Empat parpol baru yang pernah lahir jelang Pemilu 2014 langsung "knock out" (KO) menghadapi angkernya dinamika politik ditanah air. Partai Perindo, Partai PSI, Partai Berkarya dan Partai Garuda telah merasakan pil pahit dinamika politik di negeri ini.
Luangkan waktu sejenak bagaimana terbentuknya 4 parpol baru yang lolos ke Pemilu 2019. Aneka ekspektasi positif menyertai pembentukan parpol tersebut. Dibentuk oleh bintang-bintang politik dari berbagai disiplin ilmu dan segudang pengalaman politik.
Didukung oleh pemodal papan atas ditambah dengan jaringan akar rumput hingga pelosok desa ternyata bukan jaminan parpol baru itu mudah bersaing dengan seniornya. Ke 4 parpol pendatang baru itu langsung KO meninggalkan seonggok catatan sejarah tentang mereka di alam maya.
Kini disebut-sebut partai Gelora bakal hadir sebagai sosok parpol terbaru dan pertama pasca Pemilu 2019. Partai yang tidak ada kaitannya dengan Gelanggang Olah Raga atau Produk tertentu itu adalah singkatan dari Partai Gelombang Rakyat (tampaknya) besutan "kwartet" mantan petinggi Partai Keadilan Sejahter (PKS).
Kwartet itu dapat dilihat dalam logo partai Gelora berisi tiga gelombang (biru tua, merah dan putih). Tiga gelombang itu dinetralisir oleh simbol "Yin" biru muda.
Tampaknya posisi FH berada pada posisi simbol "Yin"nomor 1, melambangkan penjaga keseimbangan antara kekuatan yang saling berlawanan dan menciptakan penyatuan pribadi dan secara umum.
Apa yang membedakan PKS dengan Gelora Indonesia? Pertama sekali adalah azasnya. Tampaknya Partai Gelora ini tidak akan menggunakan azas keagamaan.
Keadilan dan Kesejahteraan punya konsep berbeda. Keadilan berazaskan pada idiologi sedangkan Kesejahteraan berazaskan pada pemberdayaan ekonomi.
Ketiga adalah visi dan misi. Terkait dengan perbedaan dua faksi dan azasnya yang berbeda maka visi dan misinya pun pasti akan berbeda.
Keempat platform kepartaian. PKS memiliki sistem kaderisasi yang unik dan diyakini akan berbeda dengan Gelora.
Ironisnya lagi adalah disebut oleh Fahri Hamzah bahwa kader PKS berpindah ke parpol barunya "TIDAK SEDIKIT." Jika dijabarkan kalimat Fahri memiliki makna bersayap, yaitu "Banyak" atau "Lebih dari Satu." Fahri mengakui membentuk partai tersebut sebagai wujud kekecewaannya pada PKS yang (kini) dipimpin Sohibul Iman. Menurutnya, banyak kader PKS tidak berkembang di partai tersebut selama ini.
Mengacu pada pernyataan Fahri di atas parpol Gelora lahir dari bibit perpecahan dalam tubuh PKS yang telah lama bersemayam di sana dari faksi Kesejahteraan yang awalnya dimotori oleh duet Fahri Hamzah dan Anis Matta (mereka menyebutnya "Presiden PKS").
Selain itu, faktor kekecewaan Fahri Hamzah terasa kental di balik lahirnya jabang bayi Gelora tersebut." Apa boleh buat, kan? Teman-teman merasa stagnasi di partai lama. Karena kebuntuan pikiran ya kita coba pakai akal sedikit saja, katanya.
Kompas.com menjelaskan parpol ini adalah transformasi dari ormas yang disebut Garbi atau Gerakan Arah Baru Indonesia. Ada 5 tokoh dibalik lahirnya partai Gelora, yaitu : Fahri Hamzah (sosok utama); Anis Matta (pendukung); Deddy Mizwar; Hadi Mulyadi dan Triwisaksana (mantan wakil ketua DPRD DKI 2009-2019 : dua periode).
Berdasarkan fakta dan data di atas, sanggupkah Fahri Hamzah menggerakkan partainya nanti melewati syarat ambang batas agar dapat lolos ke "Senayan?"
Entah darimana dasarnya Fahri Hamzah menilai Gelora akan mampu melewati ambang batas parlemen atau Parliamentary Threshold minimal 4% dari jumlah suara sah secara nasional.
Jika Gelora hanya memiliki taktik "mencuri" pangsa pasar PKS tanpa ada perubahan sama sekali secara fundamental dibanding PKS maka kader PKS tidak akan mungkin mengubah haluannya ke parpol pimpinan Fahri Hamzah itu.
Apalagi FH pernah meninggalkan kisruh di partai induknya. Selain itu kader PKS pasti dapat mencium aroma ambisius para mantan pejabat tinggi PKS yang masih berambisi menikmati gemerlapnya dunia politikus.
Jika tidak ingin masa depannya suram, harus ada perubahan fundamental yang membedakan Gelora dengan PKS. Tetapi masalahnya tetap ada yaitu figur FH sesungguhnya tidak lebih populer dibanding Anis Matta dan Dedy Mizwar yang lebih santun dan adem rasanya.
Jika tidak lolos bahkan tidak diikut sertakan dalam Pemilu 2024 jangan salahkan siapa-siapa. Berarti tidak rezeki namanya, sebab dari niatnya saja seperti ingin "melucuti" partai induknya sendiri.
abanggeutanyo
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H