Ketua DPP Partai Keadilan Sosial (PKS) Mardani Ali Sera mengatakan bahwa partai dipimpinnya yakin tidak akan sendirian menjadi oposisi terhadap pemeirintah. Alasannya setelah penunjukan posisi menteri diumumkan nanti akan banyak partai-partai lain yang kecewa karena tidak sesuai dengan kuota.
"Harapan tiga, empat atau lima menteri, ternyata cuma satu atau enggak ada," ucap Mardani hakkul yakin langkah kecewanya akan diikuti oleh partai lain dengan rasa kecewa yang sama. Oleh karenanya ia yakin sekali PKS tidak akan sendirian beroposisi.
Tidak lama kemudian, wakil ketua majelis Syuro, Hidayat Nur Wahid juga melontarkan nada kecewa, "Kemarin jadi kompetitor, sekarang jadi pembantu," ujarnya menilai, seakan tidak ada marwah Prabowo karena akhirnya merapat ke pemerintah.
Dari ucapan kedua petinggi PKS itu kita melihat betapa kekanakan cara berpikirnya (jika tak pantas disebut dangkal). Alasannya :
Pertama, dalam politik itu tidak ada teman dan musuh abadi. Nur Wahid lupa dalam politik yang abadi itu hanyalah kepentingan. Jangan heran hari ini berteman (karena sehaluan dan sama pikiran) tapi besok, lusa atau kapan pun bisa jadi musuhan karena berbeda kepentingan.
Partai Nasdem pun kini berpotensi jadi oposisi, padahal Nasdem termasuk partai pendukung pemerintah sebelumnya. Jadi bukan karena jatah menteri banyak atau sedikit lantas kita harus jadi oposisi.
Kedua, jika ukurannya jatah menteri kedua petinggi PKS itu lupa bahwa PKS juga pernah diberi pengakuan atau keprcayaan oleh pemerintah pada masa SBY - Boediono. Saat itu PKS dapat jatah 3 orang menteri. Namun para politisi PKS "rajin" memusuhi pemerintahan SBY. Politikus kakap seperti Fahri Hamzah terus mengkritik pemerintah secara terbuka maupun melalui media massa.
Pemerintah SBY -saat itu- tidak alergi pada kritikan atau minta dipuja puji melainkan memberi pengakuan pada PKS setingkat lebih baik guna sama-sama menggerakkan roda pemerintahan dan negara dalam nuansa politik yang bersinergi pada arah yang sama, bukan arah masing-masing.
Pada masa awal pemerintahan Jokowi pun sesungguhnya PKS pernah ingin merapat ke pemeritah. Sohibul Iman pernah memperlihatkan niat tersebut dengan membawa rombongannya silaturrahmi ke Istana pada 21/12/2015.
Partai PAN sempat menilai positif langkah tersebut sehingga Zulkifli Hasan mengatakan "inilah saat yang tepat bagi PKS bergabung dengan pemerintah" pada saat itu.
Kemudian PKS mengundang Presiden Joki menghadiri acara Musyawarah Nasional PKS tapi Presiden Jokowi "berhalangan" memenuhi undangan tersebut.