Mohon tunggu...
Abanggeutanyo
Abanggeutanyo Mohon Tunggu... Wiraswasta - “Besar, ternyata ada yang lebih besar, sangat besar, terbesar, super besar, mega besar dan maha besar.”

Nama : FM Al-Rasyid ---------------------------------------------------------------- Observe and be Observed

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Kerugian Saudi Aramco Jadi Pelajaran Dampak Perang

23 September 2019   04:57 Diperbarui: 23 September 2019   12:02 1191
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar economictimes.indiatimes.com, cnbc.com, Bloomber.com. Diedit dalam kolase oleh Penulis

Serangan terhadap dua fasilitas minyak Saudi Aramco, Kerajaan Saudi Arabia (KSA) telah terjadi pada malam 14 September 2019 menyasar kilang minyak (Oil Plants) Abqaiq dan ladang minyak (Oil Field) Khurais. Keduanya terjadi secara serentak diserang 20 drone dan beberapa misil penjelajah. 

Sedikitnya 19 serangan lolos kearah dua fasilitas minyak tersebut, 17 diantaranya mengenai sasaran, diantaranya 14 tanki penyimpanan dan 3 tempat pengolahan. Entah seperti apa cara uji balistiknya, disebut-sebut semua tanki dan pengolahan itu memiliki arah (sudut) serangan yang sama, yaitu dari arah utara (diperkiarakan dari Iran).

Kilang minyak awalnya memproduksi 6,8 juta barel minyak setiap hari itu pun terganggu produksinya menjadi kurang dari 1 juta barel per hari dalam beberapa hari terakhir setelah serangan. Serangan itu telah mengakibatkan terganggunya pasokan minyak untuk dunia sebesar 5% setiap harinya.

Dampaknya harga minyak mentah (Brent) langsung melejit 20% per barel menjadi 66 USD per barel. Menurut informasi harga minyak bisa menyentuh angka 100 USD per barel jika KSA tidak secepatnya mengatasi masalah jadi normal kembali.

Berapa kerugian Saudi untuk memelihara dan memperbaiki kembali sarana dan prasarana yang terbakar dan hancur?

Banyak sekali. Yang jelas menurunnya produksi sebesar 5,7 juta barel sehari adalah kerugian sangat besar. Apalagi membutuhkan waktu perbaikan beberapa bulan hingga berjalan normal kembali, sebagaimana dikutip dari sini edisi 17 September 2019.

Akan tetapi menurut informasi terkini seluruh fasilitas yang rusak sedang diperbaiki hingga 30% dan diharapkan akan selesai dan bekerja kembali normal akhir September sebagaimana dikutip dari cnbc edisi 20 September 2019. Dengan kata lain serangan tersebut menyebabkan terganggunya produksi KSA selama 2 pekan (14 hari).

Hampir 84 juta barel merugi akibat tidak berproduksi selama 2 pekan. Jika dikalikan dengan harga Brent 66 USD per barel lalu dikonversikan dalam rupiah (tolong hitung) berapa kerugian yang diderita KSA? Belum lagi biaya perbaikan dan material serta peralatannya yang didatangkan dari AS dan eropa.

Selain itu pengeluaran membayar upah perbaikan serta biaya keamanan jadi berlimpah ruah ketika KSA harus menerima "uluran tangan" AS memproteksi fasilitas penting KSA di masa akan datang dengan sistem anti serangan drone dan rudal balistik.

Pada 20 September 2019, Kapal Induk The USS Abraham Lincon telah memberangkatkan satu armada beranggotakan ribuan pasukan. Meski tidak jelas berapa jumlahnya tapi Menteri Pertahanan AS, Mark Esper mengatakan "menanggapi permintaan KSA, Presiden (AS) telah menyetujui pengiriman pasukan AS yang akan bersifat defensif dan fokus pada pertahanan udara dan seragangan rudal."

Tidak ada makan siang gratis, kata Donald Trump memberi perumpamaan kerjasama militer, ekonomi dan bisnis. Jelas sekali KSA wajib mengeluarkan dana membiayai kedatangan tim pengamanan dan pasukan AS yang diperkirakan akan digelar di kawasan tersebut.

Saat yang sama di tempat lain, KSA sedang fokus terlibat dalam perang yang tidak begitu penting di Yaman sejak 11 Mei 2015. Lebih 4 tahun berlalu belum menghasilkan tanda-tanda menggembirakan selain semakin membuat KSA tenggelam pada ketergantungan membeli armada dan alat tempur AS dan Eropa. Bahkan AS pun tidak ingin terlibat langsung di sana karena tidak melihat sesuatu yang menarik pada Yaman.

