Sejak pertama muncul vaksin anti-corona atau Covid-19 pada 21 Desember 2020 lalu beberapa negara berlomba-lomba ingin memperoleh vaksin dengan cara apapun. Animo ingin memperoleh vaksin sangat membara seakan tak mau tertinggal mendapat jatah vaksin yang diproduksi sejumlah negara produsen vaksin.
Israel adalah negara pertama di dunia melakukan vaksinasi pada 22 Desember 2020 dimana 0,8% dari total target penduduk divaksin. Hal yang sama diikuti Rusia melaksanakan vaksin pada tanggal yang sama sebanyak 0,04% dari total targetnya.
Apakah ketika itu dua negara itu sedang melakukan percobaan pada sejumlah orang dengan vaksin tertentu, tidak jelas.
Namun berdasarkan chart yang disedikan oleh Our World in Data dari 15 Desember 2020 hingga 12 April 2021 memperlihatkan angka-angka menarik dikaji.
Mengacu pada data yang disediakan sumber tersebut saat itu adalah hari pencanangan vaksinasi nasional dimana Presiden Joko Widodo adalah orang pertama yang mendapat vaksi di Indonesia.
Jumlah orang Indonesia yang mendapat vaksin pada 22 Januari 2021 sebanyak 0,05% dari target populasi penerima 1 dosis vaksin.
Tetapi menurut informasi Satgas Covid-19 yang dikutip dari sumber ini jumlah penerima vaksin di Indonesia baru mencapai 10.373.963 orang pada 13 April 2021, dengan catatan sebanyak 5,5 juta orang telah memperoleh vaksinasi kedua.
Tampaknya angka-angka yang disebutkan oleh tiga sumber di atas hampir mirip meskipun ada perbedaan yang tidak signifikan.
Terlepas dari berapa angka yang sebenarnya telah divaksin di Indonesia per 12 April 2020, faktanya adalah tingkat atau gerakan pelaksanaan vaksinasi belum betul-betul terlaksana sesuai harapan.
Dimana letak kendalanya?
Rendahnya animo vaksinasi bukan satu-satunya dihadapi Indonesia. Berdasarkan informasi yang disajikan our world data per 12 April 2021, ternyata sejumlah negara sedang dibayang-bayangi persoalan tidak jelas mengapa animo vaksinasi seperti mangkrak, tidak segemuruh di awal 2021 ketika banyak kepala negara berlomba ingin memperoleh vaksin untuk bangsa dan negaranya.
Menurut catatan pada sejumlah negara yang penulis secara acak berikut terlihat tingkat pelaksanaan vaksinasi dibandingkan target vaksin penduduk umumnya sangat rendah:
- Israel terlaksana 61%
- Inggris 47%
- AS 35%
- Singapore 20%
- Perancis 16%
- Jerman 15,8%
- Italia 15,2%
- Turki 13%
- Brazil 9,7%
- Hong Kong 7,7%
- India 6,64%
- Kamboja 6%
- Rusia 5,96%
- Indonesia 3,66% per 12 April 2021
- Malaysia 1,8%
- Philipina 0,92%
- Thailand 0,7%
Urutan angka di atas bukan perangkingan tetapi nomor urutan berdasarkan pilihan penulis ambil secara acak,.
Terlihat Israel mendominasi program vaksinasi. Sebanyak 61% penduduknya telah dapat vaksinasi, diikuti Inggris 47%, AS 35%. Urutan lainnya, Indonesia sebesar 3,7% dan Thailand masih di bawah 1%.
Mengherankan sekali adalah sejumlah negara Eropa yang justru mengalami pandemi dahsyat seperti Perancis, Jerman dan Italia hampir tidak bersemangat melaksanakan vaksinasi setidaknya sampai dengan saat artikel ini dibuat. Padahal jumlah korban jiwa di ke tiga negara tersebut sangat banyak.
Bagaimana Israel, AS dan Inggris menjadi terdepan?
Perdana Menteri Benjamin Netanyahu telah menjadi orang pertama Israel mendapat vaksinasi pada 19 Desember 2020 dan telah mendapat vaksinasi ke dua pada 10 Januari 2021.
Pada saat vaksinasi pertama "Bibi" berkata, "We brought them to everyone: Jews and Arabs, religious and secular" lebih kurang "kami memberikan pada semua orang, Yahudi dan Arab, beragama maupun sekuler."
Terlepas dari komposisi seperti apa pembagian vaksinasi di Israel diberikan kepada orang Yahudi, Arab dan minoritas lainnya faktanya adalah Israel konsiten dengan program vaksinasi dengan segudang alasan.
Bagaimana dengan Inggris? Tidak ada informasi jelas tentang komposisi seperti seperti apa vaksinasi itu diberikan kepada kulit putih, asia selatan, kulit hitam, ras campuran, Tionghoa dan lain-lain.
Hal yang sama tidak ada data memperlihatkan komposisi pemberian vaksinasi di AS kepada kulit putih, kulit hitam, afrika-amerika, asia-amerika, hawai, indian dan sebagainya. Tetapi faktanya AS telah memperlihatkan program vaksinasi sesuai dengan animonya setidaknya lebih baik dari negara lain di bawahnya.
Kini situasinya makin bingung ketika sejumlah kepala negara tidak memperlihatkan semangat vaksinasi.
Xi jinping, Presiden China, bahkan tidak diketahui sudah divaksin apa belum. Jika sudah divaksin tidak diketahui pakai vaksin apa?
Vladimir Putin, Presiden Rusia, tidak tahu apakah sudah divaksin?
Jail Bolsonaro, Presiden Brazil tolak divaksin. Angela Merkel, Kanselir Jerman alasan usia juga tolak divaskin.
Emanuel Macron Presiden Perancis meskipun pernah positif Covid-19 tapi ragu-ragu divaksin, tak jelas sudah divaksin atau belum.
PM Italia dan pemimpin sejumlah negara Eropa barat dan timur hampir sama sekali tidak tertarik berbicara tentang vaksin Ciovid-19 saat ini, kontras sekali seperti di awal vaksin dalam fase uji coba klinis.
Presiden Filipina bahkan lebih dramatis lagi. Pada 12/4/2021 Rodrigo Duterte (74) berkata "Saya tidak akan mengambilnya (vaksin), Siapa pun yang ingin (divaksin) saya persilahkan," ujar seraya menegaskan yang perlu divaksin adalah kelompok usia yang muda dan produktif. Padahal pada Agustus 2020 lalu dengan berapi-api dia mengatakan siap menjadi "kelenci percobaan" untuk vaksin buatan Rusia.
Apakah para pemimpin negara berpikiran melemah seperti itu dilatar belakangi oleh alasan berikut ini :
- Muncul varian baru Covid-19
- Vaksinasi tidak menjamin kebal terhadap virus corona
- Penderita yang sudah sembuh dapat tertular kembali
- Keraguan terhadap jenis vaksin yang mereka pilih
- Persedian vaksin terbatas
- Indikasi teori konspirasi dibalik vaksin covid-19
- Kelompok anti vaksin muncul di sejumlah negara maju. (Apakah mereka orang yang putus asa atau orang "bodoh" di negara maju?)
Tak tahulah mana yang benar. Intinya data-data di atas memperlihatkan sejumlah negara (maju sekalipun) seperti ogah melaksanakan program vaksinasi di negara masing-masing. Padahal awalnya berapi-api berlomba mendapatkan sebuah cairan dalam botol dosis mahal harganya yang disebut "vaksin covid-19" tapi ujung-ujungnya loyo seperti tanaman, layu sebelum berkembang.
Semoga program vaksinasi kita tidak tersendat seperti mereka (negara lain) pikirkan.
abanggeutanyo
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H