Gebrakan Erick Thohir, Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) melakukan efisiensi dan efektifitas guna membentuk iklim dunia bisnis sehat pada kementerian dipimpinnya telah mendapat sambutan positif dari publik atau setidaknya dari media masa (penyambung suara nurani rakyat).
Meski baru permulaan, gebrakan dan kinerja Erick Thohir sempat dibandingkan lebih baik dari era Rini Soemarno. Budaya pemborosan dan kurang fokus berbisnis telah dibabat habis, mengubur segala bentuk warisan penyebab inefisiensi pada sebagian besar perusahaan pelat merah.
Begitu trengginasnya Erick hingga salah satu pejabat di kementerian tersebut mersakan perbedaan ekstrim itu, khususnya dalam bidang akuntabilitas dan tranparansi informasi, sebagaimana pernah diungkapkan oleh Humas Kementerian BUMN Ferry Zandrianto pada 14/12/2019 lalu.
Akan tetapi tornado Erick jauh lebih berarti dari itu, yakni menciptakan efsiensi dan fokus pada bidang masing-masing badan usaha. Untuk itu Erick mengubah budaya kerja dan konsep BUMN dari Super Holding menjadi Sub Holding agar setiap perusahaan menjadi unit bisnis tersendiri yang fokus pada bidangnya dan tidak jadi korban kanibalisasi sesamanya.
Setelah dilantik pada 23 Oktober 2019 lalu ada 5 gebrakan utamanya, yaitu : Membenahi internal Kementerian BUMN; Merombak komisaris dan direksi sejumlah BUMN; Membongkar praktek penyelundupan motor mewah dari luar negeri; Penyelamatan Jiwas Raya; Efisiensi biaya perjalanan dinas pejabat; dan Menata kembali anak perusahaan BUMN.
Gebrakan Erick terus berlanjut pada awal 2020, membuat rumusan komprehesif untuk menilai kinerja BUMN berdasarkan Key Perfomance Index (KPI). Kinerja BUMN tidak lagi dilihat semata-mata pada pencapaian laba karena ditemukan indikasi BUMN melakukan trik membuat laporan kesannya baik sehingga terlihat memperoleh laba.
Dalam hal ini tampaknya Erick benar. Salah satu buktinya dapat telusuri di sini dalam Laporan Kinerja Kementerian BUMN Tahun 2015 yang ditandangani oleh Rini Soemarno. Susah sekali menemukan mana BUMN yang berkinerja baik atau buruk dalam laporan itu. (Entah nyempil dimana info tetang hal ini). Budaya laporan sarat formalitas, berkonsep "Super Holding," mengutip istilah Erick di atas.
Gebrakan Erick lainnya tahun 2020 adalah mengatur ulang mekanisme bonus tahunan direksi dan satu lagi yang terkini membubarkan BUMN yang sekarat.
Pada Maret 2020 lalu, Erick meyakinkan Peesiden guna menyuntik sejumlah BUMN melalui Penyertaan Modal Negara (PMN), Pembayaran Kompensasi dan Dana Investasi termasuk untuk pembayaran utang luar negeri yang telah jatuh tempo beberapa BUMN. Total seluruh suntikan itu sebesar 152 triliun rupiah.
Kini Erick kembali menggetarkan dunia BUMN dengan melontarkan serangan baru akan "tenggelamkan" BUMN Hantu. Sebuah sindiran kepada sejumlah organisasi bisnis yang performanya TIDAK sehat. Termasuk di dalam kategori ini misalnya adalah kedudukan kantor tidak jelas, tidak ada manfaat bagi publik dan negara, tidak ada labanya, membengkaknya hutang serta jumlah karyawan yang cuma beberapa orang.
Di tengah lesunya kinerja 90% BUMN akibat pandemi Covid-19 masih ada (10%) BUMN yang tidak mengalami dampak berarti adalah BUMN yang bergerak di bidang Telekomunikasi, Kelapa Sawit, Farmasi dan Kesehatan, Erick berusaha menciptakan iklim sehat pada kementerian yang dipimpinnya.