Mohon tunggu...
Abanggeutanyo
Abanggeutanyo Mohon Tunggu... Wiraswasta - “Besar, ternyata ada yang lebih besar, sangat besar, terbesar, super besar, mega besar dan maha besar.”

Nama : FM Al-Rasyid ---------------------------------------------------------------- Observe and be Observed

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Mengapa Warga Tidak Patuh pada PSBB?

18 April 2020   12:50 Diperbarui: 18 April 2020   12:56 273
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto: Antara/Arif Firmansyah

Hingga 17 April 2020 Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) yang ditetapkan oleh pemerintah pada 31 Maret 2020 lalu telah berlaku pada 11 wilayah di seluruh Indonesia. 

Sejak diterbitkan aturannya baru 11 wilayah yang merasa perlu menetapkan pelaksanaan PSBB atau PSBK (berskala kecil), yaitu DKI Jakarta; Kota Makassar; Kabupaten Bogor; Kota Bogor, Kota Depok; Kabupaten Bekasi, Kota Bekasi; Kabupaten Tangerang, Kota Tangerang, Kota Tangerang Selatan; dan terakhir Kota Pekanbaru.

Provinsi lainnya yang akan menerapkan dalam waktu dekat adalah Sumatera Barat. Jika ini terjadi kota atau kabupaten yang menerapkan PSBB atau PSBK se Indonesia akan bertambah.

Sejauh apa tingkat kepatuhan warga dalam pelaksanaan PSBB atau PSBK di 11 kota atau wilayah tersebut di atas? Meskipun tidak ada parameter khusus untuk melihat tingkat kepatuhan tersebut tapi secara umum kita dapat melihatnya melalui liputan dan informasi media berita sebagai berikur:

Herald Makassar.com edisi 12 April 2020 melaporkan warga di 4 kecamtan dalam kota Makassar. Jalan-jalan tetap ramai, warug kopi tetap buka, akses keluar masuk kota Makassar tetap bebas. "Hal itu disebabkan karena tidak ada payung hukum dalam PSBK, tidak ada sanksi seperti pada PSBB," tulis sumber tersebut.

Sumber Elshinta.com melaporkan beberapa jam lalu di sini bahwa dihari ke tiga pelaksanaan PSBB di kota Depok warga tidak patuh. Pengemis banyak yang rebahan di trotoar, penjual makanan keliling bebas berjualan, bonceng 3 masih banyak, warga nongkrong di berbagai tempat biasa-bisa saja. 

Warga tidak pakai masker berkeliaran juga sangat banyak, tulis sumber tersebut. Tidak disiplinnya warga Depok diakui oleh Gubernur Jawa Barat, Ridwan Kamil. Sumber : Ini

Pelaksanaan PSBB di kota Bogor akan mulai selama 14 hari mulai 15/4/2020. Hari pertama pelaksanaan masih berjalan lumayan. Angkutan umum yang beropeasi hanya 50%, Penumpang KRL juga turun signifikan, sementara trafik kendaraan keluar masuk tol Jagorawi juga turun. 

Akan tetapi kondisiya di beberapa tempat nyaris tidak perubahan ada PSBB atau tidak seperti terjadi di Kecamatan Gunung Putri, Kecamatan Cibinong, dan Kecamantan Citereup, semua pabrik-pabrik di sana masih buka.  "Gak ada perubahan sebulum dan sesudah PSBB. Para pekerja tetap wajib pergi kerja. Pergi rame pulang juga rame," Hal ini dilaporkan oleh Ketua Dewan Kesehatan Rakyat (DKR) Kabupaten Bogor, Adi Syarifuddin kepada pers, Kamis (16/04/20). Sumber : Strategi.id.

Di Jakarta Sendiri pelaksanaan PSBB juga belum efektif. Kompas.com melaporkan per 15/4/2020 di kawasan protokol mobil dan motor banyak melintas. Kawasan dipinggiran Jakarta pun masih banyak motor berboncengan tiga terlihat. Beberapa pedagang menjual dagangan tanpa mengenakan masker. Di kawasan Pasar Jumat, Kebayoran Lama warga malah mengacungkan pisau pada petugas ketika disuruh pakai masker (setelah diberi pengertian akhirnya mau juga pakai masker).  

Pelaksanaan PSBB di Tangerang Raya belum diketahui akan seperti apa gambaran kepatuhan warganya karena baru berlaku satu hari. Sementara di kota Pekanbaru juga belum diketahui kondisi umum tingkat kepatuhan warganya seperti apa.

Kita berharap seharusnya warga patuh berlakunya PSBB atau PSBK. Semakin patuh maka tingkat sebaran Covid-19 akan lebih cepat berakhir sebagaimana disebutkan Anies Baswedan mengingatkan warga DKI agar mematauhinya, bahkan kalau tak selesai maka PSBB naya akan ditambah lagi 14 hari lagi.

Dari gambaran umum di atas tampanya pelaksanaan PSBB di beberapa kota dan kabupaten atau wilayah disebutkan di atas BELUM berjalan secara efektif. 

Meskipun kita paham betul bahwa penghuni sebuah kota atau wilayah itu hanyalah manusia biasa yang mempunyai berbagai macam sifat, karakater, akal dengan aneka tingkat kulitasnya tapi dapat dilihat memang masih ada (bukan masih banyak-red) warga yang tidak disiplin. 

Tidak ada data, sruvei yang dapat mewakili angka berapa warga yang tidak disiplin itu dibandingkan dengan yang disiplin. Akan tetapi sedikitpun atau seberapapun angka warga tidak disiplin disebut di atas adalah sebuah fakta yang kontra produktif dalam upaya pengentasan covid-19 di wilayah tersebut. 

Akibat segelintir warga yang tidak disiplin dapat menyebabkan jangka waktu penuntasan Covid-19 di wilayah tersebut semakin lama. Konsekwensinya tentu merugikan semua.

Lalu mengapa warga tidak disiplin mengikuti larangan PSBB? Beberapa kemungkinannya adalah :

  • Belum sampai sosialisasi tepat informasi pada mereka atau sudah tiba informasi tapi mendapat informasi yang salah atau sesat
  • Petugas sosialisasi tidak cakap menguasai sosialisasi atau tidak cakap dalam penyampaiannya
  • Pemerintah Daerah tidak menyediakan stok kebutuhan pokok yang memadai dan menjamin harga yang murah
  • Warga butuh uang untuk memenuhi kebutuhannya. Untuk itu mereka harus keluar rumah bekerja guna medapatkan uang atau bantuan
  • Ada warga yang seharus lebih berhak menerima bantuan tetapi tidak dapat karena kalah cepat atau kalah informasi atau kalah greget dengan warga yang lebih agresif yang bisa saja telah mendapatkan bantuan berkali-kali dan menjadikannya kebiasaan itu sebagai "pekerjaan" baru..

Dari lima kemungkinan penyebab warga tidak disiplin di atas manakah yang paling jadi sebab utama? 

Apapun sebab utamanya pesan sesungguhnya jika warga tidak disiplin PSBB (atau apapun istilahnya) TIDAK banyak membantu percepatan pengentasan Covid-19 di sebuah tempat atau wilayah. Implementasinya sia-sia. Ibarat kata pepatah, arang habis besi binasa. 

Oleh karena itu petugas berkompeten harus meningkatkan pencerahan pada warga tanpa kenal lelah, putus asa apalagi kekerasan. Ancaman kurungan dan denda 100 juta pun tidak akan dipatuhi warga jika sosialisasi dan persiapan tidak bersinergi dilakukan.

Sosialisasi harus dilakukan intensif berkesinambungan dan informatif. Terpenting dari semua ini pastikan stok sembako terpenuhi tapi dengan harga yang murah. Mudah bukan?

abanggeutanyo

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun