Mohon tunggu...
Abanggeutanyo
Abanggeutanyo Mohon Tunggu... Wiraswasta - “Besar, ternyata ada yang lebih besar, sangat besar, terbesar, super besar, mega besar dan maha besar.”

Nama : FM Al-Rasyid ---------------------------------------------------------------- Observe and be Observed

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Generasi Milenial Nihil Kontribusi, Apa Faktanya?

31 Oktober 2020   03:11 Diperbarui: 31 Oktober 2020   19:34 344
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber gambar : Ketua Umum PDI Perjuangan, Megawati Soekarnoputri. /Antara Foto/Akbar Nugroho Gumay. Ditambahkan oleh Penulis

Gelombang demonstasi Reformasi simultan pada 1998 didominasi oleh kekautan milenial, sebuah demo paling parah bahkan super anarkis dan biaya mahal tetapi "membawa" Megawati menjadi Presiden Indonesia dua tahun setelah reformasi itu.

Kini, demonstrasi mengkritisi kebijakan yang melenceng dengan amanat rakyat atau melawan tirani dan totaliter apakah mendapat ganjaran generasi Milenial yang bejat, jahat, bodoh dan tidak produktif dan hanya bisa merusak?

Gara-gara nila setitik, rusak susu sebelanga. Ada beberapa pendemo anarkis dan provokatif, tetapi tidak semua pendemo bejat dan merusak. 

Tidak semua pendemo bodoh. Jika ada pengecualian (ada pendemo yang merusak, tidak tahu duduk masalah dan tujuan demo) lebih tepat disebut sekelompok atau oknum pendemo anarkis dan kebetulan mereka adalah kelompok usia generasi Milenial.

Jadi mengjustifikasi generasi Milenial sebagai kelompok manja, tak produktif, bisanya cuma merusak, nihil kontribusi jelas sebuah pernyataan keliru jika tak pantas disebut pemikiran yang sesat.

Sejarah nasional mengakui peran penting Pemuda. Bung Karno sangat mengandalkan peran pemuda pada masanya. Sejarah Reformasi juga mencatat betapa penting dan strategis kekuatan generasi pemuda atau milenial yang dimaksud saat ini.

Menteri PPA (2014- 2019) telah mengakui betapa dahsyatnya posisi generasi Milenial dalam barisan usia produktif penduduk Indonesia dalam mengisi pembangunan nasional.

Kini, dalam kondisi tertekan Megawati mengeluarkan pernyataan irasional hingga menyatakan diri siap dibully adalah pemikian emosional dari seorang yang dianggap sebagai tokoh nasional.

Semua orang yang berpikir juga tahu yang dimaksud Mega mengarah pada kelompok tertentu atau oknum yang berdemo anarkis. Tapi itu kan perlu penjelasan lebih lanjut dan penalaran tambahan di luar konteks pernyataan langsung.

Seharusnya seseorang sekaliber "tokoh nasioanal" seyogyanya pikir dulu sebelum bicara, bukan bicara dulu baru pikir. Semoga hal ini dapat disikapi dengan arif dan bijaksana oleh para generasi Milenial, jangan ikut-ikutan irasional apalagi emosional menggelar demo dengan tema baru.

abanggeutanyo

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun