Orang menyebut negara ini adalah "Kerajaan Langit," ada juga yang menyebutnya "negeri di atas awan." Hal itu tidak berarti Lesotho negeri kayangan atau negeri dongeng. Predikat tersebut diberikan karena negeri seluas 30.355 km per segi ini 80% geografisnya berada di atas ketinggian 1800 mdpl. Sisanya (20%) juga tergolong tinggi yakni di atas 1000 mdpl.
Jika selama ini kita berguru (mengacu) pada negara maju dan makmur dalam banyak hal, kali ini mengapa musti ragu "mengintip" ke negara belum berkembang (misalnya Lesotho) apa yang mereka lakukan (kini) tampak perkasa dalam mengatasi Covid-19.
Lesotho berpenduduk 2.140.125 jiwa, jauh lebih banyak dari Timor Leste (1.315.315) tetapi TimorLEste dengan jumlah penderita covid-19 lebih banyak yaitu sebanyak 24 orang dan semuanya (24 orang) itu sembuh.
Seluruh perbatasannya "dikepung" negara Afrika Selatan (penderita covid-19 terbanyak se Afrika) secara teoritis sangat rentan terpapar corona virus dari Afrika Selatan. Sampai saat tulisan ini dibuat jumlah penderita Covid-19 di negara Afrika Selatan mencapai 17.200 orang dan 312 orang telah meninggal dunia di negara berpenduduk 59.218.133 orang tersebut.
Lesotho kini dipimpin Raja Letsie III. Negeri seluas 2 kali dari Timor Leste tersebut sarat mutan konflik politik yang panjang. Beberapa jam lalu saat artikel ini dibuat, sang Perdana Menteri Thomas Thabane menyatakan mengundurkan diri akibat terlibat persoalan cinta segit tiga terbukti berkomplot membunuh istri demi kekasih gelap (istri baru) pada 2017 lalu.
Seperti negara lain, Lesotho juga melakukan pencegahan formal keluar masuk secara ketat dari Afrika Selatan yang menjadi pusat penderita Covid-19 tertinggi se benua Afrika. Lesotho juga pernah melakukan lockdown nasional, tapi hanya 6 hari saja dari 30 April sampai 5 Mai 2020. Kasus pendeerita covid-19 pertama muncul setelah lockdown nasional.
Pada 9 Mai 2020 otoritas melakukan pemeriksaan terhadap 81 orang yang baru tiba dari Arab Saudi dan Afrika Selatan. Pengiriman 81 sampel pada 12 Mai 2020 lalu hasilnya 80 orang negatif dan hanya 1 orang dinyatkan positif Covid-19. Belakangan ada laporan menyatakan pasien tersebut meninggal dunia tetapi tidak dipublikasikan.
Proses pemeriksaan sampel Orang Dalam Pengawasan (ODP) belum dapat dilakukan di Lesotho, sampel dikirim ke Institute Penyakit Menular Nasional (NICD) terdekat di Afrika Selatan.
Sampai saat ini jumlah pengiriman sampel ke NICD sebanyak 597 spesimen hasilnya 295 negatif tetapi sebanyak 301 masih belum terbit hasil pengujiannya. Sumber :TheGuardian.
Meskipun Jack Ma, pendiri Alibaba telah mengirimkan sumbangan 20.000 alat test Corona tetapi Leshoto tidak memiliki pusat pemeriksaan pengujian sampel virus Corona yang standard. Pemeriksaan dikirim ke NICD terdekat di negara Afrika Selatan.
Sebuah rumah sakit yang ditunjuk untuk penanganan pasien Covid-19 hanya mampu menampung 148 pasien. Tampak sekali lemahnya sistem penanganan covid-19 di negara ini meskipun tidak diharapkan terjadinya ledakan kasus di sana.
Pada 13 April 2020 lalu PM Tom Thabane telah melakukan terobosan dalam menyikapi pandemi Covid-19 meliputi beberapa sektor yaitu :
- Dana bantuan untuk penigkatan layanan dan penanggulangan bencana Covid-19 sebesar 698 juta Malati (M). Kurs 1 M = Rp 803. Jadi setara dengan 561 miliar rupiah.
- Dana bantuan untuk sektor swasta, 500 juta M
- Dana dukungan sektor pertanian, 100 juta M
- Dana bantuan hibah 3 bulan untuk warga berusia di bawah 70 tahun selama 3 bulan yang memenuhi syarat, anak yatim, pedagang informal
- Perpanjangan tenggat bayar pajak hingga akhir September 2020
- Beban pajak untuk pebisnis disederhanakan
- Sebanyak 45 ribuan pekerja pabrik yang diliburkan mendapat kompensasi sebesar 800 M sebulan (642.400) selama 3 bulan, bandingkan dengan kompensasi dari dana pra kerja di tanah air kita sebesar Rp 600.000 per bulan
- Suku bunga pinjaman diturunkan
- Pelajar dan Mahasiswa yang belajar di Afrika Selatan tetap mendapat santunan selama 3 bulan sebesar 300 USD sebulan ( total 900 USD)
Sumber : AfricaNews.
Secara kuntitatif angka-angka terobosan Tom Thabane dan telah disetujui oleh Senat terlihat kecil, tetapi bagi negara dengan PDB per kapita sebesar hanya 1.300 USD per tahun itu sudah sangat tinggi.
Ditinjau dari sisi ekonomi negara yang baru merdeka dari Inggris pada 1966 ini masuk dalam kelompok negara berpendapatan rendah dan tingkat produksi (PDB) yang rendah jika tak pantas disebut negara miskin. Lesotho harus meminjam (berhutang) ke IMF dan Bank Dunia untuk menangani dan mencegah bencana kemanusiaan Covid-19.
Terlepas dari perangai PM Tom Thabane dalam masalah pribadi sangat buruk dan harus berhutang untuk penanganan Covid-19, terobosan pemerintah kerajaan "langit" tersebut perlu diselami dalam-dalam. Tingkat kepedulian pemerintah terhadap warga mungkin bisa jadi contoh "suri tauladan" yang perlu dipertimbangkan jika tak mau mengikutinya.
Setidaknya negara ini tidak (belum) ada "potong atas" dalam pemberian kompensasi warganya yang hilang pekerjaan. Kongkritnya tidak ada semacam pungutan untuk pelatihan ojek on line, mengetik MS Word dan cara memancing dan lainnya dengan tarif OMG (oh my god).
abanggeutanyo
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H