Mohon tunggu...
Abanggeutanyo
Abanggeutanyo Mohon Tunggu... Wiraswasta - “Besar, ternyata ada yang lebih besar, sangat besar, terbesar, super besar, mega besar dan maha besar.”

Nama : FM Al-Rasyid ---------------------------------------------------------------- Observe and be Observed

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Ada Masalah Besar di Balik Kesenjangan Belajar Online

25 Juli 2020   00:22 Diperbarui: 30 Juli 2020   01:28 361
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar ilustrasi Belajaronline. Sumber gambar : Dari kiri ke kanan Tirto.id dan kitakini.news. Digabung oleh Penulis

Belajar Jarak Jauh atau Belajar Online atau Belajar Daring atau apapun namanya sejenis dengan itu, suka tidak suka kini sejumlah siswa dihadapi dengan kenyataan tersebut.

Pada tingkatan mahasiswa secara teknis hal ini tidak terlalu sulit mengingat pada umumnya mahasiswa sudah terbiasa belajar mandiri, menerima tugas dan mengirim tugasnya melalui jaringan internet dalam aplikasi yang telah disediakan dosen-dosen mereka.

Tetapi bagi pelajar dan siswa terutama sederajat dengan Sekolah Dasar (SD) dan SMP metode belajar online saat ini benar-benar bikin siswa dan orang tua kelabakan secara teknis, terutama pada siswa dan orang tua yang selama ini kurang perduli dengan cara dan materi belajar anak-anak mereka.

Selain disebabkan faktor penguasaan fungsi dalam aplikasi belajar online orang tua juga terkendala dengan materi belajar anaknya terkait pertanayaan dalam soal dan bagaimana cara memecahkan atau menjawab pertanyaan tersebut agar benar (dalam penguasaan materi maupun dalam mendapatkan nilai).

Kendala lainnya adalah masalah kemampuan telepon smart phone (telepon pintar) siswa. Jangankan berkemampuan mengolah informasi untuk dibaca pun kadang sulit akibat kaca layar yang pecah atau buram.

Setelah materi dan soal dikerjakan giliran dipotret (foto) untuk diunggah dan dikirim ke gurunya timbul masalah baru, resolusi tidak bagus sehingga gurunya tidak bisa baca jawaban siswanya. Masalah lain, HP tidak mampu mengunggah gambar karena berbagai sebab sehingga siswa tak bisa mengirimkan jawaban.

Masalah lain, aplikasi membingungkan. Mungkin karena baru sehingga belum familier. Beberapa siswa kesulitan mengisi absensi (daftar hadir) karena terlalu banyak menu-menu perintahnya sehingga siswa membiarkan daftar hadir (absensi) walaupun tetap mengerjakan soal yang dikirimkan guru.

Peristiwa itu belum komplit sebab ternyata sempat saya lihat(intip) sendiri pada laptop anak saya di sebuah SMK ketika mereka sedang kelas online dengan guru mata pelajaran dan sejumlah siswa ada beberapa temannya meletakkan HP mengarah pada dirinya berlatar belakang dapur dan tempat tidur. Ada juga yang sambil makan siang seolah kelas online itu mungkin dianggap WA grup dengan teman-temannya.

Masalah lainnya, guru mata pelajaran tidak sanggup memelototi unggahan jawaban seluurh siswanya satu per satu dengan seksama apalagi dengan tampilan sangat buram. 

Forum komunikasi pun kadang tidak dijawab guru dengan cepat karena guru kehabisan stamina, kurang tidur, sedang ada pekerjaan lainnya dan mungkin saja paket data sedang habis.

Hal yang sama jika menggunakan komputer atau laptop, belum semua siswa mampu memiliki laptop atau kompute (PC) yang memenuhi standard dalam pengertian mampu merespon dengan cepat aplikasi yang mereka gunakan dalam belajar dan membuka jendela informasi pada sejumlah tabs secara bersamaan.

Bagi siswa atau pelajar yang bersekolah di tempat yang lebih bergengsi atau bonafide mungkin saja tidak mengalami persoalan seperti di atas apalagi JIKA orangtua meluangkan waktu pada anak mereka dari diskusi, memecahkan soal bersama dan disokong oleh perangkat HP atau Laptop yang memadai serta guru yang responsif membuat anak-anak (siswa) sedikit terbebas dari belenggu sejumlah tekanan.

Para siswa sekarang pada umumnya mengalami sejumlah tekanan sebagai berikut :

  • Pandemi Covid-19 tiada akhir sehingga ada yang mengaggap sebuah peristiwa rekayasa atau mengada-ada
  • Libur terlalu panjang dan bosan berada dirumah terlalu lama
  • Belajar online lebih sulit daripada offline atau tatap muka langsung seperti belajar normal
  • Tidak didukung oleh kemampuan orang tua menjadi teman diskusi dan belajar
  • Tidak didukung oleh perangkat yang mampu menjembatani proses belajar online bahkan ada yang tidak memilikinya sama sekali seperti dialami seorang siswa di Dimas seorang siswa di SMP N.1 Rembang. Kompas.com.

Sebagian siswa beruntung karena mendapat dukungan beberapa hal disebutkan di atas. Daya serap belajarnya sangat tinggi dan bagus sesuai dengan tingkatan (kelas) dan jenjang. 

Sebaliknya sangat banyak siswa sangat kecil daya serap ilmu pengetahuannya sesuai kelas dan jenjang karena tidak didukung sejumlah "keberuntungan" disebut di atas. Tanpa maksud mendahului tampaknya sangat banyak jumlah siswa kurang beruntung seperti Dimas dari Rembang.

Di sisi lain guru juga manusia yang membutuhkan beberapa hal yang dibutuhkan siswa disebut di atas. Bagi guru yang bekerja atau mengajar di sekolah bonafide atau guru tetap atau guru ASN mungkin sedikit mengalami tekanan seperti siswanya, tetapi bagi guru tidak tetap atau guru pgawai tetap yang mengajar di sekolah swasta dengan fasilitas apa adanya kondisi yang terjadi pada siswa tak lebih seperti apa yang mereka alami.

Jika kondisi seperti ini dibiarkan lama-lama akan tercipta siswa dan guru berkualitas sangat bagus dan sangat jelek dengan jarak yang sangat jauh. Dan ini pada akhirnya berimplikasi pada lahirnya generasi beda kualitas pada beberapa tahun mendatang.

Tampaknya para pemangku kebijakan atau otoritas berkompeten dalam bidang pendidikan nasional sudah saatnya mereevaluasi kebijakan sekolah online ini meskipun kita menyadari pencegahan penularan Covid-19 juga sangat penting.

Ada pengamat dan pejabat berkata itu adalah kondisi permulaan, biasa dan sedang beradaptasi dengan perubahan. 

Sah-sah saja pandangan tersebut, tetapi sebagian besar masyarakat perlu didengarkan "jeritan" merka, nasib dan kondisi mereka tidak seberuntung para pengamat atau pejabat yang berkata seperti di atas. 

Jalan tengahnya mungkin dengan membuat siswa masuk bergiliran jam belajarnya setiap hari. Satu meja hanya untuk 1 siswa misalnya. Otomatis Jam mengajar guru jadi bertambah.

Sebaiknya pemerintah membayar tunjangan khusus untuk guru dimanapun yang mengajar pada masa pandemik tanpa membedakan golongan, ANS atau pegawai tetap atau kontrak di seluruh tanah air untuk beberapa bulan ke depan. Ini lebih terarah daripada kebingungan cara menghabiskan dana pendidikan dan kesehatan yang masih berlimpah ruah banyaknya.

abangggeutanyo

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun