Setelah melalui perang urat syaraf (psywar) yang panjang berupa mobilisasi besar-besaran angkatan perang dan pernyataan-pernyataan bersifat mengancam akhirnya Turki melakukan "kick off" tanda mulainya secara resmi keterlibatan Turki mendukung pasukan pemberontak Suriah melawan pemerintahan Bahsar al-Assad.
Sesungguhnya posisi Turki dalam pergolakan Suriah sudah sangat lama dan jelas, bukan rahasia umum lagi. Beberapa perang sporadis melibatkan pasukan Turki dan milisinya melawan pasukan Suriah (SAA) dan milisinya telah meningkat pesat sejak setahun terakhir.
Bahkan mulai awal tahun 2020 ini telah semakin signifikan, sebagaimana telah penulis sampaikan dalam artikel sebelumnya di sini dan di sini.
Akan tetapi kick off tanda perang sesungguhnya baru dimulai sejak 19/02/2020 di kawasan perkebunan kota Neyrab sebelah barat kota Saraqib 7 kilo meter dari gerbang pintu masuk ke kota Idlib.
Saat itu pada pukul 6 sore waktu setempat lusinan Tank kelas berat Turki termasuk Leopard dan belasan kendaraan APC serta pick up yang telah dipasangi senjata anti pesawat udara dan misil dan sejumlah milisi memanggul manpad dan TOW merangsek maju dari kota Qaminas.
Dua buah drone patroli milik Suriah dan Rusia yang coba mengamati pergerakan pasukan Turki ditembak jatuh di sisi barat dan timur kota Nayrab.
Sebelum masuk ke sisi barat dan utara di luar kota kecil Nayrab itu lusinan roket MLRS dan artileri Turki ditembakkan ke arah Nayrab.
Satu jam kemudian (setelah serangan pembuka) barulah pasukan infantri dan milisi NLF (National Liberation Front) yang terdiri dari kelompok milisi jihadis Ahrar al-Sham, Faylaq al-Sham dan pasukan pemberontak dari payung Free Syrian Army (FSA) coba merangksek ke sudut kota kecil tersebut.
Akan tetapi langkah Turki menemui kegagalan. SAA balas menyerang dengan artileri. Pasukannya dibantu milisi memanfaatkan parit-parit perlindungan buatan pasukan pemberontak sebelum "diusir" dari kota tersebut menggagalkan serangan besar tersebut.
Rusia yang telah berulang kali mengingatkan Turki agar tidak mengambil langkah keliru karena Turki mendukung terorisme akhirnya juga mengambil sikap tegas dan keras. Lusinan pesawat tempur mengawasi pergerakan tank dan kendaraan lapis baja dan APC serta truk bersenjata milisi dukungan Turki.
Sebuah pesawat tempur Rusia jenis Su-24 nyaris jadi korban misil anti pesawat udara yang dilepaskan pihak Turki ketika sedang melakukan sortir ke ke kawasan pergerakan pasukan Turki. Melihat potensi bahaya semakin besar Rusia mengganti peranan Su-24 ke Su-35. Maka beraksilah setengah lusin Su-35 dari pangkalan udara Hmeymim di Latakia.
Akhirnya pergerakan pasukan Turki dapat dihentikan di luar kota kecil Neyrab. Menurut sumber Suriah 5 petempur mereka mengalami luka serisu.
Di sisi lain, menurut informasi Bulgarian.miltary.com Turki mengalami kerugian dan gagal dalam serangan tersebut. Dua pasukan Turki tewas, 1 tank hancur, 6 kendaraan lapis baja dan APC hancur dan 10 kendaraan pick up pengangkut dan bersenjata berantakan.
Tewasnya dua pasukan Turki diakui secara resmi oleh militer Turki. Jumlah pasukan Turki yang tewas dalam offensif Idlib sejak awal Januari 2020kini menjadi 15 rang.
Setelah "KIck Off" perdana tersebut kedua pihak saling melakukan evaluasi. Dari Turki, Menhan, Halusi Akar mengatakan pada CNN -Turkey Televison "Mungkin perlu dukunga rudal Patriot AS di Idlib," seraya m menambahkan seharusnya Rusia tidak perlu ikut campur atas aksi Turki di Idlib (karena) Turki tidak ingin berhadapan dengan Rusia.
Di pihak AS, Presiden Donald Trump mempertegas dukungan AS mendukung langkah offensif Turki di Idlib akan tetapi belum jelas memenuhi apa tidak permintaan tersebut.
Sambil menantikan dukungan nyata AS, Erdogan juga menanti dukungan NATO bagi terlaksananya anti payung udara Rusia di Suriah khususnya di atas Idlib yang melarang pesawat tempur Turki beraksi di atas udara Suriah.
Kanselir Jerman dan Prisiden Perancis dalam pembicaraan telepon dengan Presiden Putin secara terpisah meminta agar Rusia menghentikan serangan ke Idlib terlebih setelah 2 tentara Turki tewas.
![gambar : tass.com/world/1122685](https://assets.kompasiana.com/items/album/2020/02/21/putin-5e4f8731097f36264434abe2.jpg?t=o&v=770)
Sementara itu jurbicara Kemenlu Rusia, Maria Zhakarova mengatakan "..insiden tersebut (kemarin-red) merupakan pelanggaran perjanjian Rusia-Turki tentang Pemisahan Oposisi Bersenjata dengan Teroris (bersenjata) dan Penciptan kawasan Demiliterisasi. Hal ini berisiko terjadinya risiko eskalasi lebih tinggi di dalam kawasan kedaultan Suriah," ujar diplomat wanita tersebut.
Berdasarkan evaluasi di atas tampaknya sangat jelas, Turki akan meningkatkan skala serangannya dan itu berarti Rusia akan menngkatkan kemampuan pertahanan dan serangan untuk menggagalkan serangan. Lebih lanjut lagi pembaca dapat membayangkan apa seterusnya yang akan terjadi.
Meski demikian kedua negara akan terus berusaha mencari titik temu. Dalam analisa penulis setidaknya kawasan kota Idlib dan ke belakang (ke arah provinsi Hatay) mungkin dapat disetujui oleh Rusia - Suriah. Itu artinya Erdogan harus melupakan M5 Highway dan 9 pos pemantau militer Turki yang telah dikurung SAA di sebagiaan provinsi Idlib, Aleppo dan Hama.
abanggeutanyo
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI