Di mana-mana kini di seluruh dunia termasuk di Indonesia pasti ada dan banyak ditemukan warga terkena Putus Hubungan Kerja (PHK) akibat dampak wabah Corona.
Membicarakan warga korban PHK (bukan dipecat) dan pengangguran dadakan di AS menjadi menarik karena negara yang menjadi barometer kekayaan dan ekonomi dunia ini identik dengan negara sangat mapan dan berkecukupan.
Krisis pengangguran besar-besaran yang menimpa negara itu sebuah hal yang menarik dibandingkan di negara yang memang telah sarat muatan dengan gelombang penganggruannya.
Melihat pada fenomena semakin banyak warga AS mendaftar sebagai penerima bantuan korban PHK dan pengangguran dampak wabah Corona timbul pertanyaan bagaimana respon pemerintah menyikapi lonjakan warga AS yang -sebut saja- merasa diri miskin di tengah negeri nan kaya raya tersebut.
Sebagaimana diketahui dari WolfStreet edisi 16 April 2020 lalu memperlihatkan data klaim bantuan untuk pekerja yang kehilangan pekerjaan atau PHK sejak 7/9/2019 hingga 11/4/2020 memperlihatkan pengingkatan pesat.
Selama 4 minggu dalam rentang waktu tersebut memperlihatkan 3,3 juta korban PHK yang mengajukan klaim pada 4 minggu sebelumnya; 6,87 juta korban PHK pada 3 minggu sebelumnya; 6,6 juta korban PHK pada 2 minggu sebelumnya dan 5,1 juta korban PHK pada seminggu terakhir.
Total korban PHK yang mengajukan klaim bantuan ke pemerintah mencapai 22 jutaan orang. Itu pun masih berdasarkan jumlah orang yang berhasil diproses claim-nya oleh Departemen Tenaga Kerja saja, artinya yang mengajukan klaim sesungguhnya pasti lebih besar dari angka yang disetujui tersebut. Sumber: Wolfstreet.com.
Mengacu pada informasi terkini di sini menyebutkan total korban PHK yang mengajukan claim hingga (kemarin) 23/4/2020 telah mencapai 26 juta orang.
Jika dibandingkan dengan sumber pertama di atas dapat disimpulkan jumlah korban PHK dan penangguran yang dapat disetujui claim-nya adalah 22 juta dibagi 26 juta orang atau sebesar 85% telah disetujui.
Kementerian Tenaga Kerja AS (DOL) telah meratifikasi aturan sebelumnya pada 1 April 2020 lalu tentang program kompensasi untuk pengangguran dampak corona virus atau the Coronavirus Aid, Relief, and Economic Security (Cares Act of 2020) guna mengantisipasi lonjakan volume pengajuan tunjangan pengangguran termasuk pengangguran reguler.
Setiap orang yang dinyatakan lulus sesuai persyaratan langsung memperoleh kompensasi $600 setiap minggunya (US$2400 sebulan) hingga Juli 2020 nanti.
Untuk itu pemerintah AS telah menggelontorkan dana tahap pertama sebesar US$320 miliar ditambah kucuran dana baru disetujui (terkini) US$383 miliar sehingga total seluruhnya US$713 miliar, khusus untuk korban PHK dan pengangguran saja.
Sama seperti di Indonesia korban PHK dan pengangguran yang terimbas efek negatif virus corona mempunyai syarat untuk mendapatkan bantuan tersebut.
Tetapi persyaratan di AS sepenuhnya menyangkut persyaratan administrasi yang seharusnya telah diperoleh oleh korban PHK dari tempatnya bekerja.
Apabila persyaratan telah lengkap misalnya batas usia kerja minimal 18 bulan dan tidak dikeluarkan akibat tindakan kriminal (dan lainnya) tidak perlu was-was menunggu harap-hara cemas.
Proses seminggu saja dan dana langsung cair ke rekening tanpa nyantol dulu ke pelatihan online. Tanpa perlu ikut tes pertanyaan dan soal wara-wiri dan motivasi remeh temeh serta biaya pelatihan.
Walaupun ekspektasi tingkat kelulusan ditulis di atas (85%) mungkin berlebihan tetapi seberapapun kelulusannya memperlihatkan pengajuan klaim korban PHK dan pengangguran dadakan pasti memperoleh hak tunjangannya dengan cepat dan tepat. Pemerintah siaga mengucurkan dana demi dana secara tepat sasaran konsekwensi dari tanggung jawab negara untuk warganya.
Mungkin itu sebabnya terlihat semakin banyak warga AS yang merasa "miskin" di tengah terjangan virus corona, warga beramai-ramai mengajukan klaim tunjangan pengangguran sementara pemerintah menyiapkan cara penyaluranya, bukan cara mensiasatinya.
"Itu negara maju bosku, mana bisa ditiru. Lagipula bukan cuma pengangguran yang dipikirin pemerintah.." kata seseorang menolak dibuat perbandingan tentang hal tersebut karena seperti membandingkan langit dan bumi (bukan si kaya dengan si miskin, kuatir ada yang merajuk lagi, hehehee)
Jika selama ini sedikit-sedikit kita mengacu ke negara modern atau maju dalam banyak hal meniru mereka mengapa tidak meniru juga cara dan gaya dengan maju ketika membantu warga negara sendiri korban PHK atau jadi pengangguran dadakan akibat diterjang wabah Corona.
Bukan bermaksud menganggap enteng, jelas sekali negara tak mampu memberi 2.400 dollar dalam sebulan untuk korban PHK atau pengangguran dadakan seperti paman Sam, tapi 200 USD saja dalam sebulan atau 8,5% saja dari cara AS mengatasinya dalam sebulan "bahagia rasanya," karena bangsa kita tergolong bangsa yang suka mensyukuri nikmat dalam situasi dan kondisi apapun.
Bantuan sebesar 200 USD setiap bulan (untuk 2 atau 3 bulan) korban PHK dan pengangguran cuma beberapa persen saja dari total rencana belanja negara (2020) sebesar 2.540 triliun (?).
Mari berasumsi, ambil 2% saja dari sana nilainya sangat besar, 50,8 triliun. Jika benar-benar disalurkan bikin korban PHK dan pengangguran sedikit bisa bernafas lega.
Hal ini akan mudah dilaksanakan jika mau diakomodir, bukan disiasati.
abanggeutanyo
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H