama beberapa menit berada di depan kantor Pos tidak terlihat oleh saya animo warga berkunjung ke sana.
Mungkin tidak terlihat jelas oleh saya situasi sesungguhnya, tapi 15 menit saya di sana belum terlihat kunjungan yang menggembirakan.
Kemudian saya berkunjung ke lokasi ke dua yakni di pajak inpres di belakang Bank Indonesia. Situasi di sini juga mirip, nyaris sepi.
Kunjungan ke tiga ke lapangan Hiraq, lokasinya depan kantor DPRD kota. Di sini memang juga sepi tapi masih ada pengunjung sepuluh orang ketika saya mendaftar vaksin ke dua di sana.
Prosesnya sangat cepat. Dari mendaftar, menjawab pertanyaan, pemeriksaan tekanan darah dan gula hingga vaksin dan menunggu terbitnya sertifikat hanya butuh waktu 40 menit.
Tenaga Kesehatan (Nakes) juga bersikap ramah dan semangat. Ada nuansa akrab dan tetap profesional, kontras sekali dengan situasi dan kondisi terlihat saya di kota Medan.
Di sini kita bisa bertanya atau meminta vaksin apa. Namun nakes menjelaskan bahwa jika dosis pertama menggunakan vaksin Sinovac maka pada dosisi ke dua juga musti vaksin yang sama, tidak boleh vaksin lain misalnya Moderna, kira-kira begitulah penjelasan nakes pada saya.
Usai divaksin saya mencari tahu apa sebab "tenang-tenang saja" vaksinasi di kota ini. Timbul pertanyaan, mengapa animo warga kota Lhokseumawe rendah menyikapi program vaksinasi.
Razali (nama samaran) memberi penjelasan bahwa warga tidak mau divaksin karena tidak percaya vaksin dapat mengatasi virus corona atau penyakit covid-19.
Di tempat terpisah, Surya (juga nama samaran) lebih dramatis. Selain ragu dengan kemampuan vaksin juga mempertanyakan bahan baku pembuatan vaksin, katanya tidak halal.
Seorang mantan PNS (pensiunan) di sana mengaku tidak mau divaksin karena mempertanyakan ke dua hal di atas.
Mungkin itu salah satu alasan rendahnya animo warga mau divaksin meskipun apa yang terjadi di kota Lsm ini juga terjadi di kota dan kabupaten lain se Aceh, bahkan di sebuah kabupaten kabarnya membuang ratusan vaksin yang kadaluarsa akibat rendahnya peminat.
Dalam kondisi demikian warga kota Lsm yang telah divaksin mencapai 33%. Sedikit saja di bawah kota Langsa, Kabupaten Bener Meriah, Aceh Tengah, namun lebih baik sedikit dari Kabupaten Gayo Luwes, Aceh Barat Daya, Aceh Tenggara dan Aceh Barat Daya.
Menurut sumber Dinkes Prov, pencapaian vaksinasi terbaik di Aceh adalah kota Banda Aceh dengan tingkat pencapaian 70%. Di sisi lain, pencapaian paling rendah ada di Kabupaten Pidie bahkan Aceh Utara baru mencapai 14% hingga 30 September 2021.
Berdasarkan data di atas, rendahnya animo vaksinasi di Lsm juga terjadi di beberapa kota dan kabupaten sebagaimana disebutkan di atas.
Untuk menarik minat vaksinasi beberapa trik telah dilakukan pemda termasuk pembagian sembako di kota Lsm. Sementara itu di Banda Aceh ada vaksinasi berhadiah sepeda motor hingga lemari es bagi yang beruntung, namun kondisinya masih tidak menggembirakan.
PPKM dan PTM
Sabtu 30/9/2021, tampak suasana meriah terlihat di sejumlah sekolah di jalan Samudera, jalan Malikulsaleh dan Kutablang. Situasinya mirip sebelum pandemi. Banyak orang di depan sekolah menunggu anak-anak keluar kelas. Pembelajran Tatap Muka (PTM) telah dimulai di sana.