Perseteruan gengsi melawan pengaruh Iran (Shiah) disebut-sebut jadi salah satu alasan KSA membela habis-habisan pemeritah defakto Yaman. Akan tetapi militer KSA tidak dirancang untuk berperang di negara lain apalagi untuk invasi bahkan okupasi. Militer KSA dirancang untuk membela dan mempertahankan bangsa dan monarki kerajaan tersebut.

Sesungguhnya penggunan drone dalam pertempuran telah lama ada. Kita mengambil jarak terdekat saja yaitu dalam perang Suriah dan Yaman. Fenomena penggunaan drone di dalam perang Suriah telah terjadi setelah ISIS pertama kali "memperkenalkan" pola serangan drone pada awal 2018 lalu di dalam konflik Suriah. 

Awalnya ISIS menggunakan drone biasa kemudian kembangkan sedimikian rupa hingga dapat dipasang bahan peledak mampu menjatuhkan granat dan bom kecil ke kawasan SDF di Suriah Utara.

Kemudian drone itu dikembangkan dalam berbagai ukuran dan kemampuannya dalam berbagai serangan terhadap posisi SDF, AS dan beberapa kali terhadap posisi SAA.

Konsep drone sederhana itu diadopsi grup militan jihad Hay'at Tahrir al-Sham (HTS) dukungan Turki di Idlib. HTS melakukan intensif melaksanakan serangan drone ke pangkalan udara Himeymim milik Rusia di Latakia, Suriah.

Drone milik HTS membuat Rusia agak kewalahan meresponnya, beberapa drone yang sempat lolos dan merusak sejumlah pesawat sedang parkir di sana. Itu sebabnya Rusia tidak "memarkirkan" pesawat tercanggih generasi ke 5 mereka Su-57 di pangkalan tersebut sampai saat ini.

Di dalam perang Yaman, puluhan kali drone dari Yemen terbang ke berbagai fasilitas militer KSA dekat perbatasan bahkan masuk jauh puluhan kilometer ke dalam wilayah KSA.

Serangan terhadap fasilitas minyak KSA mulai terjadi pada Mei 2019. Ladang minyak Shaybah diserang dan terbakar meski tidak menganggu produksi. 

Salah satu serangan terbesar drone Houthi terjadi pada saat parade militer Yaman dukungan KSA yang dilaksanakan di dekat kota Aden. Serangan itu merengut korban jiwa belasan orang pada 1 Agustus 2019 lalu.

Setelah itu kerap terdengar keberhasilan drone Houthi menyerang jauh ke dalam wilayah KSA. Beberapa misil penjelajah sering menghantam kawasan dan fasilitas KSA.

Berusaha tegar tampaknya KSA kewalahan atau belum ada cara mencegat atau menjatuhkan drone dan misil balistik yang (katanya) ditembakkan dari kawasan yang dikuasai Houthi. Berbagai cara dilakukan KSA menyelidiki dari mana rudal balistik dan misil serta drone itu dilepaskan. Patroli udara pun tidak memberikan jawaban.

Beberapa kali dipublikasikan drone dan misil houthi telah ditembak jatuh tapi ancaman drone dan misil Houthi tampaknya adalah bola es yang awalnya kecil menjadi besar dan makin membesar hingga terjadilah serangan raksasa yang tak mampu dicegah bahkan dicegat oleh sistem pertahanan udara modern KSA seperti pada fasilitas minyak milik Saudi Aramco disebutkan di atas.

Perang konvensional, asimetris, perang proksi, perang modern atau apapun jenisnya pada zaman ini ternyata kerugiannya bisa amat dahsyat. Sebuah serangan bisa memaksa satu pihak harus bertekuk lutut secara tiba-tiba akibat lawan melumpuhkan salah satu pusat ekonominya. 

AS telah memperlihatkan dengan bom atom menekuk Jepang pada perang konvensional dalam PD2. Dan Houthi atau Iran sedang berusaha melakukannya untuk KSA. Sementara HTS bersama SNF (Syrian National Front) dukungan Turki dalam payung FSA sedang mempelajarinya terhadap Rusia dalam perang asimetris dan proksi.

Jika hal sama terjadi pada Iran apa reaksi dunia khususnya Rusia? 

Semoga tidak akan terjadi pada siapapun juga karena dampak perang itu ternyata lebih banyak merugikan ketimbang menguntungkan. "Yang kalah jadi debu, yang menang jadi arang.." 

Salam Kompasiana

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun