Mohon tunggu...
Abanggeutanyo
Abanggeutanyo Mohon Tunggu... Wiraswasta - “Besar, ternyata ada yang lebih besar, sangat besar, terbesar, super besar, mega besar dan maha besar.”

Nama : FM Al-Rasyid ---------------------------------------------------------------- Observe and be Observed

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Alutsista Senilai 1.760 Triliun Bukan Tempat KKN di Balik Renstra-3 MEF

4 Juni 2021   13:38 Diperbarui: 4 Juni 2021   13:57 1377
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja/NZ. (ANTARA FOTO/MUHAMMAD ADIMAJA) via Kompas.com. Diedit dan tambahkan oleh Penulis

Ketika kecelakaan menimpa anggota TNI sedang menjalankan tugas banyak orang atau pengamat menyesali peralatan yang dipakai TNI sudah kategori tua. Meskipun sudah di-upgrade tapi kurang performa, secara teknologi sudah ketinggalan jaman. Keselamatan anggota TNI diliputi bayang-bayang bahaya tidak dalam perang.

  • KRI Teluk Jakarta-541 tenggelam di perairan Masalembo pada 14 Juli 2020 lalu berusia 42 tahun.
  • KRI Teluk Peleng-535 tenggelam pada 18/11/2013 saat sandar di Tanjung Priok usianya sudah kategori uzur, 35 tahun.
  • Pesawat Hercules nomor ekor A-1234yang jatauh di Condet pada 5 Oktober 1991. Ketika itu terjadi usia pesawat 33 tahun.
  • Pesawat Hercules nomor ekor A-1310 yang jatuh di Medan pada 30 Juni 2015, berusia 51 tahun.
  • KRI Nanggala-402 tenggelam di laut Bali pada 21 April 2021 lalu. Seluruh kru dan awak 53 orang gugur di laut yang dalam. Ketika itu terjadi usia kapal itu 43 tahun. Meskipun coba direkondisi pada 2012 tapi tak mampu menyembunyikan daya tahannya makin melemah.

Para pengamat menyalahkan TNI mengapa tidak memodernisasi alat perang atau peralatan penunjang pertahanannya. 

Selain itu tak sedikit anggota dewan mengkritik pemerintah mengapa tidak membangun alautsista lebih modern, mengapa memilih beli rekondisi dan lain-lain alasan sejenis itu.

Secara realistis pembangunan militer Indonesia baru dimulai sejak 2010 guna mewujudkan tugas pokok dan fungsi TNI yang tertuang dalam "buku putih" Rencana Strategis (renstra) Minimum Essential Force (MEF) yang dibuat Departemen Pertahanan pada 2007.

Ada 3 tahapan dalam mewujudkan renstra MEF. Tahap 1 (2010 - 2014); Tahap 2 (2015 - 2019) dan Tahap 3 (2020 - 2024). Jadi sesungguhnya tahun ini kita berada dalam Renstra Tahap ke tiga.

Sebuah kajian yang dibuat oleh Pusat Kajian Anggaran Badan Keahlian Sekretariat Jenderal DPR RI 2020 berjudul "Analisa Ringkas Cepat (ARC) Anggaran Pertahanan Indonesia di sini memberi jawaban sejauh apa MEF itu telah terlaksana, yaitu :

  • Pencapaian MEF tahap 2 (2014-2019) masing-masing matra berturut-turut TNI AD 75%, TNI AL 62% dan TNI AU 44%. 
  • Penyediaan anggaran belanja untuk pertahanan TNI BEKUM teralokasi sebesar 1,5% dari GDP, syarat minimal yang diarahkan dalam buku putih MEF
  • Meningkatkan peranan Industri dalam negeri guna meningkatkan riset, uji coba, produksi mandiri berbagai sektor industri pertahanan
  • Meningkatkan kepedulian pada matra TNI AU pada MEF tahap 3 karena rendahnya serapan dana pertahanan pada 2 MEF terakhir

Masih berdasarkan sumber tersebut memberi arahan sejauh apa target yang harus dicapai TNI dalam mewujudkan MEF tahap 3 pada 2024 nanti, seperti terlihat pada gambar berikut ini :

Sumber : ARC Sekjen DPR RI tentang Anggaran Pertahanan Indonesia 2020
Sumber : ARC Sekjen DPR RI tentang Anggaran Pertahanan Indonesia 2020
Ternyata masih banyak "PR" yang harus dilaksankan secara kolektif oleh rakyat Indonesia, DPR RI, Kementerian terkait, Mabes TNI dan tentu saja Pemerintah Republik Indonesia.

Kita ambil 2 contoh saja. Pada matra TNI AD misalnya, sebelum MEF (katanya) ada 67 pesawat terbang. Pada MEF 2 sudah ada 104 unit. Pada MEF 3 harusnya 224 unit. Padahal menurut postur ideal jumlah yang diperlukan adalah 1.224 unit.

Pada Matra TNI AU. Sebelum MEF hanya ada 20 unit penangkis serangan udara. Terkepas dari apa jenisnya disebutkan pada MEF 3 harusnya sudah ada 64 unit baterai penangkis serangan udara dari 96 unit baterai yang dibutuhkan dalam postur MEF.