Tidak terlihat penutupan jalan atau persimpangan ciri khas PPKM selama ini, mungkin tidak jadi diterapkan karena warga protes, mempertanyakan apa manfaat dan tujuan sekat menyekat jalan terkait PPKM.
Sabtu malam, 2 Oktober 2021, saya luangkan waktu ke sebuah cafe. Situasi di dalam cafe sangat ramai, rasanya nyaris "terputus" dengan hingar bingar teror varian baru covid-19.
Pengunjung masih ramai hingga 21.15 ketika saya meninggalkan cafe tersebut.
Dalam situasi demikian, kondisi covid-19 si seluruh Aceh membaik.
Menurut juru bicara satgas Covid-19 pemerintahan Aceh, hampir seluruh kota dan kabupaten Aceh (per 30-9-2021) berada dalam zona kuning (bukan orange apalagi merah) termasuk kabupaten dan kota dengan tingkat implementasi vaksinasinya sangat rendah sebagaimana disebutkan di atas.
Irois, ajaib atau mengagumkan? Apapun persepsinya tapi begitulah faktanya.
Kota Lsm dan kabupaten-kota se Aceh berbeda dalam segala hal dengan tetangganya kota Medan termasuk dalam jumlah penduduknya, namun dalam menyikapi covid-19 tidak salah dibandingkan.
Saya ikut dalam grup WA warga lingkungan tempat saya berdomisili. Di sini saya kadang monitor berbagai informasi. Bapak kepling sering memberi pengumuman akan ada vaksinasi di lingkungannya.
Sambutan warga berlimpah dan antusias, banyak yang mendaftar dan berharap.
Tapi ketika pak kepling mengumumkan 100 nama peserta vaksin di grup banyak yang ngomel.
"Saya sudah 6 kali daftar loooh pak kep..." seorang ibu menjerit di grup WA.
"Sabar ya bu.. nanti juga akan ada giliran.." timpal pak kepling pakai ilmu selamat menyikapi tingginya animo warganya untuk divaksin.
Seorang teman saya di sini mengungkapkan kekesalannya, dari pagi daftar jam 09.00 baru dapat giliran vaksin pukul 16.00.
Terlepas benar atau tidak teman saya utarakan di atas faktanya animo warga kota Medan sangat tinggi. Menurut sumber ini, hingga 30 September 2021 warga Medan yang telah divaksin dosis pertama mencapai 44% dan dosisi ke dua baru 33%.
Meski demikian, secara kualitatif kota Medan menempati urutan ke 6 se Sumatera Utara dalam bidang realisasi warga yang divaksin dibanding target vaksin dosisi pertama.
Mungkin terlalu cepat mengambil kesimpulan, tapi itu juga penting sebelum menutup artikel ini. Rendahnya animo warga divaksin karena 2 alasan yang dikemukakan di atas.
Apa yang dipikir oleh sebagian warga di Aceh (khususnya Lsm) dalam dua pertanyaan di atas mungkin juga dipertanyakan oleh warga lainnya di Medan, Jakarta, Surabaya, Gunung Kidul, Tangerang, Jawa Barat, Sumbar, Kalsel, Sulsel dan lain-lain.
Akan tetapi di mana-mana terlihat animo warga terhadap vaksinasi sangat tinggi. Mereka mau divaksin bukan karena efektif apa tidak, halal atau tidak, pintar atau tidak atau banyak berdoa atau tidak, tapi karena usaha pencegahan secara ilmiah.
Orang-orang dimanapun berada telah berpikir bagaimana tidak terjangkit Covid-19 dengan cara hidup bersih, berdoa dan menjaga kesehatan. Salah satu cara menjaga kesehatan adalah meningkatkan daya tahan tubuh dengan cara divaksin.
Jika manusia telah berusaha namun terjangkit juga mungkin itu disebut berserah diri. Wallahualam bissawwaaaab..
abanggeutanyo
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H