Pertahanan Jendral Khalifa Haftar pimpinan Libyan National Army (LNA) di bagian barat Tripoli hingga ke perbatasan Tunisia persis seperti macan ompong. Tampak luas dan besar kawasan yang dikuasai LNA di sana tapi sedikit demi sedikit direbut kembali oleh pasukan pemerintah The Government of National Accord (GNA) pimpinan Fayez al-Sarraj dukungan PBB dan Turki.
Tanda-tanda melemahnya LNA di sana sudah terlihat sejak pertengahan April 2019, pasukan GNA merebut kota Zawarah lalu menghubungkan sejumlah desa dari Ras Ajdir di perbatasan Tunisia dengan kota Al-Ajaylat terus ke Al-Zuwarah dan Abu Grein ke kota besar Al-Zawiyah pada awal Mei 2020.
Setelah perbatasan Tunusia terhubung, gerak GNA mengarah ke kawasan pangkalan udara terbesar Libia, Al-Watayah (Al-Watiya). Sempat tertahan 2 minggu GNA akhirnya pada 18 Mei 2020, GNA benar-benar memporak porandakan pertahanan LNA di sekitar kota Al-Watiya. Sejumlah helikopter, Pesawat tempur rusak dan sebuah pertahanan udara Rusia (Pantsirs S1) dikuasai GNA.
Sebuah Pansirs lainnya diledakkan oleh drone tempur Turki (Anka-S) sehari sebelumnya. Secara teoritis jatuhnya pangkalan udara terbesar LNA di sana adalah pukulan mematikan bagi LNA dukungan Mesir, Uni Emirat Arab dan Rusia karena dari pangkalan itulah Angkatan Udara Libya yang mendukung Khalifa Haftar (Haftar) beroperasi di kawasan timur Libya.
Sebuah pangkalan angkatan udara lainnya terdapat dekat kota Sirte yaitu Ghardabiya Airbase, akan tetapi pangkalan udara ini juga difungsikan untuk penerbangan sipil dan jauh lebih kecil dibandingkan Al-Watiya airbase yang sangat strategis dan komplit tersebut.
Pangkalan udara Al-Watya direbut LNA pada Agustus 2014 setelah pasukan LNA pimpinan Haftar melakukan pemberontakan terhadap GNA pimpinan presiden Fayez al-Sarraj.
Pada 16 Mei 2014 perang saudara (jilid 2) resmi meletus ketika AD, AL dan AU serta milisi pendukung Jendral Haftar dalam Libyan National Army (LNA) menggempur GNA dan milisi pendukungnya. Ringkasannya dapat dilihat di sini.
Masuk tahun ke 5 gerak maju pasukan LNA hampir menguasai 80% luas Libya. Tetapi sejak Desember 2019 hingga saat ini posisi garis terdepan LNA masih di tempat semula 4,5 km ke gerbang kota di bundaran second ring road dekat kawasan kebun binatang Tripoli.
Lima bulan berjalan, alih-alih menguasai Tripoli pertahanan LNA di bagian timur Tripoli malah keropos, sejumlah kawasan disebutkan di atas jatuh satu per satu ke tangan pasukan GNA dan tentara bayaran dan milisi dari Suriah dukungan Turki.
Pasukan LNA di garis terdepan menuju Tripoli hanya sekali-sekali melancarkan serangan sporadis. Tampaknya LNA lebih memilih perang psikologis dan mengulur waktu memperpanjang usia perang ketimbang ofensif frontal. Tujuannya adalah :
- Mempertahankan status quo
- Berharap ada pemberontakan dari sipil pendukung Sarraj
- Mempertimbangkan (alasan) keselamaan warga sipil Tripoli
- Berharap dukungan intensif negara Arab dan Rusia
- Kekuarangan tenaga petempur dan peralatan akibat embargo militer
Sementara itu sejak Desember 2019 GNA justru mulai mendapat suntikan kekuatan murni 100% dari Turki dan Qatar dan negara simpati lainnya Italia. Atas prinsip persaudaraan muslim, Recep Tayyip Erdogan mengingatkan Jendral Khalifa Haftar bahwa Turki tidak akan dapat menahan diri untuk memberi "pelajaran" jika ia terus menyerang Government Ntional Accrod (GNA).
Sebelum gertakan itupun sesungguhnya Turki telah lebih dahulu mendukung GNA secara nyata tetapi gertakan Erdogan bukan omong kosong. Turki mengirimkan pasukan bayaran dari berbagai elemen pemberontak Suriah dukungan Turki. Hingga saat ini tak kurang 5 ribuan petempur Suriah hadir di Libia membantu GNA.
Selain itu Turki memasok banyak sekali peralatan tempur termasuk drone penyerang Bayraktar TB-2 dan Anka-S dikendalikan langsung oleh pasukan Turki. Sejak Februari 2020, mobilisasi pasukan Haftar dan tempat persembunyiannya terlacak dan satu demi satu dihancurkan. Pusat-pusat pertahanan dan radar di serang oleh drone Turki.
Sejumlah kapal pengangkut peralatan tempur dan petempur dari Turki silih berganti menghampiri perairan Tripoli bahkan langsung ke pelabuhan Tirpoli. Turki juga mengerahkan kapal frigat AL nya membantu serangan (misil) misalnya dalam perebutan pangkalan udara Al-Watiya.
Turki membantu GNA 100% persis seperti Putin lakukan terhadap Bashar al-Assad di Suriah. Beberapa hal diantaranya adalah :
- Melibatkan ahli perang elektronik
- Melibatkan petempur bayaran
- Melibatkan drone sebelum ofensif darat dilakukan
- Memasok peralatan tempur modern dan petempur dengan kapal perang dan pesawat tempur
- Presiden Erdogan melakukan koordinasi dan kontak telepon dengan Sarraj mengucapkan selamat dan evaluasi
Sementara itu LNA dukungan Mesir, UEA dan Rusia hanya masih samar-samar. Ketiga "mitra" Haftar tersebut masih mencari persamaan maksud dan tujuan masing-masing. Akibatnya Mesir hanya bisa membantu "teriak-teriak" secara diplomatis, UEA membantu fiansial dan Rusia membantu pasukan tempur dan peralatan tempur seadanya.
Erdogan kini jumawa, dielu-elukan di Turki. Keterlibatan Turki di Libia dikemas sebagai propaganda Muslim brotherhoods dan mendukung pemerintahan diakui PBB, meskipun tentu saja ada maksud dan tujuan politik dan ekonomi dibalik itu misalnya menancapkan pengaruh the new Ottoman Empire, pengaruh geopolitik dan penguasaan minyak Libia.
Jelas sekali hal itu tidak dapat dilakukan oleh Rusia, Mesir dan UEA dan sejumlah negara Arab yang bersimpati pada Haftar karena (mungkin) masih ada Rusia di sana.
Kini GNA bersiap ofensif ke Tahurna untuk mengurung LNA di timur dan tengah dengan strategi memukul LNA dari belakang ke arah Tripoli.
Tampaknya Rusia musti undur diri secara total Libia jika tak mau pertahanan LNA kebobolan lebih besar. Mimpi Haftar menguasai Tipoli dan mengalahkan GNA dan Turki biar diurus oleh negara Arab saja sehingga jelas perang di sana adalah perang negara Arab melawan pengaruh Turki.
abanggeutanyo
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H