Guna memenuhi renstra MEF 1 dan 2 selama ini pemerintah memang telah menyikapi dengan sangat dilematis, satu sisi berusaha menyokong strategi MEF tapi seadanya dengan alokasi anggaran tidak sampai 1% dari GDP karena berbagai pertimbangan, diantaranya proyek skala prioritas.

Data yang disajikan oleh oleh Macrotrends.net dari 2010 - 2019 memperlihatkan alokasi belanja memperkuat pertahanan militer Indonesia dalam periode tersebut tidak mencapai 1% dari GDP, kecuali pada jaman Orde Baru pernah mencapai 3% dari GDP pada 1975 ketika Indonesia menjadi "macan" milter di Asia.

Screenshot dari Macrotrend.net. Dok.penulis
Screenshot dari Macrotrend.net. Dok.penulis
Untuk Renstra ke 3 ini tampaknya Kemnhan akan "ngebut" mewujudkan ambisi tersebut jika tak pantas lagi disebut strategi. 

Menurut catatan yang diperoleh Indodefence.com, anggaran belanja militer Indonesia pada 2020 sebesar 14,3 milliar dollar AS atau setara dengan 180 triliun rupiah (meskipun seumber lain menyebutkan 120 triliun). Tampaknya besar sekali.

Jika itu terealisir ternyata BELUM ada apa-apanya dibandingkan dengan rencana ambisius Kementerian Pertahanan yang akan mewujudkan Renstra tahap 3 (hingga 2024) dengan anggaran sebesar 1.760 triliun setara dengan 122 miliar dollar AS dalam 3 tahun mendatang. 

Secara numerik angka itu terdiri dari 12 buah nol di belakang angka 1.760. Nilainya melebihi 1,7 kuadra triliun, banyak sekali. Jika dirata-ratakan setiap tahun butuh 40 miliar dollar atau 587 triliun rupiah

Terkait APBN angka tersebut melebih dari setengah angka APBN nasional 2020, itu berarti pemerintah tidak sampai mengorbankan anggaran untuk kementerian lainnya guna membantu mewujudkan cita-cita yang tertuang dalam buku putih MEF.

Tetapi rencana memordenisasi pertahanan negara juga sesuatu yang penting mengingat hampir 70% alutsista TNI masuk kategori sudah tua sebagaimana disebutkan anggota komisi 1 DPR RI dari Fraksi PDIP, Mayjen (pur) TB.Hasanuddin beberapa waktu lalu.

Upaya modernisasi pertahanan sebesar 1,7 kuadra triliun hingga 2024  kini hangat disorot sejumlah pengamat karena didalamya (diduga) condong pada program ambisisus yang berlindung di balik mewujudkan postur MEF.

Dugaan itu tidak sepenuhnya keliru sebab secara teoritis angkanya besar sekali, melebihi setengah APBN 2020, sulit dapat diwujudkan ditengah berbagai tantangan skala prioritas dihadapi negara ini. 

Namun demikian pertanyaan Connie "mau beli apa dengan anggaran sebesar itu" tentu saja bisa melihat pada daftar pembelian alutsista skala prioritas.

Screenshot tabel rincian target MEF disebutkan di atas dapat memberi jawaban, dana sebesar itu hanya bisa memenuhi renstra tahap 3 saja, tak cukup untuk memenuhi postur MEF secara utuh.

"Lebih ironis lagi para punggawa Asrena (Asisten Perencanaan dan Anggaran) setiap matra tidak tahu menahu soal ini," kata pengamat militer Connie Rakahundini Bakrie pada media. Sumber : Tempo 29 Mei 2021.

Selain itu aroma kolusi dalam mega proyek ini mulai tercium dengan hadirnya konsorsium dan perusahaan dadakan yang akan menjembatani terwujudnya pembelian alutsista, jasa perawatan, suku cadang dan hadirnya industri (katanya) alih teknologi di berbagai bidang. 

Pengalaman sebelumnya dalam pembelian alutsista dipenuhi trik dan intrik rumit dari pembicaraan, penyusunan rencana, anggaran, calon penjual, calon penyedia suku cadang dan perawatan.

Belum lagi dipenuhi penterjemah seperti Altantunya bernasib malang di Malaysia bergerombol bersama agen, makelar, perantara, konsorsium hingga "salesman" kelas super wahid dari sejumlah perusahaan di dalam dan luar negeri bikin sebuah harga jadi kacau.

Beberapa kasus muncul ke permukaan meskipun akhirnya tidak dapat dibuktikan kelanjutannya, misalnya seperti kasus suap  sebesar 16,5 juta dollar dalam pembelian Tank Scorpion pada 2004 masih meninggalkan trauma.

Hal senada pernah ditulis Kompas.com dugaan terjadi markup sebesar 224 miliar dalam pengadaan Heli AW-101 (AgustaWesland -101) pada Mei 2017. juga ikut mempengaruhi kekuatiran tersebut.

Tidak penting menjadi Macan Asia, tak perlu jumawa dinobatkan sebagai pemegang ranking terbaik dalam urutan Global Fire Power. 

Terpenting adalah renstra MEF dapat terealisir sebaik mungkin tapi musti bisa menciptakan industri pertahanan sendiri, tidak ada KKN dalam pengadaan akutsista. Para anggota TNI dapat menjalankan tugas bela dan kawal negara dengan nyaman, tenang dan meyakinkan.

abanggeutanyo

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun