Mohon tunggu...
Abanggeutanyo
Abanggeutanyo Mohon Tunggu... Wiraswasta - “Besar, ternyata ada yang lebih besar, sangat besar, terbesar, super besar, mega besar dan maha besar.”

Nama : FM Al-Rasyid ---------------------------------------------------------------- Observe and be Observed

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Lebanon Bisa Masuk "Jurang" Kembali Jika Warganya Tidak Cerdas Sikapi Provokasi Anti Pemerintah

10 Agustus 2020   03:13 Diperbarui: 10 Agustus 2020   11:34 154
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Di saat orang-orang seluruh dunia berbelasungkawa pada ratusan korban jiwa dan kerugian harta benda warga Lebanon khususnya kota pelabuhan Beirut akibat ledakan bahan kimia amonium nitrat pada 4 Agustus 2020 lalu, kini kota Beirut dilanda huru-hara terbaru demonstrasi represif anti pemerintah, membuat kekhawatiran Lebonon masuk kancah perang saudara kembali.

Demo anti pemerintah Lebanon sesungguhnya bukan sesuatu yang baru karena telah terjadi berulang kali, sama halnya terjadi di berbagai negara dunia. Akan tetapi demo kini menjadi hangat karena terjadi setelah pemerintah diangap lalai menjaga keamanan warganya hingga menimbulkan bencana kemanusiaan akibat ledakan di pelabuhan Beirut beberapa hari lalu. 

Penyebab demo selama ini karena pemerintah dituding korup, terjadi resesi ekonomi, pengangguran, dominasi kekuasaan berdasarkan agama dan etnis dan identitas. Selain itu juga karena pemerintah dituduh menerapkan strategi berhutang untuk menutupi defisit anggaran.

Sehari sebelum terjadi ledakan, Menteri Luar Negeri Lebanon mengundurkan diri dari jabatannya. Aroma perbedaan pendapat antara Nassif Hitti dengan Perdana Menteri (PM) Hassan Diab dalam beberapa hal telah lama terjadi sejak keduanya baru menjabat pada pos masing-masing sejak 21 Januari 2020 lalu.

Meskipun Diab menunjuk Charbel Wehbe (penasihat diplomatik) Presiden Michael Aoun mengganti Hitti tetapi pengunduran dirinya sangat disesali oleh Gebran Bassil, pimpinan partai Gerakan Patriotik Bebas (FPM) yang didirikan oleh Presiden Lebanon Michael Aoun karena beraroma persaingan politik.

Pengganti Nassif Hitti dari orang-orang dekat Aoun membuktikan betapa kentalnya aroma nepotisme dalam bagi-bagi jabatan. Ini juga salah satu alasan terjadinya demo terhadap pemerintah Lebanon sebelum yang terbaru kali ini sejak Agustus 2020.

Demonstrasi pada 4 Agustus 2020 terjadi pada siang hari atau beberapa jam sebelum ledakan. Kala itu ratusan orang menduduki kementerian energi di kota Beirut mnyusul pemadaman listrik bebrapa hari sehingga beberapa kawasan mengalami pemadaman beberapa hari terakhir.

Para pengunjuk rasa bersumpah tidak akan meninggalkan kantor kementerian energi, akan tetapi pasukan keamanan dan polisi menghalau para demosntran dengan sangat tegas sehingga para pendemo berhasil keluar dari arena kantor kementerian energi dengan rasa kecewa.

Pada 6 Agustus 2020, seolah memanfaatkan kelemahan pemerintah melalui ledakan Beirut, para pedemo berkumpul di depan gedung parlemen menuntut pembubaran pemerintahan Lebanon.

Pada 8 Agustus 2020, demo semakin beringas. Ribuan orang menyerang kantor Kementerian Luar Negeri untuk mengeruduk Menlu Charbel Wehbe yang baru dilantik. Polisi bertindak tegas dan keras. Seorang diantara Polisi tewas juga termasuk satu dari pendemo juga tewas.

Kini demonstrasi Lebanon menambah isu baru yakni "pemerintah lalai" menjaga keamanan warga.

Pada 9 Agustus 2020, pemimpin katholik marionit Lebanon, Bechara Boutros al-Rai menyerukan kepada kabinet Lebanon agar mengundurkan diri jika tidak dapat mengubah cara pemerintahan.

Entah ada kaitannya dengan itu atau tidak, faktanya pada 10 Agustus 2020, secara mengejutkan salah seorang menteri senior,  Menteri Informasi Lebanon, Manal Abdel Samad mengundurkan diri karena menganggap pemerintahnya tidak dapat memenuhi aspirasi rakyatnya.

Belum selesai, beberapa jam kemudian giliran menteri senior lainnya Menteri Lingkungan, Damianos Kattar juga mengundurkan diri dari jabatannya membuat pemerintahan Hassan Diab terasa limbung dan semangat pendemo semakin membuncah untuk mengganti pemerintahan kali ini meskipun pasukan keamanan dan polisi pun tak kalah gesit dan sengit memberikan tekanan pada pendemo.

Sejumlah pengacara kini juga sedang melakukan tekanan pada Pemerintah dengan menuntut pembubaran kabinet yang juga berarti membubarkan rezim kekuasaan pemerintah yang disokong oleh militan powerful Hizbollah dan negara pendukungnya.

Sementara itu 5 orang anggota parlemen (dari partaii kristen 3 orang dan seorang dari partai sosialis progresif serta seorang dari independen) telah mengundurkan diri pada Sabtu lalu. Mereka akan memanfaatkan peluang dari jatuhnya pemerintahan Hassan Diab (jika benar -benar terjadi) 

Berdasarkan konsitutusi Lebanon yang telah diamandemen pada 1990 dapat diakses di sini, pada pasal 69 disebutkan bahwa, pembubaran pemerintahan bisa terjadi dalam kondisi :

  • Jika Perdana Menteri mengundurkan diri
  • Jika kehilangan 1/3 dari anggota kabinet saat pembentukan awalnya
  • Jika kehilangan kepercayaan dari Chamber of Deputies (Parlemen Lebanon)
  • Jika Perdana Menteri meninggal dunia, dll.

Mengacu pada konstitusi tersebut jika semakin banyak menteri yang mengundurkan diri hingga mencapai 1/3 anggota kabinet dan hilangnya kepercayaan parlemen maka bisa dipastikan nasib Perdana Menteri Hassan Diab baru "seumur jagung" berada diujung tanduk. 

Akan tetapi nasib presiden Aoun dan Parlemen juga bisa tidak aman jika pedemo menuntut pemilihan umum ulang. Jika hasil pemilu (ulang) tidak lagi menguntungkan posisi Hizbullah dan pengaruh Iran di Lebanon bisa dipastikan babak baru Perang Saudara jilid 2 akan pecah kembali di Lebanon menyusul Suriah.

Semoga warga Lebanon tidak termakan provokasi karena jika rusuh pasti ada pihak-pihak yang memanfaatkannya, memperoleh keuntungan dari bencana kemanusiaan jangka panjang seperti terjadi di Suriah, sulit menemukan solusi damainya. 

Perang saudara pertama saja (13 April 1975) baru bisa diselesaikan 15 tahun kemudian (13 Oktober 1990) masih hangat meninggalkan banyak aneka peristiwa pahit. 

Semoga bisa jadi pembelajaran untuk warga Lebanon dan untuk semua.

abanggeutanyo

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun