Mohon tunggu...
Abanggeutanyo
Abanggeutanyo Mohon Tunggu... Wiraswasta - “Besar, ternyata ada yang lebih besar, sangat besar, terbesar, super besar, mega besar dan maha besar.”

Nama : FM Al-Rasyid ---------------------------------------------------------------- Observe and be Observed

Selanjutnya

Tutup

Sosok Pilihan

Gibran Rakabuming Bisa Gagal "Booming" untuk Solo-1

29 Juli 2020   06:22 Diperbarui: 29 Juli 2020   11:55 245
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Punya uang berlimpah, terkenal, kekuatan lobi, partai politik kuat dan dukungan penguasa yang sedang berkuasa adalah sebuah keberuntungan bagi seseorang untuk mencapai impiannya berkarier dalam dunia politik. Secara teoritis tidak ada yang dapat menghentikannya bahkan untuk meneruskan sistem dinasti politik sekalipun.

Faktor lainnya seperti "darah" keluarga penguasa tidak menjamin seseorang sukses mencapai kehormatan tertinggi kecuali pencapaian itu diperoleh dengan cara instan dan output-nya kurang matang karena diproses juga secara instan.

Anak penguasa (non Kerajaan) bisa mengikuti jejak ayahnya terjadi dimana-mana. Indira Gandhi, Benzhir Butho, Megawati dan masih banyak lainnya sukses bukan dengan cara instan tapi tempahan cukup umur dan jam terbang yang "tinggi."

Sebaliknya, Guruh dan Guntur Soekarno Putra, Bambang Soeharto, Sigit Soeharto, Ilham Akbar Habibie adalah contoh sederhana betapa orang tua bukan jaminan anaknya punya bakat ke dunia politik.

Ketika seorang anak dipaksakan meniru jejak ayah terjun ke panggung politik berharap keberuntungan bisa juga hadir pada sang anak yang terjadi adalah sebuah keganjilan atau keprihatinan jika tak pantas disebut kasihan apalagi cuma mengandalkan sejumlah keberuntungan disebutan di atas.

Kasihan karena sosok yang dipaksakan ikut berpolitik itu akan mengalami tekanan batin sangat kuat. Mereka merasa tak percaya diri dengan kemampuan dasarnya. Masyarakat melihatnya tak ubah sebuah lakon bertema "aji mumpung" mengolok-olok dengan berbagai cara dan gaya menambah rasa tak percaya dirinya.

Terkait majunya putra Presiden Jokowi dalam kancah pilkada kota Surakarta (Solo-1) kental sekali aroma aji mumpungnya menyeruak di sana. Tetapi sekali lagi, Gibran Rakabuming Raka (GRR) punya semua keberuntungan disebutkan di atas. 

Namun demikian ada yang tidak (kurang) dimiliki Raka yaitu tingkat "Kematangan." Masalah inilah yang bisa bikin GRR gagal booming dalam pilkada Solo-1 tahun 2020 ini.

Tentang ini sangat penting. AHY, Tommy Soeharto telah merasakan pada masanya sendiri sebelumny betapa pentingnya soal kematangan itu. 

Hal ini jugalah yang dicetuskan oleh mantan Wakil Presiden Jusuf Kalla sebagaimana dikutip dari Kompas.com edisi 28/7/2020 di sini. Entah menyentil siapa, ia mengakui untuk menjadi pemimpin itu BUKAN dilahirkan tetapi dibentuk.

Menjadi pemimpin memang harus dibentuk dalam pengertian dibentuk dari bawah dan mengasah kemampuannya tahap demi tahap dan diuji dalam beberapa kali ujian secara sistematis dan berkesinambungan. Jadi pengertian dari bawah di sini adalah dalam konteks ujian dan latihan bertahap.

Menjadi pemimpin juga dibentuk juga oleh seberapa lama "jam terbang" berpolitik. Sesorang yang mendapatkan jabatan dengan cara instan tidak akan memberikan makna politik yang sejati pada dirinya dan orang-orang yang dipimpinnya.

Berdasarkan pertimbangan hal tersebut di atas ada baiknya GRR atau partai politik dan tim sukses (timses) yang mengusungnya (jika masih ada kesempatan) menunda dulu Gibran bersaing dalam kancah Surakarta-1. 

Masih ada kesempatan untuk GRR pada sesi berikutnya meskipun pada saat itu Jokowi sudah tidak menjabat Presiden aktif lagi. GRR justru dapat memperlihatkan kemandirian dan kematangannya jika ia maju BUKAN karena aji mumpung, bukan karena isntan juga bukan karena sejumlah keberuntungan disebutkan di atas. Di sanalah GRR memperlihatkan ia pantas meniru kepiawan berpolitik ayahnya (Jokowi) meneruskan tradisi politik dinasti .

Parpol dan timses GRR berpendapat soal kematangan akan terasah dengan sendirinya, sesuai dengan perjalanan waktu, bekerja sambil belajar mengasah kemampuan politknya.

Selain itu parpol pengusung dan timses GRR hakkul yakin sejumlah keberuntungan itu akan membuat GRR tak tergoyahkan meraih Surakarta-1. Persetan dengan assumsi dan teori-teori ajimumpung, belum matang dan keberuntungan bahkan hasil Polling amatiran dan sebagainya.

Ya itu juga terserah karena penilaian masing-masing. Sama halnya dengan ekspektasi penulis di sini menilai Gibran Rakabuming Raka tidak akan booming perolehan suaranya jika pilkada kota Surkarta kalai ini yang direncanakan akan dilaksanakan pada 9 Desember 2020 nanti.

Dasarnya penilaiannya selain sejumlah alasan disebut di atas juga mengacu pada hasil polling yang dilakukan oleh Universitas Slamet Riyadi 6-16 Juli 2020 lalu memberi peluang sangat buruk pada elektabilitas GRR yang cuma 1% jauh di atas calon lainnya.

Memang itu adalah polling, tidak mewakili gambaran umum dan kondisi sesungguhnya tapi jangan lupa dalam dua kali Pilpres Jokowi diuntungkan dari aneka polling yang mengunggulkan posisinya dan pada kenyataannya Jokowi memang unggul.

Rencana telah dibuat dengan matang, tahap-tahapan telah bergulir, pesta bakal digelar dan undangan telah disebar. 

"Tak mungkin lagi menunda pesta ini," oleh karenanya pesta ini tetap dijalankan dan GRR tidak berharap banyak tetapi jika peluang ternyata berpihak padanya maka itulah fakta sekaligus menjungkir balikkan aneka pendapat dan teori-teori sumbang pada GRR termasuk yang menilainya "anak kemarin sore." 

Tetapi jika terjadi sebaliknya GRR gagal booming dalam pilkada kali ini tentu saja dicari apa sebab musababnya yang akan diperbaiki pada kesempatan akan datang meskipun situasi dan kondisi nanti mungkin telah banyak berubah juga termasuk kemungkinan GRR merasa tidak yakin terjun ke kancah tersebut kembali.

abanggeutanyo

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosok Selengkapnya
Lihat Sosok Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun