Dalam catatan penulis sesungguhnya tanda-tanda munculnya kesadaran Prabowo sudah terlihat saat mulai bijak menyikapi hasil Pilpres KPU. Proabowo tidak tertarik ajakan people power atau sejenis dengan itu melainkan melaui cara elegan dan legal yakni ke Mahkamah Konstitusi (MK).
Tanda-tanda Prabowo mulai bijak menyikapi potensi "kehancuran" penulis ingat saat didampingi Sandi Uno dan timses menyampaikan sikap politik yang penulis nilai "cerdas dan hati-hati" ketika memberi pidato di kediamannya bersifat mendinginkan suasana saat terjadi kerusuhan 21-22 Mei 2019. Ketika itu kerusahan mulai meingkat panas akibat mulai jatuhnya korban jiwa.
Saat itu Prabowo meminta pendukungnya agar mengikuti langkah-langkah konstitusional dan bersabar menghadapi tekanan yang diberikan oleh aparat keamanan. Salah satu paragraf yang cerdas menurut penulis adalah dalam penggalan pidatonya (22/5/2019) adalah berikut ini :
Saya tegaskan kepada semua yang masih mau mendengar saya, para pendukung saya, sekali saya tegaskan hindari kekerasan fisik berlakulah sopan santun. Hormatilah pejabat pejabat penegak hukum dan jangan sekali-kali menggunakan kekerasan. Memang berat, saya memahami.
Kehati-hatian Prabowo tercermin dalam pidato yang sama tertuang dalam penggalan berikut :
Apapun terjadi demi negara, bangsa dan negara demi seluruh umat, demi semua agama hindari kekerasan.
Melalui dua penggalan isi pidato diatas penulis menangkap signal "sadar' Prabowo tampaknya mulai meningkat. Dia mulai sadar bencana seperti apa akan terjadi JIKA meneruskan jargon-jargon bersifat memantik panas lebih membara sebagaimana yang diinginkan pendompleng dalam barisannya. Untung Prabowo cerdas dan hati-hati menyikapinya.
Dari situ kita yakin bahwa aksi people power dan menolak ke MK sebagaimana diusulkan Amien Rais (dkk) pasti tidak akan sejalan dengan kebijakan Prabowo seiring dengan meningkatnya alam bawah sadar Prabowo setelah melihat fakta demi fakta pendompleng (yang sekarang disebut "penumpang gelap") telah banyak bergelayut dimana-mana dalam kendaraan politiknya.
Benar saja, akhirnya Prabowo menempuh jalur Hukum dan membawa kasusnya ke MK dengan ekspektasi (dalam hati) mustahil bisa menang. Dan faktanya MK menolak semua tuduhan paslon 02.
Setelah keputusan MK itu Prabowo bukannya membara melainkan meneruskan sikap cerdas dan hati-hatinya melalui pidato pernyataan politik berikutnya menghormati putusan MK pada. Dia mengakui sangat kecewa dengan keputusan tapi harus patuh pada konsitusi. "Namun kita semua sepakat akan tetap patuh dan mengikuti jalur konstitusi kita yaitu UUD RI 1945 dan sistem perundang-undangan," ujarnya.
Dari kedua peristiwa di atas tampaknya jelas secara eksplisit Prabowo sudah menyadari ada "penumpang gelap" dalam kendaraan politiknya sejak menyampaikan pidato pada 22 Mei 2019. Kita tidak tahu secara implisit kapan sadarnya mulai terjadi karena tidak dapat menebak secara pasti.