Mohon tunggu...
Abanggeutanyo
Abanggeutanyo Mohon Tunggu... Wiraswasta - “Besar, ternyata ada yang lebih besar, sangat besar, terbesar, super besar, mega besar dan maha besar.”

Nama : FM Al-Rasyid ---------------------------------------------------------------- Observe and be Observed

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Sanggupkah AS Ungkap Bagaimana Virus Corona "kabur"dari Wuhan, China?

28 Mei 2021   22:06 Diperbarui: 29 Mei 2021   09:13 331
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Setahun setengah sudah pandemi Covid-19 merambah seluruh benua. Rasanya hampir tidak ada tempat yang aman di bumi ini dari serangan virus Corona. 

Amerika Serikat  (AS) belum percaya pada fakta buruk yang telah menimpa mereka. Dari sejak awal pandemi hingga kini masih tercatat sebagai kasus negara dengan penderita Covid-19 terbanyak di planet ini sejak pertama sekali ditemukan di kota Wuhan, China Desember 2019 lalu. 

Untuk semua dampak buruk itu AS menuduh China sebagai negara sumber virus corona dan lokasi kebocoran di laboratorium Wuhan Institute Virology (WIV) adalah akar masalahnya.

Dunia khususnya barat berbondong-bondong menekan China atas peristiwa tersebut. Dari media, lembaga kesehatan, ahli dan ilmuan terkait hingga pejabat pemerintah intensif menyudutkan posisi China.

Di sisi lain, dengan segenap kekuatan dimilikinya China juga bereaksi, berbondong-bondong menolak tuduhan tersebut. Media berita dan media sosial menolak tuduhan tersebut dan menyebutnya sebagai bagian teori konspirasi anti-China.

Para ahli dan ilmuan China kompak menolak tuduhan tersebut sekaligus memberi alasan-alasan secara ilmiah bahwa tidak ada bukti virus tersebut lolos dari laboratorium Wuhan.

Pemerintah China yang sedari awal dianggap mempersulit tim penyelidik terjun ke Wuhan seperti memperolok AS bahwa negeri paman Sam tersebut lebih condong pada sinophobia.

Waktupun terus bergulir, China berhasil menciptakan sejumlah vaksi anti-virus corona dan akhirnya memenangkan persaingan vaksin dunia dengan mengirimkan ratusan juta dosis vaksin ke puluhan negara termasuk Indonesia. 

Sementara itu vaksin produk Eropa dan AS tampaknya jalan di tempat bahkan dihantui kurang efektifitasnya. Vaksin Astra Zeneca (AZ) yang digadang-gadang bakal menjadi vaksin "semilliar ummat" dunia karena harganya yang murah dan efektifitas yang tinggi tak habis dirundung masalah.

China memproduksi obatan, Alat Pelindung Diri, senyawa proteksi lingkungan dan permukaan, layanan belanja online dan peralatan kesehatan yang berlimpah ruah. 

Tak jelas berapa besar pertumbuhan ekonomi China tetapi yang paling jelas adalah berhasil menambah deretan orang kaya di China dan menekan jumlah orang miskin menjadi lebih sedikit.

Terasa lebih membingungkan dunia karena jumlah orang terpapar covid-19 di China sangat sedikit.  Meskipun tidak diharapkan jumlah kematian akibat covid-19 hanya 4.636 orang saja, sedikit di atas korban jiwa di Irlandia (4.941) atau hampir setara dengan Armenia (4.416), Slovakia (4.366), tak jauh beda dengan Ethiopia (4.127) per hari ini (28/5/2021). 

AS dan aliansi "The Five Eyes Intelligence" kembali berusaha mengoprek-oprek kecurigaan tentang China. Hasilnya menemukan fakta baru meskipun tidak dapat dirinci lebih akurat kapan terjadi dan berapa jumlahnya. 

