Allan Joseph Bard, profesor Kimia dari universitas Texas AS dikenal sebagai "bapak" modern electrochemistry, menemukan beberapa temuan dalam dunia kimia elektronik diantaranya dalah sistem laser electrogenerated chemiluminescence (ECL) yang membantu komunitas kesehatan seluruh dunia mendeteksi virus dan menganalisis struktur DNA.
Bard perlu penelitian bertahun-tahun dan eksperimen berulang kali hingga pada 1965 memperkenalkan teknis laser ECL yang legendaris dan fenomenal itu.
Di tempat lain, profesor David Baltimore ahli virology dari Insitut Biologi Calofornia menemukan protein reverse transcriptase yang penting terbentuknya reproduksi retrovirus seperti HIV. Baltimore perlu waktu bertahun-tahun pengujian sebelum menyimpulkan temuannya.
Hal yang sama, Charles K. Kao penemu kabel serat optik pada 1980. Dia melakukan ekperimen ratusan kali sejak 1970 baru menemukan kabel yang kini digunakan massif oleh industri komunikasi karena mampu bekerja lebih baik dan efisien.
Bard, Baltimore, Kao dan mungkin Stephen Hawking adalah sekadar contoh ilmuan yang telah mengorbankan waktunya sekian tahun melakukan penelitian sebelum memperkenalkan atau menyimpulkan sesuatu secara ilmiah.
Mungkin berbeda dengan para ahli dan ilmuan World Health Organization (WHO) saat memperkenalkan 11 varian baru virus corona dalam rentang waktu sangat dekat.
Berdasarkan negara pertama sekali ditemukan (variant of concern) ada 4 varian baru, yaitu :
- Varian Alfa, (B.1.1.7). Ditemukan di Inggris pada 21 Januari 2021
- Varian Beta, (B. 1.351). Ditemukan pertama di Afrika Selatan pada Mei 2020
- Varian Gama, (P-1). Ditemukan pertama di di Brazial pada Nopember 2020
- Varian Delta, (B 1.617.2). Ditemukan pertama di India pada Oktober 2020
Belum selesai, masih dari laman yang sama WHO mengingatkan agar waspada terhadap 7 varian lain yang tidak kalah menggelegar namanya dalam istilah Yunani yaitu : Epsilon (B 1.427 - 1.429); Eta (B 1.525); Iota (B 1.526); Kappa (B 1.617.1); Lamda (C 37); Theta (P 3) dan Zeta (P 2).
Kita musti berbaik sangka, pastilah para ahli peneliti dan ilmuan WHO juga telah melakukan penelitian sehingga dapat menyimpulkan temuan mereka seperti disebutkan di atas tapi menimbulkan beberapa tanda tanya, yaitu :
- Mengacu pada temuan SARS-Cov-2 pada -sebut saja Nopember 2019 di Wuhan, China- varian baru di atas ditemukan dalam kisaran rentang waktu 1 hinga 1,5 tahun. Dalam waktu yang singkat mengapa bisa ditemukan varian Covid-19 angat banyak?
- Apakah varian-varian baru tu mampu ditaklukkan dengan vaksin yang telah ada selama ini (Moderna, Pfizer, Astra Zeneca, Sputnik V, CanSino, CoronaVac, Sinovac, NovaVax, Jhonson and Jhonson dan lain-lain).
- India dapat 3 varian, yaitu varian asli (SARS-Cov-2). Varian Delta dan Kappa, sama-sama ditemukan pada Oktober 2020. Waktunya nyaris bersamaan, itu mungkin soal waktu.
- Puluhan juta orang India telah berbondong-bondong ingin divaksin dengan jenis vaksin yang hanya cocok dengan anti virus Corona. Apakah mereka akan divaksin kembali dengan vaksin baru untuk varian baru? Dapat dibayangkan akan betapa paniknya masyarakat India
- Dari 11 varian baru di atas uniknya tidak ada satupun varian baru yang ditemukan di China, apakah ini pertanda dedengkot aslinya bahkan cucu-cucu (varian baru) itu pun tidak ada lagi di China.
Dari semua pertanyaan di atas memberi indikasi bawha para ahli atau ilmuwan WHO yang bekerja dalam penelitian Covid-19 terlalu cepat mengambil kesimpulan.
Dalam waktu 1 hingga 1,5 tahun menyimpulkan ada 11 varian baru padahal 1 varian asli (dedengkotnya) saja belum terpecahkan penanganannya secara massif.
Mungkin para ilmuan WHO sedang dilanda kepanikan, tapi sialnya kepanikan itu membuat efek bola salju kepanikan yang lain dalam bentuk :
- Terciptanya keinginan lock down baru atau apapun namanya di sejumlah negara
- Menciptakan kelesuan ekonomi baru di tengah rasa percaya diri yang telah mulai hadir sejak Maret 2021 lalu
- Menciptakan keraguan masyarakat bahwa program vaksinasi selama ini tidak memberi efek pencegahan penularan covid-19
- Masing-masing negara dapat mengambil peluang menciptakan vaksin baru sesuai karakter varian baru
- Sejumlah produsen yang sedang melakukan tahapan uji klinis telah membuat formulasi bagaimana vaksin mereka mampu melumpuhkan virus corona atau menimbulkan ketahanan tubuh yang mengacu pada jenis virus aslinya virus corona (SARS-Cov-2) bukan untuk melawan jenis varian-varian baru muncul
- Bisa jadi usaha tersebut akan gagal atau rugi karena produksi vaksin mereka tidak dapat digunakan lagi akibat "ketinggalan jaman" didahului oleh mutasi virus baru yang lebih spesifik.
Jika semua indikasi disebutkan di atas TIDAK ada alasannya dapat disimpulkan para ahli WHO tergesa-gesa mempublikasi dan merumuskan varian-varian baru virus Corona.
WHO yang punya prinsip "Credible and Trusted"selama puluhan tahun telah memperlihatkan banyak pencapaian positif dalam bidang kesehatan untuk dunia, pasti tidak bertujuan untuk terjadinya sejumlah dugaan di atas.
Namun demikian dalam perang melawan Covid-19 ini jangan sampai dianggap mempunyai "agenda tersendiri" seperti pernah diduga oleh mantan Presiden AS, Donald Trump.
Trump pernah keras mengkritk WHO pada April 2020 karena dianggap terlalu menguntungkan China dalam menerapkan kebijakan dan mengatasi Ciovid-19. Lebih dari itu Donald Trump menghentikan bantuan AS untuk WHO.
Mungkinkah suatu saat WHO akan memasukkan Indonesia sebagai salah satu negara dengan kategori varian baru selanjutnya, misalnya Omega namanya?
Belum jelas kemungkinannya, yang jelas Indonesia sedang berjuang membebaskan warganya dari cengkeraman "dedengkot" aslinya, virus corona (SARS-Cov-2).
Semoga negara yang kita cintai ini masih kuat bertahan menghadapi badai yang belum juga berlalu.
abanggeutanyo
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H