Mohon tunggu...
Abanggeutanyo
Abanggeutanyo Mohon Tunggu... Wiraswasta - “Besar, ternyata ada yang lebih besar, sangat besar, terbesar, super besar, mega besar dan maha besar.”

Nama : FM Al-Rasyid ---------------------------------------------------------------- Observe and be Observed

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Jenuh pada Oportunisme Donald Trump, Selamat Datang "Presiden" Joe Biden

7 November 2020   03:34 Diperbarui: 7 November 2020   11:56 829
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber gambar : straitstimes.com. Diedit oleh penulis

Sudah dapat dipastikan Donald Trump terancam meninggalakan Gedung Putih dengan cara yang amat memalukan, kalah telak dan sebaliknya menang terbesar untuk Joe Biden. Pencapaian Biden ini mencatat rekor perolehan suara terbanyak untuk calon Presiden AS setelah Obama meraihnya pada pemilu 2008 lalu.

Hal ini terjadi saat perolehan suara Joe Biden (hingga saat artikel ini dibuat) mencapai 284 suara elektoral setelah Arizona melengkapi tambahan suara untuk Biden sebanyak 11 suara, menurut informasi Associate Press. 

Tapi menurut perhitungan Decision Desk HQ Biden memperoleh 273 suara electoral sementara Trump hanya 214 suara.

Seberapapun perolehan Biden faktanya Biden telah melampaui angka "keramat" minimal 270 votes. Dengan perolehan ini dipastikan (99%) lolos ke Gedung Putih terutama setelah pemilihan di tingkat electoral collage selesai dilaksanakan.

Arizona, Georgia dan Nevada adalah saksi pertarungan paling sengit antara Biden dan Trump karena pada tiga negara bagian ini selisih perolehan suara keduanya sangat tipis tidak signifikan.

Meskipun masih ada kesempatan Trump pada pemilhan di tingkat Epectoral Collage (Lembaga Pemilih) tetapi secara teoritis Trump segera berkemas dari sekarang karena rakyat AS tampaknya sudah bosan menunggu hasil keputusan di tingkat electoral collage.

Kejenuhan rakyat AS juga tertuju pada cara, gaya dan aksi Donald Trump dinilai sangat kontroversial dalam sejarah modern AS. Ada yang menyebutnya fasis dan ada juga menyebutnya oportunis termasuk Biden pernah menyebut Trump hal ini saat menjabat wapres.

Kejenuhan pada Trump juga membuncah pasca kicauanya bertubi-tubi via Twitternya tentang tuduhan tak mendasar dan tanpa bukti tentang kecurangan dalam perhitungan suara di sejumlah negara bagian.

Ancamana Trump sangat kasar dalam sebuah acara tayangan langsung kemarahannya terjadi kecurangan dan akan menggugat ke Mahkamah Agung membuat beberapa stasiun televisi menghentikan siaran langsung tersebut sebelum saatnya berakhir.

Trump menempatkan keluarganya pada beberapa posisi strategis di Gedung Putih juga membuat rakyat AS jenuh dan mencibir. Mereka menanti saat yang tepat untuk menghentikannya, dan itu terjadi pada pemihan umum "Electoral Vote" yang baru saja diketahui hasilnya beberapa jam lalu.

Beberapa kebijakan Trump terasa memalukan membuat rakyat  AS membutuhkan figur yang mampu mengembalikan utopia keagungan AS, pulihkan kembali jiwa AS atau "Restore the soul of America."

Demonstrasi anti Trump hampir tidak pernah berhenti sejak dilantik pada 20 Januari 2017 lalu. Sejumlah pernyataannya yang rasis dan narsis bahkan fasis semakin membuat posisi Trump sangat tidak populer meskipun media pro pemerintahan Trump berusaha membuat Trump cemerlang dalam berbagai bidang.

Mike Pence, wakil presiden AS selama hampir empat tahun bersama Trump kesannya hanya sebagai juru tepuk tangan jika tak pantas disebut pelengkap tim sorak atau tim hore. Tampak sekali dominasi Trump atas Pence tanpa memberinya ruang gerak yang bebas.

Perbedaaan pendapat menjurus perang mental antara Trump dan sejumlah menteri telah memunculkan plesetan "anda dipecat" karena mudahnya Trump mengancam menteri jika berbeda pendapat. Sejumlah menteri harus mengatakan "selamat tinggal" pada Donald Trump.

Meskipun ada beberapa sisi keberhasilan Donald Trump tetapi "tersapu" oleh sejumlah aksi kontroversial di atas dan mungkin lebih banyak lagi yang tidak dapat diurai satu per satu pada tulisan ini termasuk sejumlah retorika oportunis Donald Trump.

Oportunisme adalah cara berpikir mengambil kesempatan seluas-luasnya untuk diri sendiri dan kelompok memperoleh keuntungan atau peluang.

Intinya rakyat AS merindukan hadirnya sosok yang dapat mempersatukan rakyat dan mengembalikan jati diri bangsa AS.

Meskipun Joe Biden bukanlah ahli sulap yang dapat mengembalikan harapan persatuan itu dalam sekejab setidaknya Biden telah mengetahui adanya kebutuhan itu dan berusaha memenuhinya. Mampu atau tidak mewujudkannya hanya akan terbukti seiring berjalannya roda pemerintahan Joe Biden - Kamala Harris nanti.

Saat ini para dedengkot tim sukses Biden - Harris bisa tersenyum. Cedric Richmond (ketua umum timses), Jen O'Malley Dillon (Manajer Kampanye), Anita Dunn bahkan Barack Obama tersenyum lebar melepas lelah dari perjalanan panjang kampanye Pilpres paling menegangkan ini.

Tapi Joe Biden dan timsesnya tidak boleh lama-lama mabuk kemenangan karena timses Trump sedang mengintip melalui -setidaknya- tiga skenario gerilya untuk Pekerjaan Rumah disebutkan di bawah ini.

Pekerjaan rumah (PR) Trump dan kubunya sangat besar. Kubu Trump akan menjalankan "gerilya" melalui berbagai cara guna mencegah Biden menjadi pemenang. Beberapa bentuk gerilya yang akan diterapkan  kubu Trump nantinya antara lain adalah :

  • Menuntut ulang penghitungan suara di sejumlah negara bagian yang mengalahkannya
  • Mencapai hasil remis atau seimbang dalam perolehan suara electoral collage saat ini
  • Mengubah hasil remis di tingkat suara electoral menjadi kemenangan pada saat pemilihan di tingkat senat
  • Banding ke Mahkamah Agung

Meski hal itu sangat sulit terwujud tetapi bukan sesuatu yang mustahil. Apapun bisa terjadi mekipun pada detik-detik terakhir. Sebelum 20 Januari 2020 segala sesuatu masih diimpikan kubu Donald Trump.

Mungkin ini terlalu cepat. Tapi ucapan Selamat datang presiden Joe Biden telah jadi judul berita Kompas.com edisi 6/11/2020, mengurai detail sumber, data dan fakta kemenangan Biden di sejumlah negara bagian AS. 

Jika tidak ada aral melintang Biden - Harris akan mencetak rekor baru sebagai pasangan Presiden dan Wapres perempuan pertama dalam sejarah pemerintahan AS.

abanggeutanyo

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun