Diskusi yang dilaksanakan pada 31/1/2020 itu sesungguhnya reaksi atas saran Rafli salah satu anggota DPR RI asal Aceh dari Partai PKS saat menyampaikan aspirasinya ke Menteri Perdagangan, Agus Suparman sehari sebelumnya, pada 30/1/2020.
Melalui Kemendag, Rafli meminta pada pemerintahan Jokowi agar melegalkan ganja di Aceh. Alasannya ganja bisa jadi komoditas ekspor, lahannya banyak di Aceh.
Selama ini persaoalan ganja sengaja dikondisikan sebagai ancaman nomor 1 (Rafli menyebutnya sebagai konspirasi Global). "Ganja dibuat no 1 bahayanya, nartkotika lain dibuat nomor sekian. Padahal yang paling sewot (gila-red) masuk penjara itu bukan orang ganja," ujarnya semangat seraya menambahkan bersedia cari lahan ganja nanti jika usul beliau disetujui Presiden.
Sejumlah negara telah melegalkan menghisap dan menggunakan ganja (beserta turunan produknya) untuk berbagai keperluan secara terbuka dan ada juga secara terbatas. Negara yang telah melegalkan antra lain : AS (sebagaian negara), Belgia, Belanda, Kanada, Inggris, Estonia, India, Jepang, Kanada, Meksiko, Norwegia, Pakistan, Portugal, Rumania, Swedia dan lain-lain.
Jika harga sawit atau karet anjlok petani membiarkan buah jatuh atau karet meleleh sendiri. Harga ekspor textil jatuh bisa dijual di dalam negeri. Begitu juga kopi, ikan, batubara dan lainnya harga ekspor jatuh masih bisa dijual murah di dalam negeri. Tapi kalau itu terjadi pada ganja, siapa dan kemana mau dibawa? Mudah, ya dibakarlah! Apanya dibakar (Uhuk, uhuuk, batuk jadinya)
Pernahkah yang mulia anggota Dewan kita yang satu itu memikirkan potensi masalah seperti ini? "Ekspor ganja tidak semudah dalam hayalan boos ku," Mungkin itukah sebabnya PKS melakukan klarifikasi bahwa itu bukan suara partai? Tak tahulah.
Artikel ini tidak menulis lagi sisi manfaat dan bahaya ganja agar tidak mewakili kepentingan tertentu. Tentang hal tersebut pernah penulis tuangkan dalam artikel sebelumnya di Kompasiana pada edisi 8 Juli 2012.
Apakah pemerintah Jokowi akan luluh dan kemudian meluluskan usulan wakil rakyat kita satu itu, hanya nurani rekan pembaca budiman dan nurani masyarakat Indonesia yang mampu menilainya.
abanggeutanyo
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H