"Itu amanah UU no.6/2014 tentang Desa," ujarnya, sebagaimana dikutip pada sumber ini.
Tampaknya sang pejabat terlalu bernafsu, lupa kewajiban, yang terlintas kesannya cuma Hak saja. Padahal Menteri Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (PDT) saat itu, Eko Putro Sandjojo mengingatkan ada 4 syarat agar dana desa itu bisa cair wajib dengan membuat 4 program utama yaitu :
- Membuat Produk Unggulan Kawasan Pedesaan (Prokades)
- Membuat Embung Air Desa
- Membuat BUMDes (Badan Usaha Milik Desa)
- Membuat Lapangan Olah Raga Desa
Di sisi lain, TUJUAN penggunaan dana desa terutama adalah:
- Untuk Pembangunan Desa: Layanan Desa; Prasarana Desa; Pengembangan Potensi Ekonomi Desa; Pemanfaat SDA lingkungan
- Untuk Pemberdayaan Masyarakat: Peningkatan Kapasitas Warga; Mendukung Kegiatan BUM Des.
Mengacu pada 4 Program dan Tujuan di atas dan dibandingkan kondisi geografis desa tak berpenghuni di Kampung Perkebunan Alurjambu saat ini, secara kasat mata kita bisa menilai betapa kreatifnya imajinasi pejabat daerah memikirkan hak daripada kewajibannya seperti kadis DPMKPPKB Kab Aceh Tamiang di atas.
Siapa yang membuat Prokades diwilayah tak berpenghuni tersebut. Untuk siapa membuat embung air dan siapa yang akan berolahraga di desa itu? Dari 17 KK itu malah ada yang menetap di kota Kualasimpang bahkan 30 km lebih jauh lagi ke kota Langsa.
Ironis sekali, setelah ADD cair ternyata penghuni hanya sebeberapa saja dan kondisnya sangat memprihatinkan dihuni sapi-sapi bobo siang di kantor kepala kampungnya.
Kasus di desa atau kampung Perkebunan Alurjambu adalah sebuah kasus meskipun tidak tertutup kemungkinan juga terjadi di desa-desa lainnya. Contohnya ditemukan indikasi puluhan desa di Sulawesi Tenggara terbukti sebagai "Desa Fiktif" memperoleh dana ADD.
- Tahun2015 transfer dana ADD sebesar Rp 20,8 triliun
- Tahun 2016: Rp 46,7 triliun
- Tahun 2017: Rp 59,8 triliun
- Tahun 2018: Rp 59,9 triliun
- Tahun 2019: Rp 69,8 triliun
- Ditengah timbulnya fenomena bola salju "Desa Fiktif" Proyeksi ADD untuk 2020 direncanakan sebesar 72 triliun rupiah.
Kasus desa fiktif penerima ADD jelas membuat pemerintah pusat murka rasanya. Tapi apa hendak dikata pejabat daerah bahkan desa lebih impresif akalnya. Sebagai pemegang Kekuasaan Pengelolaan Keuangan Desa aparatur negara di daerah lebih "cerdas" daripada ibu Bendahara "Menkeu" pengirim dana. Jika mampu, mungkin sang Bendahara akan menangis melihat dana kirimannya cuma dijadikan tempat sapi bobo siang.
Sia-siakah rencana pemerintah pusat menjalankan program pengentasan kemiskinan dan melawan ketertinggalan desa? Tentu saja tidak karena masih banyak desa-desa lain yang dapatmemanfaatkannya sesuai tujuan pengadaan dana tersebut.
Kasus Kampung Perkebunan Alurjambu di Aceh adalah bola salju Desa Fiktif yang akan menggunung. Para pejabat daerah yang lick mampu mewujudkan imajinasinya. Mereka menikmati nikmatnya ADD melalui "Desa Fiktif." Itu adalah fakta, bukan dengki apalagi sok tahu, heheheee..