Kali ini Aziz tak berdaya. Ia menyesal dan tampaknya ia sedang lupa dibumi mana sedang berada atau berpijak dan pada entitas budaya mana ia sedang berada. Setelah dihujani lontaran kontroversial di mana-mana Aziz pun terhenyak. Kemarin, Selasa (3/9/2019) Azis menyampaikan permohonan maaf dan berjanji merevisi desertasinya. "Saya mohon maaf kepada umat Islam atas kontroversi yang muncul karena disertasi saya ini," ujar Abdul Aziz dalam jumpa pers di Pascasarjana Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijaga, Yogyakarta. Dikutip dari tribunnews.com.
Siapakah Muhammad Syahrur? Lengkapnya Profesor Doktor Mohammed Shahrour. Dia lahir di Damaskus pada 11 April 1938. Profesor lulusan Universitas Dublin dan mengajar di Moskow dan juga di Fakultas Tekis Sipil Emeritus di Universitas Damaskus ini sesungguhnya bukan ahli fiqih tetapi sering melibatkan diri dalam hal ini. Selengkapnya dapat dilihat di unitingvalues.org.
Syeh Albani pernah mengenalnya sebagai teman diskusi pada akhirnya dapat menyadari bahwa Syarur adalah komunis. "Dia seorang atheis," ujar Albani sebagaimana dikutip dari bataranews.com edisi 3 September 2019.
Selain tentang teknik sipil dia juga banyak mengeluarkan buku berisi tentang teknik pemikiran liberal dengan prinsip antisinonimitas. Metode itu menggambarkan bahwa setiap istilah di dalam Al Quran punya makna yang tidak identik. Contohnya, tentang perbudakan, seks bebas, tentang dan perkawinan Syahrur punya pemikiran tersendiri.
Terhadap Zina (menurutnya) boleh dipertontonkan ke publik dan halal selama dilakukan atas dasar suka sama suka. Islam menjunjung HAM. Selama perbuatan itu dilakukan suka sama suka, tidak ada penipuan, sudah dewasa dan niat tulus tidak dapat dikatakan Zina. Dan itu halal, ujarnya.
Pemikiran Syarur lainnya yang ngawur adalah dalam sebutan Syahadat, cukup mengucapkan "Asyhadualla ila hailallah" saja, tanpa perlu meneruskan dengan "Wa Assyhaduanna Muhamadarrasulullah." Alasannya "Wa Assyhaduanna Muhamadarrasulullah" itu bukan rukun iman.
Inikah tokoh suri tauladan dan junjungan seorang calon diktor Abdul Aziz dan itu telah diluluskan oleh tim penguji, lulus pula dengan "sangat memuaskan," dan masih diiringi dengan tepuk tangan para undangan dari rekan sejawat dan handai tolan.
Luar biasa.. inikah potret cendekiawan di negeri kita?
Tentu tidak jawab cendikiawan lainnya sebab itu (Aziz) hanya segelintir cendikiawan liberal yang menghiasi dunia pendidikan dan intelektual di tanah air. Tapi bagaimana jika hari demi hari cendikiawan seperti Aziz semakin mewabah dan membanjiri tanah air ini nanti?
Semoga Aziz tidak menjawab bebas, "kalau urusan nanti, nanti sajalah dipikir. Tidak perlu sekarang." Uuuhhh miris rasanya begitu bebasnya kerangka berpikir doktor satu ini.
Salam Kompasiana