Berdasarkan hasil polling di sini sebuah lembaga survei berbasis di Australia itu menyimpulkan Jokowi adalah salah satu kepala negara paling tidak percaya diri dalam kaitan hubungan internasional, sebagaimana dilansir Kompas.com edisi 24 Juni 2020.
Berdasarkan itu mari kita telusuri apa sesungguhnya mendasari Lowy Institute menarik kesimpulan tersebut dalam beberapa penjelasan berikut ini.
Grafik di bawah ini memperlihatkan tingkat rasa percaya diri Jokowi dalam menangani isu hubungan internasional ternyata sangat rendah di mata orang Australia.
Sebanyak 66% responden mengatakan rasa percaya Jokowi sangat rendah dan 30% menilai rasa percaya diri Jokowi sangat baik dan sisanya menjawab tidak tahu.
Dalam keadaan atau kondisi Indonesia kurang percaya diri untuk meraih era emas 2030 apakah dapat mencapai impian 10 tahun akan datang tersebut, terlebih lagi masih dalam pusaran dampak negatif dari Covid-19.
Ternyata bisa, sebab Indonesia memiliki 3 potensi alam yang sangat berlimpah ruah dan nyaris tidak habis-habisnya setidaknya untuk 10 tahun ke depan yaitu bidang pertanian, perkebunan, dan perikanan.
Bagaimana mengolah ketiga potensi SDA tersebut di tengah kebutuhan energi yang semakin meningkat untuk 10 tahun ke depan perlu percaya diri presiden dan percaya diri rakyat Indonesia serta percaya diri semangat kerjasama memberantas praktek-praktek yang kontraproduktif dengan usaha mencapai tujuan pada 2030 tersebut.
Berdasarkan analisis yang didapatkan dari sumber McKinsey Global Institute, pada 2030 Indonesia akan menghadapi kebutuhan yang tidak dapat diatasi dari produksi dalam negeri sehingga harus impor, terutama adalah :
Kebutuhan terhadap bidang pertanian dan perikanan semakin meningkat. Diharapkan petani dan nelayan dapat memenuhi kebutuhan domestik sendiri sebesar 60%.
Dalam kondisi tersebut jika mampu menghasilkan produk yang mempunyai nilai tambah yang tinggi Indonesia justru akan menjadi pengeskpor produk pertanian dan perikanan untuk internasional.
Jika itu berjalan mulus dari sektor ini saja Indonesia bakal memperoleh 450 miliar dollar pada 2030 saja.
Kebutuhan sangat menyolok lainnya adalah energi (listrik, bahan bakar dan gas). Pada 2030 Indonesia Indonesia hanya mampu memenuhi 20% kebutuhan energinya sendiri melalui batubara, panas bumi, eneri air dan minyak bumi.
Jika Indonesia mampu menemukan sumber energi baru dan energi terbarukan maka Indonesia akan bisa menjadi raksasa ekonomi di bidang energi untuk ekspor. Nilai ekspor lebih tinggi daripada untuk konsumsi dalam negeri.
Seiring dengan berhasilnya dua bidang diatas dari hulu ke hilir maka aktivitas menuntut peranan sumber daya semakin meningkat. Kebutuhan akan tenaga kerja dan persyaratan administrasi dan prosedurnya semakin tinggi.
Jika pemerintah dapat menyiapkan deregulasi, izin dan pajak ataupun segala sesuatu yang bersifat mudah tapi tidak menjadi semacam senjata membunuh diri sendiri maka potensi dari kebutuhan jasa adalah sebuah industri baru yang sangat besar nilainya pada 2030 nanti.
Mungkin itu sebabnya banyak peneliti ekonomi dan pengamat memperkirakan Indonesia bakal menjadi salah satu negara 10 besar raksasa ekonomi dunia pada 2030 nanti.
Jika itu terjadi Australia (negara lembaga survei tersebut) justru TIDAK termasuk di dalamnya meskipun kaya dan SDA-nya berlimpah saat ini. Salah satu ekspektasi tersebut disebutkan oleh visual capitalist.com dalam edisi 27 Maret 2019 lalu sebagai berikut :
Tapi itu semua masih dalam bentuk estimasi, prediksi berdasarkan ekspektasi ekonomi. Faktanya akan berbicara nanti. Padahal fakta yang sedang berbicara saat ini memperlihatkan Australia adalah negara maju dan memiliki cadangan SDA berlimpah, melebihi Indonesia dalam beberapa bidang.
Analisis dan survei di atas tentu saja tidak mewakili gambaran orang Australia dan juga pasti tidak mencerminkan kejadian sesungguhnya pada negara Indonesia dan pemimpinnya, jadi tak perlu khawatir. Sama halnya jangan khawatir dengan survei dilakukan sebuah lembaga yang mengatakan pada 2030 nanti (katanya) Indonesia akan bubar.
Jadi presiden harus percaya diri bahwa negaranya akan bisa bangkit. Pandemi corona bukan akhir segalanya. Untuk mencapai itu Jokowi musti konsisten dalam banyak hal. diantaranya menjauhkan diri dan pemerintahannya (menteri-menterinya) dari pengaruh partai politik manapun, cegah korupsi dan konsisten untuk pertumbuhan ekonomi.
abanggeutanyo