Mohon tunggu...
Abanggeutanyo
Abanggeutanyo Mohon Tunggu... Wiraswasta - “Besar, ternyata ada yang lebih besar, sangat besar, terbesar, super besar, mega besar dan maha besar.”

Nama : FM Al-Rasyid ---------------------------------------------------------------- Observe and be Observed

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Obat Sapu Jagat Favipiravir (Avigan) Siap Lawan Covid-19, Apa Risikonya?

21 Maret 2020   05:37 Diperbarui: 23 Maret 2020   12:31 1520
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
A drug called favipiravir, developed by a subsidiary of Fujifilm called Fujifilm Toyama Chemical. Source : trialsitenews.com

Kita menyambut gembira langkah nyata dan antusias pemerintah memerangi pandemi Covid-19 dengan berbagai cara, salah satunya adalah memesan dua jenis obat yang disebut-sebut obat mujarab menyembuhkan penyakit yang disebabkan oleh virus Corona

Dengan antusias dan gembira Presiden Jokowi mengumumkan pada 20/3/2020 pemerintah telah memesan dua jenis obat yaitu Avigan dan Chloroquine (Klorokuin).

Dalam kesempatan tersebut kepala negara mengatakan telah siap memesan 5 ribu Avigan dan sedang dipesan 2 juta lagi. Sementara obat Chloroquine telah siap 3 juta.

Tidak jelas angka yang disebut itu dalam satuan butir atau untuk jumlah orang. Tapi apapun satuannya yang jelas niat baik tersebut adalah bukti bahwa pemerintah tidak diam. Meskipun BELUM ada antibiotik khusus untuk mengatasi Covid-19 apapun dilakukan agar lebih cepat meredam wabah pandemik tersebut.

Terkait dengan salah satu obat yang dipesan yakni Avigan sesungguhnya adalah sebuah merek obat Favipiravir atau Favilapir atau T-705 yang diperoduksi oleh Toyama Chemical Co (Fujifilm Group). Obat ini pernah digunakan untuk mencegah virus ebola yang menyerang Afrika barat pada Agustus 2014. 

Cambridge.org pada edisi 1 Februari 2015 mengatakan Favipirapir dapat digunakan untuk melawan pandemi virus seperti virus Ebola, Pandemi Influenza H1N1, Demam Lassa dan Demam Berdarah Argentina.

Mirip obat "sapu jagat" tampaknya Favipiravir mampu bekerja untuk berbagai pandemi yang telah ada. Sumber di atas menambahkan ada juga kekuatiran penggunaan obat tersebut. Pertama karena obat tersebut BELUM diuji secara klinis terhadap pasien ebola pada saat itu. Kedua, Favipiravir memiliki risiko Teratogenisitas dan Embriotoksisitas. 

Risiko Teratogenisitas singkatnya adalah potensi masuknya agen asing pada janin sehingga cacat pada saat lahir. Sementara itu risiko Embriotoksisitas adalah risiko keracunan pada embrio. Berdasarkan kedua risiko tersebut, Favipiravir tidak dianjurkan diberikan pada wanita yang baru atau sedang hamil. 

"Favipiravir is known to be teratogenic; therefore, administration of favipiravir should be avoided in women if pregnancy is confirmed or suspected, tulis sumber drugbank.ca.

Kembali pada obat Favipiravir. Sebuah laporan yang diterbitkan oleh sciencedaily.com pada 13 Oktober 2015 memberi kesimpulan tentang"kehebatan" Favipiravir. 

Berdasarkan beberapa kali  eksperimen terhadap kelinci percobaan ternyata Favipiravir mampu bekerja efektif mengobati virus Lassa yang menyerang sekitar 300 ribuan orang dan menewaskan 5 ribuan  di Afrika barat meliputi Siera Leone dan Liberia pada saat itu. Masih menurut sumber di atas, Favipiravin disebut-sebut bekerja lebih baik dari Ribavirin. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun