Di dalam UU nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (UU LLAJ) banyak terdapat nilai positif yang mampu "menjawab" seni atau aturan bagaimana memperoleh kenyamanan dan keamanan berkendara sesama pengguna jalan raya.
Salah satunya mengatur tentang Lampu sein (turn signal) alat komunikasi antar pengendara, baik mobil maupun motor yang digunakan saat berada di jalan.
Pasal 112 ayat (1) kewajiban memberi isyarat dengan menghidupkan lampu sein sebelum berbelok atau berbalik arah. Selain itu pasal 112 ayat (2) tentang kewajiban memberi isyarat dengan menghidupkan lampu sein sebelum berpindah lajur atau bergerak ke samping.
Sanksinya terdapat dalam pasal 294 menetapkan sanksi sebesar Rp 250.000 bagi yang berbelok atau putar arah tapi tidak memberi isyarat atau menyalakan lampu sein.
Sementara itu pasal 284 menetapkan sanksi Rp 250.000 bagi yang pindah lajur atau bergerak ke samping tapi tidak memberi isyarat menyalakan lampu sein.
Ketika aturan dan sanksi terhadap pasal 112 ayat (1) dan (2) ini akan ditegaskan pelaksanaanya dikhawatirkan akan timbul ketegangan antara Polantas atau petugas gabungan dengan para pengguna jalan raya.
Protes dan ketidakpuasan, ujaran menghina bisa menghujam ke arah petugas karena berbagai alasan yang berakhir pada "kekalahan" petugas mewujudkan tegaknya aturan tersebut secara menyeluruh se Indonesia, dari kota besar, jalan provinsi, kabupaten hingga kota kecamatan.
Jika petugas memaksa secara massif dikhawatirkan tidak akan membuahkan hasil walaupun penerapan sebuah aturan (hukum) sifatnya memaksa dan punya kekuatan. Tetapi dalam masalah ini sifat memaksa itu akan menghasilkan lebih banyak masalah ketimbang tujuan.
Perhatikan beberapa potensi masalah yang kelihatan sepele berikut:
- Perlukah penjara dan sel-sel dilipatgandakan ruangannya untuk menampung warga yang terkena sanksi tapi memilih pasang badan (kurungan) 1 atau 2 bulan penjara daripada ganti uang sanksi?
- Perlukah peralatan elektronik disebar dalam jumlah massal seluruh Indonesia untuk merekam aksi para pengguna jalan raya yang terdeteksi melanggar aturan tersebut?
- Bagaimana menyikap emak-emak (ibu-ibu) yang tahunya tancap gas belok kiri, belok kanan hanya dia yang tahu, berhenti tiba-tiba, sein ke kiri dan berbelok tidak sesuai lampu sein. Ketika berhadapan dengan petugas yang akan menilang mereka hanya bisa menangis padahal petugas hanya ingin mengatakan baru saja melanggar aturan lalu lintas UU No.22 Tahun 2009 pasal 1112 ayat (1) bikin emak-emak semaput rasanya.
Cukuplah 3 pertanyaan di atas mewakili tingkat kesiapan Polantas mengantisipasi sikap warga pengguna jalan raya ketika aturan ini akan ditegakkan.
Dalam deru, debu, dan terik matahari atau siraman hujan menerpa para pengguna jalan raya dan petugas yang bekerja, berbagai kemungkinan bisa terjadi.
Pertengkaran, penghinaan hingga adu fisik berujung pada menurunnya kewibawaan petugas di lapangan.
Jika dari ketegangan seperti itu pihak petugas berhasil memaksa warga pengguna jalan raya yang bisalah dikenakan sanksi atau tilang pertanyaannya sanggupkah petugas menghadapinya setiap menit, setiap jam, setiap hari berbilang bulan seperti itu?
Meski petugas Polantas tidak bermental loyo tapi diyakini sulit sekali menghadapi tekanan warga pengguna jalan raya saat ini.
Oleh karenanya kepada pihak Polantas khususnya dan Polri diharapkan melakukan beberapa langkah strategis agar aturan itu dapat terlaksana tapi masyarakat juga dapat mengadopsi (pelan-pelan) aturan tersebut.
Untuk itu mari pertimbangkan beberapa potensi kejadian berikut ini:
Sosialisasikan aturan berlalu lintas (misalnya tentang kewajiban menyalakan lampu sein sebelum berbelok, pindah lajur dan berbalik arah) dibacakan oleh Polantas di setiap persimpangan, bundaran, tempat putar arah (U Turn) menggunakan microphone mobil polantas.
Sosialisasi (halo-halo) itu tidak saja didengar oleh pengendara yang berbuat salah tapi juga dapat didengar oleh warga pengguna jalan raya lainnya sebagai literasi.
Lakukan sosialisasi ini tanpa kenal lelah di pagi hari ketika orang-orang berbondong berangkat ke tujuannya masing-masing. Kemudian lakukan juga di siang hari dan sore hari. Lakukan intensif selama setahun penuh.
Pada tahun pertengahan 2021 Polantas sudah dapat memastikan aturan sekaligus sanksinya dapat terlaksana dengan respon lebih baik daripada saat ini.
Dengan demikian petugas bukan berorientasi pada sanksi (bayar denda) tapi berorientasi pada penegakan aturan dengan cara sosialisasi yang tepat hingga ke akar rumput.
Sosialisasi melalui videotron, leaflet, spanduk dan baliho juga membantu literasi warga mengenal aturan tersebut secara diam-diam.
Tentu tidak dianjurkan menyerahkan tugas tersebut kepada "polisi" Gopek untuk berhalo-halo di tempat strategis disebutkan di atas karena hasilnya kontraproduktif dengan tujuan yang ingin dicapai.
Semoga dengan terlaksananya aturan tersebut seni berkendara di jalan raya nantinya semakin nyaman dan dapat menurunkan tingkat kecelakaan.
abanggeutanyo
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H