Fakta itu adalah telah terjadi "insiden" pada Nopember 2019 di salah satu laboratorium di  Wuhan yaitu WIV sebulan sebelum pemerintah China mengumumkan adanya penyakit dengan ciri-ciri aneh yang kita sebut sekarang ciri-ciri terinfeksi Covid-19 terpapar pada sejumlah pekerja laboratorium.

Pada Juni 2020 Yan Li-Meng seorang ahli virolog asal Hong Kong yang melarikan diri ke AS mengatakan kepada intelijen bahwa ia tahu persis pemerintah China telah berbohong tentang asal muasal virus corona karena sebulan sebelum pemerintah China melaporkan temuan penyakit itu telah ada 40 orang terkena penyakit tersebut.

Sebuah laporan intelijen "Five Eyes" (sejak 1955) terdiri dari Australia, Amerika Serikat, Kanada, Selandia Baru dan Inggris mengklaim telah memperoleh informasi akurat tentang asal-muasal virus Corona di China.

Dalam laporan setebal 15 halaman yang ringkasannya dimuat di media Australian Daily Telegraph pada edisi 4 Mei 2020 lalu memberi kesimpulan sangat menyudutkan pemerintah China.

"China dengan sengaja menyembunyikan atau menghancurkan bukti wabah virus corona, menyebabkan hilangnya nyawa manusia disekitarnya," tulis pernyataan terebut sebagaimana dilansir dari sumber di atas.

AS dan barat kini lebih bersemangat mongprek-oprek skandal kebocoran virus Corona dari Wuhan meskipun Peter Ben Embarek (ahli virolog WHO) pada 9 Februari 2021 lalu memberi kesimpulan tidak ada bukti kebocoran di laboratorium  Wuhan.

Salah satu negara paling mendukung AS dalam menekan China terkait skandal asal muasal virus corona adalah Australia yang sedang "berjuang" menjadi penguasa Samudera Pasifik selatan tempat dimana hampir 10 juta orang berada.

Terdiri dari 14 pulau dan terebar pada sejumlah negara dan koloni dari Papua Nugini sampai ke Federasi Micronesia di bagian utara dan Cook Island di bagian timur Samudera Pasifik, mereka tidak saja membutuhkan uang, kebutuhan pokok tapi juga pembangunan jalan, jembatan, fasilitas publik dan lain-lain. 

Tentu saja itu adalah daftar investasi sangat menarik pada 10 juta populasi atau hampir menyamai total seluruh penduduk Swedia sehingga terlalu naif bagi Australia jika "didahului" China yang berada nun jauh ribuan mil di sana dalam perlombaan menguasai samudera Pasifik selatan.

Jika terbukti lalai, menghalangi dan menghancurkan bukti tentang asal muasal dan kebocoran virus corona bisa jadi AS menjatuhkan sanksi pada China dalam bentuk : Sanksi Ekonomi; Perang Dagang; Pembusukan via media; Mendukung pro Demokrasi; Memunculkan pelanggaran HAM pada muslim Uyghur; Pemerintahan Komunis korup; dan  Merealisasikan ambisi Australia di Samudera Pasifik serta mungkin menaikkan ketegangan militer di selat Taiwan atau cara lainnya.

Jika hal itu terjadi pada sebuah negara tidak setangguh China mungkin sudah terkena sanksi dari embargo militer, rusaknya ekonomi, terganggunya ketahanan keamanan dalam negeri hingga dipaksa bayar kompensasi pada dunia dengan cara berutang.

Meski demikian diharapkan juga agar pemerintah China bertindak profesional dan kooperatif dalam mengungkap asal muasal lolosnya "madame Corona" mungkin dengan barter solusi politik bukan mengancam dengan perang, perang dan perang.

Kata pepatah, kalah jadi debu dan pemenangnya jadi arang. Konco-konco yang katanya cuma bantu logistik mungkin juga terkena serangan, lalu terpapar jenis penyakit baru, akibat terhirup debu atau arang sisa perang.

abanggeutanyo

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun