Mohon tunggu...
Abanggeutanyo
Abanggeutanyo Mohon Tunggu... Wiraswasta - “Besar, ternyata ada yang lebih besar, sangat besar, terbesar, super besar, mega besar dan maha besar.”

Nama : FM Al-Rasyid ---------------------------------------------------------------- Observe and be Observed

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Jurus Cegah Kemiskinan ala Muhadjir, Jangan Kawin Sesama Keluarga Miskin

20 Februari 2020   05:53 Diperbarui: 20 Februari 2020   10:52 857
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sosok dan nama Profesor Muhadjir Effendy sudah tidak asing lagi terdengar. Tokoh ini telah banyak makan asam garam di dunia pendidikan, berawal dari guru dan menjadi kepala sekolah hingga menjadi menteri Pendidikan dan Kebudayaan (27 Juli 2016 - 20 Oktober 2019) lalu dipercayakan kembali menjadi Menko bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (PMK) dalam kabinet Indonesia Maju (23 Oktober 2020 - saat ini).

Sebagai menteri koordinasi di kementerian PMK Muhadjir juga mendapat wewenang koordinasi lintas kementerian dengan delapan kementerian lain yaitu : 

  • Kementerian Agama;
  • Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan;
  • Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi;
  • Kementerian Kesehatan;
  • Kementerian Sosial;
  • Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi;
  • Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak
  • Kementerian Pemuda dan Olahraga

Pantas meski bertanggung jawab sebagai menteri PMK kadang-kadang ia berbicara tentang masker (Kesehatan), kadang nyelutuk bidang BPJS (Sosial) dan masalah wanita (PPPA) , lalu menyoroti bidang perkawinan atau pernikahan (Agama) dan yang terkini adalah mengusulkan kepada Kemenag agar menerbitkan fatwa tentang orang miskin menikahi orang kaya.

Dalam kata sambutannya pada acara Rapat Kerja Kesehatan Nasional di JIExpo Rabu (19/2/2020) Muhadjir memberikan pernyataan menarik tetapi mengagetkan, "Mbok disarankan sekarang dibikin Pak Menteri Agama ada fatwa; yang miskin wajib cari yang kaya, yang kaya cari yang miskin," ujarnya.

Muhadjir yang telah malang melintang di dunia pendidikan dan sarat pengalaman menulis jelas punya segudang ilmu pengetahuan berbagai bidang tentu bukan asal bcara. Muhadjir pasti duluan pikir baru bicara, beda dengan tokoh politik pada umumnya bicara dulu baru "mikir" belakangan (setidaknya mikir bagaimana cara mengelak dari salah omong).

Mantan wartawan beberapa media dan pemilik ijazah Regional Security and Defense Policy dari Universitas National Defense Washington D.C., USA, pada 1993 tersebut tentu tidak asal membual. Muhadjir membeberkan angka dan data statistik orang miskin Indonesia saat ini.

Meskipun angka yang disebutkannya masih kecil tapi Muhadjir menyebutkan jumlah orang miskin di Indonesia saat ini 5 juta orang dari 57,1 juta jiwa orang berumah tangga (menikah). Dengan kata lain jumlah orang miskin setara dengan 9,7% berdasarkan jumlah orang berumah tanga.

Jika ditambah dengan status orang "hampir miskin" prosentasenya melesat menjadi hampir 17% dari total orang yang berumah tangga. Artinya terdapat 17% keluarga miskin dan hampir miskin di tanah air.

Setiap tahun ada 2,5 juta orang menikah. "Dan itu dapat dipastikan 10% (pembulatan dari 9,7%-red) orang menikah adalah calon keluarga miskin," ujarnya memperjelas darimana potensi keluarga miskin jadi tetap miskin karena mempelai keluarga miskin menikah (menikahi) keluarga miskin.

Tanpa basa-basi Muhadjir pun mengeluarkan jurusnya yaitu menyarankan kepada calon pasangan agar orang kaya menikahi orang miskin untuk menimalisir lajunya keluarga miskin. Kongkritnya, yang kaya cari yang miskin, sebaliknya yang miskin carilah yang kaya.

Muhadjir yang juga paham bidang agama Islam pun masuk ke ranah syariat (fiqih) agar memperbaiki konsep kufu atau kafa'ah kesetaraan dalam pernikahan. Konsep itu harus dipandang dengan cara yang lebih tepat. Kesetaraan yang dimaksud dalam konsep kufu pernikahan misalnya setara dalam budi pekerti, setara dalam agama dan akhlak dan lain-lain tidak berarti harus setara juga dalam bidang ekonomi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun