Kasus pertama penderita Covid-19 di Indonesia terjadi di Depok Jawa Barat pada 2/3/2020, ketika seorang ibu (64) dan putrinya (31) positif tertular virus Corona. Keduanya adalah pasien pertama dan ke dua virus Corona di tanah air. Keesokan harinya (3/3/3030) Presiden Joko widodo menunjuk Achmad Yurianto secara resmi menjadi jurubicara (jubir) Corona Nasional Jubir Cornas pada 3/3/2020.
Akan tetapi penunjukan itu BUKAN karena 2 pasien pertama itu tapi karena pemerintah telah melihat kapasitas dan kemampuan tokoh yang menjabat sekretaris Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit di Kementerian Kesehatan (P2P Sesditjen P2P) saat jadi ketua tim pemantau karantina WNI yang tiba di pulau Natuna dari Wuhan China pada 2/2/2020 dinilai memenuhi syarat dan kriteria untuk posisi tersebut.
Sejak jadi jubir Cornas "Yuri" nama panggilan dokter militer ini terkesan hati - hati, runut satu per satu memberi keterangan dan penjelasan. Entah karena takut salah atau memang begitulah cara dan gayanya tapi dia telah berusaha memberikan aneka informasi tentang "dunia Corona" sedapat mungkin agar mudah dipahami masyarakat pendengar di seluruh tanah air.
Kini kehadirannya dapat dilihat sehari dua kali. Bebeapa stasiun televisi menyiarkan acara mirip seperti video call tersebut. Pertama pada pukul 12 siang dan yang kedua pukul 17.30 disiarkan langsung dari kantornya "Graha BNPB" di Istana Presiden.
Sejak pertama memberikan keterangan pers pada 3/3/2020 hingga saat ini 2/4/2020 Yuri telah memberikan literasi tentang dunia virus Corona dan penyakitnya kepada masyarakat. Dari sana kita jadi tahu apa itu APD, Social Distancing, ODP, PDP, Pandemi, Covid-19, Karantina, Suspected, Spesimen, Disinfektan dan lain-lain.
Bagi akademisi kesehatan mungkin hal itu biasa-biasa saja tapi bagi masyarakat umum dan awam seperti penulis misalnya, sedikit demi sedikit jadi mengerti karena disampaikan berulang-ulang dengan penyampaian yang baik.
Diakhir penutupan siaran persnya kita sering mendapat cara-cara menghindari dan meningkatkan kesehatan serta pencerahan agar tidak panik (fobia) berlebihan meskipun diharapkan tetap menjaga kesehatan.
Pamor Yuri pun meningkat rasanya hampir menenggelamkan pamor Menkes yang terlihat lebih fokus pada bidang-bidang formalitas. Keputusan Presiden Jokowi memilih tokoh satu ini tidak keliru, begitulah kira-kira tanggapan di media massa pada umumnya.
Akan tetapi Yuri ada juga menimbulkan masalah dalam penyampaian. Entah karena sudah jenuh atau ikut tertekan melihat fakta semakin maraknya kasus demi kasus penderita Covid-19 di tanah air, seakan membuatnya "melebar" dari topiknya.
Yuri pernah memberi perumpamaan petugas kesehatan saat ini bekerja seperti room boy di Hotel-hotel. Akibatnya, Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI) pun melayangkan surat kepada Kemenkes memprotes pernyataan Yuri.
Sebelumnya dalam wawancara dengan Deddy Corbuzier, tanggal 17 Februari 2020 berjudul: "Saya Emosi!! Ternyata Benar RS Menolak Pasien Corona," ujar Yuri yang memantik PPNI melawan sehingga Menkes ikut andil memohon maaf kepada PPNI.
Yuri juga pernah memberikan pernyataan orang-orang boleh mudik tetapi menjaga physical Distancing (jaga jarak). Pernyataan ini dianggap bertolak belakang dengan pernyataan kementerian perhubungan yang telah mengeluarkan statemen melarang orang mudik tahun ini.
Peristiwa terkini pada 27/3/2020 lalu, Yuri melebar kembali dalam "hikayat" kerjasama antara si Kaya dan si Miskin. Keduanya diharapkan sama-sama saling mendukung dalam sistem simbiosis muatualisme memerangi sebaran virus Corona dalam ruang lingkup terkecil, keluarga masing-masing.
Si Kaya diminta melindungi si Miskin (dengan berbagai alasan dan cara) dan sebaliknya si Miskin tidak menularkan penyakitnya pada si kaya sangat membuat sebagian orang tersinggung.
Banyak reaksi negatif dialamatkan kepadanya berbentuk keraguan pada Yuri menjalankan amanat sebagai jubir Cornas. Yuri dianggap tidak teliti dalam berbicara , menyepelekan orang miskin dan segudang kekecewaan dilontarkan warganet kurang koordinasi dengan Menkes, Terawan AP..
Beberapa pejabat dari partai politik di negeri ini ikut menyepelekan perananya dalam posisi tersebut, diantaranya Fadhli Zon mengeritik, penularannya justru dari si kaya ke si miskin.
Ketua KNPI, Haris Pertama menilai pernyataan ini sangat menyakitkan dan rasis. "kami akan laporkan Yuri ke Polisi atas ucapannya itu," ujar ketua Ormas tersebut sekaligus meminta presiden Jokowi memecatnya.
Setelah banjir sorotan Yuri pun terus bekerja dan bekerja. Ia juga berusaha memberi klarifikasi dan penjelasan tentang apa yang dimaksudkan dalam beberapa pernyataan di atas.
Penampilan Yuri dalam 3 hari terakhir sedikit mulai berubah. Meski tetap terlihat kaku dalam membaca data-data atau keterangan tapi berusaha rileks dan santai saat memberi penjelasan. Entah siapa yang mengajarkan itu padanya.
Tetapi apakah sikap luwes itu menandakan ia telah mampu telah menerima kritikan menjadi motivasi guna peningkatkan kepuasan untuk banyak pihak, ataukah kah perubahan itu pertanda akan berakhirnya tugas yang menurutnya terlalu berat "melekat" di pundaknya?
Begitulah Yuri, gara-gara nila setitik rusak susu sebelanga. Gegara terpeleset dalam satu pernyataan serasa punah seluruh totalitasnya selama ini.
Kita berharap Yuri dapat meneruskan tugasnya, tetapi jika Yuri yang ini "pergi" semoga Yuri-Yuri lainnya nanti dapat melayani masyarakat yang semakin sensitif di negeri ini lebih maksimal.
abanggeutanyo
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H