Hingga pertengahan puasa Ramadhan arus mudik masih lancar karena memang masih diizinkan. Tapi sejak 6 Mei 2021 seiring mendekatnya lebaran semakin banyak berita melaporkan modus-modus "perjuangan" pemudik menerobos pos penyekatan karena izin mudik telah dicabut hingga batas waktu tertentu.
Pada hari pertama larangan mudik berlaku pemudik yang memaksa diri berhasil di kendalikan oleh petugas. Mereka dihalau, putar balik dan terpaksa peras otak cari strategi dari "jalan gajah" sampai "jalan tikus."
Namun sejak hari ke 2 larangan mudik berlaku sampai saat ini (hari ke 5) petugas penyekatan tampak mulai gugup menahan tekanan arus mudik dan tentu saja menyebabkan pemudik lolos pada titik tertentu dan setelah itu mungkin juga lolos pada titik berikutnya jika arus pemudik semakin banyak pada titik yang lain.
Di Kerawang, ribuan pemotor melawan arus jalan, lalu terobos penyekatan pada 8/5/2021 dinihari. Petugas gabungan di sana bukan kalah jumlah tapi karena tak berkutik menahan tekanan.
Sangat mustahil pada satu titik penyekatan di sana musti tersedia dalam jumlah petugas berlimpah apalagi sebanding dengan pemudik. Berapa juta petugas yang harus disiapkan untuk seluruh sekat di seluruh tanah air jika mengacu pada teori " petugas kalah jumlah," meskipun jumlah petugas memang perlu ditingkatkan.
Pada malam yang sama di titik penyekatan Cikarang, kota Bekasi ribuan pemotor menggeber-geber gas secara massif dan berteriak minta barier jalan dipindahkan. Sekali lagi, petugas di sana bukan kalah jumlah, tapi tak mampu menghadapi tekanan air bah pemudik.
Di Aceh, seorang mantan pengurus FPI Aceh, Wahidin mengupload video menyerukan "lawan" penyekatan. "Temui ibumu, ayahmu dan minta keampunan pada Allah SWT....." ujar pria yang kini jadi tersangka ujaran kebencian di Polda Aceh.
Di Tasikmalaya hingga 10/5/2021 tadi malam ribuan pemotor berkali-kali berusaha menerobos pos Gentong namun tidak berhasil.
Tanpa bermaksud meremehkan kekuatan petugas rasa-rasanya bisa kemawalahan menahan gempuran pemudik dalam bentuk tekanan baik secara fisik dan mental.
Secara fisik para petugas tidak berhadapan dengan musuh negara tetapi rakyatnya sendiri yang tidak paham aturan dan tak mau terima anjuran dengan negara dengan alasan macam-macam.
Secara psikologis para petugas juga manusia yamg punya rasa kasihan, iba, toleran, pengecualian, lelah dan mungkin kadang tak kuasa melihat orang-orang berpeluh keringat belindung di balik terpal truk demi bisa lolos di satu titik sekat tapi belum tentu lolos di sekat (pos) lain.