Mohon tunggu...
Abanggeutanyo
Abanggeutanyo Mohon Tunggu... Wiraswasta - “Besar, ternyata ada yang lebih besar, sangat besar, terbesar, super besar, mega besar dan maha besar.”

Nama : FM Al-Rasyid ---------------------------------------------------------------- Observe and be Observed

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Beda Rasa Blackout PLN Jabodetabek dan Daerah

6 Agustus 2019   13:23 Diperbarui: 6 Agustus 2019   14:55 112
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber gambar : news.beritaislam.org l

Persoalan mati listrik PLN (blackout) telah terjadi di negara dan kota manapun di seluruh dunia. Meski lumrah terjadi di seluruh dunia tetapi tidak seperti yang terjadi di negara kita. Di tanah air, khususnya di beberapa daerah peristiwa mati lampu bisa terjadi 3x sehari seperti minum obat jadinya.

Peristiwa pemadaman PLN (blackout) di sebagaian Jabodetabek pada hari minggu dan berlanjut pada Senin (5/8) ikut membuat kita prihatian. Masalahnya akibat pemadaman tersebut tidak saja kerugian material yang dihadapi oleh masyarakat tapi sampai ke masalah imaterial seperti terlambatnya orang-orang berpergian dengan KA dan terganggunya pekerjaan tukang cukur rambut  dan sebagainya.

Matinya ikan hias sejumlah pengusaha di Jabodetabek hingga  tidak berfungsinya layanan fintech akibat tidak berfungsinya internet serta ribuan bentuk kerugian lain tidak dapat disebutkan satu per satu pada tulisan ini adalah kondisi realistis betapa banyak bentuk kerugian di segala bidang akibat terganggunya pasokan energi listrik.

Meski berlangsung dua hari telah memancing anggota DPR mengeritik Menteri BUMN. Masalahnya tidak sampai di situ, blackout PLN Jabodetabek juga memantik marah seorang Presiden hingga berkunjung ke kantor pusat PLN untuk bertanya ada apakah gerangan?

Setelah mendengar penjelasan "panjang x luas x lebar" Plt. Dirut PLN, Sripeni Inten Cahyani tidak ada tanda raut kepuasan Presiden Jokowi selain mengingatkannya bahwa dirinya (Jokowi) perlu penjelasan singkat, padat dan blak-blakan "agar masalahnya dapat diselesaikan," ungkap Presiden sebagaimana disebutkan kompas.com.

Apa yang dirasakan sebagian masyarakat, pengusaha dan sentra ekonomi di Jabodetabek adalah pengalaman yang dirasakan masyarakat lain di banyak daerah. Persoalan blackout dan buruknya pelayanan PLN sesuka hati mematikan lampu berjam-jam bahkan bergiliran selama beberapa hari sudah sangat sering dirasakan oleh masyarakat. 

Sebut saja beberapa kasus. Warga Sumenep pada 15 April 2019 merasakan lima hari listrik mati tanpa pemberitahuan pihak berkompeten, tulis matain.id

Sebelum penulis pindah dari Kalbar pada tahun 2012 lalu sering merasakan peristiwa mati lampu di Kalbar termasuk saat berkunjung ke Sanggau. Tetapi 6 tahun kemudian (2018) warga Sanggau ternyata masih mengeluh mati listrik melulu di Kalimantan Barat. Seperti dalam info tribunnews.com 

Persoalan matinya lampu akibat terhentinya suplai energi listrik dengan berbagai sebab telah sangat sering terjadi. Beberapa sebab paling sering terjadi matinya lampu di berbagai daerah adalah:

  • Pemasangan instalasi gardu
  • Adanya pohon tumbang dan aliran disambar petir
  • Tower tumbang akibat digergaji pihak tidak bertanggung jawab
  • Suplai energi tidak cukup
  • Perawatan (maintenant) mesin listrik, dan lain-lain

Meski PLN juga mengaku rugi akibat padamnya listrik  akibat beberapa hal disebut di atas tetapi kerugian diderita konsumen adalah bentuk tanggung jawab PLN atas pelayanan monopolistisnya pada masyarakat.

Semua faktor penyebab terganggu atau terhentinya aliran listrik disebut di atas terpaksa harus dimaklumi oleh konsumen meski beberapa diantara konsumen tak luput mengungkapkan kekesalannya dengan kata-kata tak sedap terdengar.

Terasakah PLN mendengar teriakan bernada emosi ketidak puasan sebagian konsumennya menderita kerugian akibat sejumlah penyebab disebutkan di atas?

Tapi inilah yang terjadi. Tidak sanggup lagi terdata berapa banyak peralatan elektronik yang rusak akibat peristiwa byar pet PLN tanpa teding aling-aling bahkan kekurangan tegangan.

Kemudian saat konsumen bersalah tanpa ampun dihajar ganjaran denda, pemutusan aliran dan proses administrasi pemasangan yang ribet berbelit dan tambahan biaya.

Apakah semua disebutkan di atas adalah "nasib" konsumenPLN  di daerah yang telah (pernah) merasakan berjam-jam, berulang kali bahkan berhari-hari pemadaman listrik baik mendadak ataupun bergilir (terencana)?

Nasib atau bukan faktanya adalah aneka jenis kerugian yang diderita oleh konsumen PLN di Jabodetabek sama rasanya yang diderita konsumen PLN di daerah, yakni terganggu di segala bidang. Bedanya gangguan yang diderita atau rasakan oleh konsumen PLN Jabodetabek membuat seorang Presiden harus turun tangan bertanya ke kantor PLN pusat.

Apakah Presiden dapat merasakan apa yang dirasakan konsumen di daerah yang merasakan gangguan aktifitas sebagaimana dirasakan konsumen PLN di Jakarta? Merasa tentu saja, tapi soal berkunjung belum pasti. Sebaran peristiwa, luasnya wilayah dan banyaknya kota yang mengalami hal sama tidak mengharuskan Presiden yang harus turun tangan.

Oleh karenanya perlu perhatian lebih intensif dari pejabat berkompeten untuk mengurusi manajemen kelistrikan secara nasional, tidak fokus dan intens di Jabodetabek saja sebab kadar kerugian akibat blackout PLN sama rasanya bagi setiap pelanggan baik di daerah maupun Dejabotabek atau pulau Jawa.

Selain perhatian intensif juga memerlukan perhatian konstruktif berupa solusi energi massal bersumber dari energi lain mengahsilkan output raksasa misalnya tenaga angin dan air yang berlimpah ruah tersedia di seluruh daerah negeri kita. 

Hal yang tak kalah penting adalah membangun energi listrik bertenanga nuklir. Meski dampaknya berbahaya dan pengurusannya (mungkin) memerlukan izin dengan pihak berkompeten urusan nuklir dunia tapi itu soal tantangan yang tujuannya adalah solusi dari persoalan gangguan listrik bahkan kekurangan listrik saat penduduk negara ini akan semakin berlimpah ruah ketika era populasi "bonus 2030" bakal terjadi.

Perhatian intensif dan konstruktif itu akan lebih solutif daripada membuat Sripeni Inten Cahyani malah redup sinar wajahnya ketika mendapat "gugatan" dari Presiden. Tapi hal itu juga akan dialami oleh "Cahyani-cahyani" lainnya yang akan memimpin PLN di masa akan datang apabila perhatian bersifat konstruktif dan intensif itu dianggap angin lalu oleh sebagian pelaksana kebijakan di PLN. 

Salam Kompasiana

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun