Menjadi pemimpin juga dibentuk juga oleh seberapa lama "jam terbang" berpolitik. Sesorang yang mendapatkan jabatan dengan cara instan tidak akan memberikan makna politik yang sejati pada dirinya dan orang-orang yang dipimpinnya.
Berdasarkan pertimbangan hal tersebut di atas ada baiknya GRR atau partai politik dan tim sukses (timses) yang mengusungnya (jika masih ada kesempatan) menunda dulu Gibran bersaing dalam kancah Surakarta-1.
Masih ada kesempatan untuk GRR pada sesi berikutnya meskipun pada saat itu Jokowi sudah tidak menjabat Presiden aktif lagi. GRR justru dapat memperlihatkan kemandirian dan kematangannya jika ia maju BUKAN karena aji mumpung, bukan karena isntan juga bukan karena sejumlah keberuntungan disebutkan di atas. Di sanalah GRR memperlihatkan ia pantas meniru kepiawan berpolitik ayahnya (Jokowi) meneruskan tradisi politik dinasti .
Parpol dan timses GRR berpendapat soal kematangan akan terasah dengan sendirinya, sesuai dengan perjalanan waktu, bekerja sambil belajar mengasah kemampuan politknya.
Selain itu parpol pengusung dan timses GRR hakkul yakin sejumlah keberuntungan itu akan membuat GRR tak tergoyahkan meraih Surakarta-1. Persetan dengan assumsi dan teori-teori ajimumpung, belum matang dan keberuntungan bahkan hasil Polling amatiran dan sebagainya.
Ya itu juga terserah karena penilaian masing-masing. Sama halnya dengan ekspektasi penulis di sini menilai Gibran Rakabuming Raka tidak akan booming perolehan suaranya jika pilkada kota Surkarta kalai ini yang direncanakan akan dilaksanakan pada 9 Desember 2020 nanti.
Dasarnya penilaiannya selain sejumlah alasan disebut di atas juga mengacu pada hasil polling yang dilakukan oleh Universitas Slamet Riyadi 6-16 Juli 2020 lalu memberi peluang sangat buruk pada elektabilitas GRR yang cuma 1% jauh di atas calon lainnya.
Memang itu adalah polling, tidak mewakili gambaran umum dan kondisi sesungguhnya tapi jangan lupa dalam dua kali Pilpres Jokowi diuntungkan dari aneka polling yang mengunggulkan posisinya dan pada kenyataannya Jokowi memang unggul.
Rencana telah dibuat dengan matang, tahap-tahapan telah bergulir, pesta bakal digelar dan undangan telah disebar.
"Tak mungkin lagi menunda pesta ini," oleh karenanya pesta ini tetap dijalankan dan GRR tidak berharap banyak tetapi jika peluang ternyata berpihak padanya maka itulah fakta sekaligus menjungkir balikkan aneka pendapat dan teori-teori sumbang pada GRR termasuk yang menilainya "anak kemarin sore."
Tetapi jika terjadi sebaliknya GRR gagal booming dalam pilkada kali ini tentu saja dicari apa sebab musababnya yang akan diperbaiki pada kesempatan akan datang meskipun situasi dan kondisi nanti mungkin telah banyak berubah juga termasuk kemungkinan GRR merasa tidak yakin terjun ke kancah tersebut kembali.