Mohon tunggu...
Abanggeutanyo
Abanggeutanyo Mohon Tunggu... Wiraswasta - “Besar, ternyata ada yang lebih besar, sangat besar, terbesar, super besar, mega besar dan maha besar.”

Nama : FM Al-Rasyid ---------------------------------------------------------------- Observe and be Observed

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Artikel Utama

Tri Rismaharini Bukan Pesulap, dari Zaman Reformasi hingga Juliari Kemensos Bertahan di Zona Nyaman

23 Desember 2020   06:49 Diperbarui: 18 Januari 2021   13:06 1345
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pasca reformasi (1998) hingga saat ini banyak terjadi kasus menteri terlibat korupsi pada kementerian yang mereka bidangi masing-masing. Sejak jaman pemerintahan presiden Gus Dur hingga kepemimpinan presiden Joko Widodo (Jokowi) tak kurang 11 orang menteri tertangkap akibat korupsi.

Jika dirata-ratakan selama 22 tahun terakhir (pasca reformasi) dibandingkan dengan 11 orang menteri yang terlibat korupsi artinya setiap 2 tahun terdapat 1 orang menteri yang tertangkap korupsi (terlepas dari yang lolos dari tangkapan KPK).

Dari daftar 11 orang menteri yang tertangkap (ketahuan) korupsi paling banyak kontribusinya dari Kementerian Sosial. Mereka adalah :

  • Bachtiar Chamsyah. Mensos, Kabinet Indonesia Bersatu jilid 1 pada masa pemerintahan Megawati dan periode pertama Soesilo Bambang Yudhoyono (SBY). Dia adalah Mensos ke 26 dalam sejarah Kementerian Sosial RI
  • Idrus Marham. Mensos, Kabinet Indonesia Kerja pada masa pemerintahan Jokowi periode pertama. Dia adalah Mensos ke 29 dalam sejarah Kementerian Sosial RI
  • Juliari P. Batubara. Mensos, Kabinet Indonesia Maju pada masa pemerintahan periode ke dua Jokowi. Dia adalah Mensos ke 31 dalam sejarah Kementerian Sosial RI

Potensi banyak dan rentannya korupsi di Kemensos bukan rahasia lagi. Jauh-jauh hari 2 dekade lalu, Gus Dur pernah mengingatkan bahwa Kementerian satu ini telah dikuasai tikus-tikus koruptor sehingga mengusulkan agar kementerian ini dibubarkan saja.

Dalam sebuah acara wawancara "Kick Andy" ketika itu Gus Dur ditanya mengapa harus membubarkan Kemensos. Pembubaran itu diumpamakan Andi Noya seperti membakar lumbung padi untuk membunuh tikus. Gus Dur beralasan "karena lumbungnya sudah dikuasai tikus-tikus," ujarnya menjawab pertanyaan Andy F. Noya.

Faktanya sampai kini Kemensos tidak pernah dibubarkan. Kemensos terus bergelinding dari pertama kali terbentuk pada 19 Agustus 1945 dipimpin oleh Mr. Iwa Kusumasumantri hingga kini (baru saja ditunjuk) dipimpin oleh Tri Rismaharini sebagai Mensos ke 32 pada usia Kemensos ke 75 tahun.

Penunjukan Risma (mantan walikota Surabaya) telah diprediksi dari awal oleh berbagai pengamat dalam sepekan terakhir.

Mampukah Risma membawa perubahan angin segar etos kerja di Kemensos seperti melakukan perubahan positif dalam menata dan memimpin kota Surabaya? Tentu saja waktu jugalah yang akan membuktikannya.

Tapi ekadar prediksi dan mengingat model kepemimpinannya yang menggelegak-gelegak dan cepat tampaknya itu akan jadi persoalan besar suatu saat nanti di Kemensos karena kultur budaya atau etos kerja di sana telah larut dalam zona nyaman dari masa ke masa khsusunya pasca Reformasi hingga jaman Juliari.

Zona nyaman yang telah terbentuk di sana sesungguhnya hampir sama dengan zona nyaman yang terjadi di sejumlah kementerian dan BUMN, akan tetapi zona nyaman di Kemensos ini lebih vulgar dan telah diekspresikan oleh Gus Dur mantan Presiden RI ke 3 sebagaimana disebutkan di atas.

Penyebabnya karena Kemensos membuat mekanisme klasik yang telah turun temurun dari masa ke masa yang penulis sebut sebagai "zona nyaman" dalam pengadaan proyeknya.

Adnan Topan Husodo salah seorang koordinator ICW (mungkin) menilai senada dengan pernyataan penulis sebutkan diatas, mekanismenya dibuat serba cepat sehingga rentan terpapar korupsi.

"Mekanisme yang dibuat untuk mendistribusikan anggaran maupun membelanjakan barang serba cepat sehingga berpotensi terjadi praktik korupsi maupun suap menyuap," ujar Adanan sebagaimana dikutip dari Kompas.com.

Kehadiran Risma dengan seluruh totalitas yang telah mampu membenahi aturan dan kondisi kota Surabaya menjadi tertib dan teratur secara keseluruhan bisa jadi tantangan tersendiri bagi Risma dan seluruh pegawai dalam payung Kemensos dari pusat hingga dinas sosial di seluruh kabupaten dan kota se Indonesia.

Dari sisi jumlah orang yang akan diatur, secara teoritis lebih mudah Risma mengurusi Kemensos dibanding dengan mengurusi jumlah warga kota Surabaya dan petugas di Pemko Surabaya akan.

Tapi meski jumlah orangnya jauh lebih sedikit tantangan besar akan menanti Risma karena budaya kerja dari masa ke masa berupa zona nyaman di setiap sendi dan sektor bagian telah mendarah daging di setiap bagian.

Dari tantangan ini kita akan melihat aksi dan gaya Risma meledak dan menggelegak-gelegak karena (suatu saat) mungkin Risma akan berada pada titik kecewa melihat fakta yang terjadi di sana, kenyataan terlalu berat ia harus membenahi kementerian satu ini.

Risma berusaha mengubah Kemensos melalui nuansa etos kerja baru yang dibawanya dan diyakininya bakal mengubah etos kerja di sana akan tetapi terlalu banyak petugas Kemensos yang tak mampu mengikuti irama tersebut secara sadar atau tidak sadar.

Sebagian kecil karyawan (pegawai) secara sadar menolak gaya kepemimpinan Risma. Kacaunya sistem koordinasi antar bagian adalah salah satu bentuk penolakan scara sadar tersebut. 

Sebagian kecil lainnya secara tidak sadar menolaknya dalam bentuk pergesekan yang kian membuncah di berbagai bagian dan selanjutnya menimbulkan kebosanan atau kejenuhan kerja.

Jika 2 kondisi di atas terjadi maka Risma tidak akan memperoleh kredit poin di lembaga yang ini. 

Risma bukan pesulap yang cuma baca mantera "sim salabim" atau "abrakadbara" maka Kemensos akan berubah secara instan akan tetapi ia akan melakukannya agar terdapat perubahan mendasar di Kemensos.

Untuk usahanya itu Risma akan berhadapan dengan situasi dan kondisi disebutkan di atas. Mungkin saja akan membuat sebagian pegawai di Kemensos dan dinas sosial di seluruh tanah air jadi tidak nyenyak tidurnya. Sebagian diantara mereka karena tidak ingin keluar dari zona nyaman yang telah "biru" dan "membeku."

Dibalik semua itu kita berharap hadirnya Risma dapat membuat kinerja di Kemensos lebih baik, terarah, lebih produktif dan tentu saja budaya koruptif menghilang dari pusat hingga ke seluruh tanah air.

Kita yakin itu bisa terjadi karena masih ada pegawai Kemensos dan dinas diseluruh tanah air memiliki etos kerja yang baik. Bersiap menghadapi arus perubahan yang dibawakan Risma. 

abanggeutanyo

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun