Vaksin Nusantara yang digagas mantan Menteri Kesehatan, Terawan Agus Putranto coba meramaikan "blantika vaksin" Indonesia. Sayangnya masih berkutat pada tahap yang tidak menggembirakan, sementara vaksin lain telah siap pakai merambah ke seluruh pelosok desa setanah air.
Digagas Terawan beserta tim ahli dalam dan luar negerinya Vaksin Nusantara adalah vaksin unik karena berbasis sel dendritik (dendritic cell) dan pastinya untuk outoimun. Belum bisa dipastikan apakah dapat digunakan untuk seluruh masyarakat.
Gambaran berbasis dendritik adalah seseorang yang diambil sampel darahnya untuk diberikan antigen berupa virus yang sudah dilemahkan. Setelah diolah beberapa hari kemudian disuntikkan kembali ke orang tersebut.
Keunikan lain vaksin ini mengarah kepada penderita Komorbid yaitu orang yang terinfeksi covid-19 karena juga menderita penyakit (bawaan) lainnya.
Karena bersifat unik dan personal vaksin ini secara teoritis bernilai ekonomis tinggi dan eksklusif. Bisa jadi perusahaan yang memproduksi dan memasarkan atau melayani vaksin ini akan menangguk pemasukan berlimpah ruah nantinya.
Tetapi sebelum sampai ke sana Vaksin Nusantara terlilit persoalan serius pada hasil uji klinis perdananya setelah Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) banyak menemukan informasi sangat menyita pertanyaan mendalam.
Pada 16 Februari 2021 atau 2 bulan setelah Terawan tidak lagi menjabat sebagai Menkes, sejumlah anggota DPR Komisi IX memenuhi undangan untuk mendengarkan pemaparan hasil uji klinik tahap I vaksin Nusantara di RSPU Dr Kariadi, Semarang.
Wakil ketua komisi IX Emanuel Melkiades dalam pertemuan itu antusias sekali seraya berkata anggota komisi IX nantinya bersedia jadi relawan pada uji klinis tahap 2.
BPOM telah menerima salinan uji klinis tahap satu tesebut dan telah memberikan review kepada tim ahli Vaksin Nusantara dan tembusannya juga dikirimkan kepada Kemenkes yang menimbulkan polemik sangat hangat saat ini.
DPR RI menggagas pertemuan antara keduanya. Dalam rapat kerjasama yang digelar oleh komisi IX DPR RI dengan tim ahli Vaksin Nusantara (Vanus) dan BPOM pada 10 Maret 2021 lalu ternyata semakin banyak hal yang membuat BPOM ragu.
Tim ahli Vanus dipimpin Terawan menyajikan data berbeda dengan salinan yang pernah diberikan kepada BPOM sebelumnya dan beberapa pertanyaan tidak dapat dijawab oleh tim ahli dalam negeri.