Seragam yang biasanya dipakai putri bungsu saya setiap Jumat dan Sabtu itu telah bergantung di sana sangat lama. Diselimuti plastik (agar tidak berdebu) seragam itu selalu terlihat setiap kali akan masuk ke kamar tidur saya.
Seragam coklat muda dan coklat tua itu satu diantara seragamnya. Setiap "berpapasan" selalu membuat saya tersentuh, kadang bertanya dalam hati kapan anak saya bisa bersekolah kembali.
Perasaan seperti itu muncul berbulan-bulan, sejak pemerintah menerapkan konsep belajar daring (online) sejak Maret 2020 atau 1,5 tahun yang lalu.
Meski saya paham mengapa sekolah diliburkan dalam masa pandemi ini tapi ada rasa kasihan melihatnya selalu berharap bisa bersekolah kembali. Semangat belajarnya tetap menyala-nyala meskipun belajar online dibimbing ibunya setiap saat.
Di sisi lain. pihak sekolah tetap berusaha menciptakan "ikatan batin" dengan siswa-siswinya melalui aneka cara namun mematuhi protokoler kesehatan.
Ada kalanya sekolah meminta anak-anak ke sekolah untuk bayar uang sekolah, mengambil buku, mengambil tugas yang tak bisa diberikan via daring atau sekadar mengambil paket internet.
Terlihat betapa semangatnya anak bungsu saya di kelas 9 (SMP) tersebut ketika akan ke sekolah meski hanya sekejab, langsung pulang ditemani ibunya. Walaupun tidak mengenakan seragam sekolah setidaknya "kunjungan" sekejab itu mengobati rasa rindu pada sekolah sebagian anak-anak yang merindukan Pembelajaran Tatap Muka (PTM) kembali.
Kini pemerintah telah memberi tanda-tanda PTM akan segera dimulai, semangat untuk bersekolah pun mulai tumbuh kembali setelah "jatuh bangun" beberapa kali kecewa tak kunjung terealisir.
Tanda-tanda PTM kembali bakal terealisasi. Di beberapa wilayah yang telah memenuhi syarat dalam level PPKM tertentu telah bersekolah kembali dengan syarat tertentu.
Kondisi itu menimbulkan semangat pada sebagian orang tua, guru, sekolah, anak murid termasuk anak saya.