Mohon tunggu...
Abanggeutanyo
Abanggeutanyo Mohon Tunggu... Wiraswasta - “Besar, ternyata ada yang lebih besar, sangat besar, terbesar, super besar, mega besar dan maha besar.”

Nama : FM Al-Rasyid ---------------------------------------------------------------- Observe and be Observed

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Lain Pesan Akidi Tio Lain lagi Taktik Heriyanti

5 Agustus 2021   13:38 Diperbarui: 17 Agustus 2021   20:13 504
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber gambar : newsth.wiki. diedit dan tambahkan oleh penulis

Pada umumnya terpukau saat melihat atau membaca  berita donasi 2 trilliun rupiah (2 T) yang akan diberikan keluarga Akidi Tio untuk membantu pengentasan Covid-19 di Sumatera Selatan.

Akal pikiran (diantara) kita tak mampu berpikir jernih tertekan oleh rasa kagum yang bergelora. Bahkan sekelas profesor, doktor bergelar komplit master, berpangkat inspektur jenderal seperti Eko Indra Heri (Kapolda Sumatera Selatan) mengabaikan jernih berpikir meskipun ada alasannya.

Hal yang sama terjadi pada profesor Hardi Darmawan sang dokter keluarga Akidi, terlihat bangga berlebihan saat menyampaikan surat penyerahan "bantuan" tersebut pada 26 Juli 2021 lalu.

Bukan mereka saja, hampir tidak ada yang meragukannya ketika itu. Tak ada yang berani bertanya apalagi mengusut latar belakang sumber keuangan dan lainnya saat itu.

Namun kini semua jauh berbeda setelah mulai terungkap sebagai "Donasi Fiktif 2 T." Peristiwia itu kini menjadi trending "Ketawa Nasional" jika tak pantas disebut "prank nasional."

Menjadi bahan tertawaan nasional karena -sekali lagi-membuktikan begitu mudahnya pejabat atau kita terpukau tanpa mengedepankan logika pada isu-isu yang spektakuler. Seharusnya hal itu tidak terjadi jika kita melakukan check and recheck dan seterusnya.

Pada 26 Juli 2021, dengan meyakinkan profesor Hardi Darmawan, dokter 4 dekade keluarga tersebut, membaca surat kuasa di hadapan Kapolda Sumsel dan para hadirin termasuk Gubernur Sumsel, Herman Deru.

Isinya berlatar belakang keprihatinan pada covid-19 dan banyaknya tenaga kesehatan yang meninggal dunia saat berjuang melawan pandemi ini.

Atas dasar itulah anak-anak Akidi teringat pada pesan leluhur mereka yang (pernah) disampaikan oleh orang tuanya ketika masih hidup yakni "jika keturunannya menjadi orang sukses bantulah mereka yang membutuhkan."

Hardi juga mengaitkan istilah dalam agama Islam yakni "aqidah" berarti iman atau keyakinan dibalik nama Akidi. "Yakinilah, bantuan ini dapat memberikan manfaat bagi sesama," ujar Hardi saat membaca surat tersebut.

Hardi menambahkan bantuan itu adalah hasil patungan anak-anak akidi yang bergelut dalam berbagai bidang bisnis.

Bantuan uang itu merupakan hasil patungan dari keenam anak Akidi yang bergelut di berbagai bidang usaha. Mereka berkumpul bersama dan bersepakat menyisihkan penghasilan mereka untuk menangani pandemi di Sumsel. Sumber : dari Kompas.id.

Dari isi pesan yang dibacakan profesor Hari Darmawan dihadapan para hadirin pada 26 Juli lalu intinya adalah :

  • Tidak ada statemen yang mengatakan bantuan itu berasal dari harta kekayaan orang tuanya atau harta warisan atau saham yang tertahan di luar negeri.
  • Bantuan itu adalah bantuan uang yang berasal dari patungan usaha anak-anaknya
  • "Titah" itu merupakan pesan leluhurnya melalui pak Akidi (ketika masih hidup) melalui kekayaan anak-anaknya jika sukses.

Jadi sangat jelas tipuannya ketika Heriyanti berdalih dananya ada di Bank Singapura dan berasal dari harta kekayaan pak Akidi (orang tuanya). Padahal seharusnya adalah dari kekayaan anak-anak pak Akidi yang telah sukses.

Nilai nominal bantuan itu sebesar 2 trilliun. Padahal Heryanti dan keluarganya tidak punya usaha bisnis yang dapat menghaslkan laba di atas triliunan rupiah guna mengeluarkan donasi 2 triliun rupiah.

Kesimpulannya antara lain adalah, Heriyanti menjadikan persoalan yang ditanggung keluarganya menjadi persoalan negara. Kemana deviden "jatah" ayahnya selama belasan tahun disembunyikan oleh para "pemain" di Singapura

Mereka merasa ditipu oleh komisaris dan pemegang saham di perusaahaan pernah disebut orang tuanya dahulu membantu secara keuangan.

Informasi lain, menurut mantan menteri BUMN, Dahlan Iskan, keluarga tersebut telah banyak menghabiskan dana untuk mengurus "harta karun" mereka di Singapura namun tidak membuahkan hasil.

Heriyanti berusaha menggunakan "jalur cepat" memanfaatkan kenalan lamanya Kapolda Sumatera Selatan guna mencapai obsesinya terhadap karun tersebutmelalui "launching" donasi fiktif 2 T yang diluncurkan pada 26 Juli 2021 lalu.

Jelas itu adalah sebuah perencanaan memanfaatkan pejabat publik yang mereka kenal tak perduli nasib apa yang bakal menimpa kenalan lama mereka.

Mereka tak perduli dengan itu karena fakta yang mereka terima (merasa) hidup itu kejam, penuh kepalsuan dan kebohongan seperti terjadi terhadap nasib harta karun mereka di Singapura.

Akidi meninggal dunia pada 2009 di Langsa, Aceh Timur dan dimakamkan di Palembang. Alamrhum meninggalkan 7 orang anak. Johan yang paling sulung telah meninggal dunia tidak lama setelah Akidi meninggal. 

Heriyanti anak bungsu Akidi menetap di Palembang, sementara  lainnya menetap di Jakarta.

Menurut informasi anak-anak Akidi di Jakarta sudah "menyerah" mengurus harta karun tak jelas tersebut, hanya Heriyanti yang masih semangat mengurusnya.

Heryanti dan suami telah diperiksa. Secara kejiwaan keduanya sehat. Jadi mereka bukan orang-orang terpapar halusinasi, tapi orang-orang sehat yang sengaja membuat siasat guna mengungkap "harta karun" mereka di Singapura dengan cara merekayasa donasi 2 T.

Siapa tahu pemerintah Indonesia bisa turun tangan dan membantu maka 2 Trilliun itu bisa jadi kenyataan, kira-kira begitulah "siasat" Heriyanti dan suaminya.

Terlepas dari ada tidaknya pasal hukuman seperti apa terhadap Heriyanti, pesan dari kasus ini adalah jangan mudah terpancing dengan hal-hal bersifat bombastis  atau spektakuler, perlu kedepankan logika meskipun hati sedang berbunga-bunga.

abanggeutanyo

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun