Kasus pembalut wanita hasil daur ulang telah lama terjadi atau muncul di Indonesia. Jika tak salah sejak 2013 (6 tahun lalu) telah ditemukan bukti adanya pembalut wanita yang di daur ulang dari pembalut bekas pakai.
Pekanbaru.tribunnews.com edisi 17 Mai 2013 mengungkap bahwa ditemukan bukti peredaran pembalut wanita hasil daur ulang yang berpotensi menyebabkan terjadinya kanker serviks akibat penggunaan bahan pemutih yang terbuat dari bahan Dioxin.
Salah satu Kompasianer Dewi Fitryaningrum melalui artikelnya pada 1 Januari 2014 memberi cara untuk membedakan pembalut wanita terbuat dari bahan bekas pakai atau bukan, sebagai berikut:
Sobek pembalut dan ambil sebagian lembaran dari inti pembalut lalu celupkan ke dalam air dalam gelas tersebut dan aduk dengan sumpit. Lihatlah perubahan warna air yang terjadi setelah diaduk. Apabila airnya menjadi putih keruh, itu berarti Anda menggunakan produk yang kurang berkualitas dan banyak mengandung pemutih. Namun jika warna air tetap jernih, maka pembalut tersebut aman untuk digunakan karena tidak terdapat dioxin atau pemutih.
Menurut Liputan 6.com edisi 28 Maret 2019, di Tiongkok sendiri hasil daur ulang dari pembalut dan popok bekas dapat dijadikan produk "mengerikan" sebagai berikut:
- Pembalut bekas menjadi popok bayi
- Popok dan pembalut bekas menjadi bantal
- Popok dewasa bekas dijadikan popok baru kembali
Apa dan bagaimana cara mencegah serangan bahan bekas masuk ke tanah air dan didaur ulang menjadi produk sejenis yang baru kembali tentu bukanlah kemampuan kita secara personal untuk mencegah apalagi mengatasinya. Diperlukan kebijaksanaan dan keseriusan pemerintah untuk secara totalitas melakukannya sebagaimana diperlihatkan oleh pemerintah Malaysia disebutkan di atas.
Sebab salah satu kesehatan terpenting bagi wanita adalah masalah mengatasi menstruasinya dengan pembalut yang sehat, bersih dan tentunya terjangkau harganya dan tersedia merata persediaannya.
Meski telah sangat terlambat namun pencegahan seperti dilakukan Bea Cukai Tanjung Perak harus diterapkan secara serentak di seluruh tanahh air meskipun kegiatan impor barang sampah itu juga merupakan salah satu denyut sektor perekanomian, akan tetapi tampaknya lebih besar bahanya ketimbang manfaatnya.
Apakah pembalut wanita yang berbahan asli (bukan dari hasil daur ulang sampah pembalut bekas) akan diproduksi dengan harga mahal? Berikut harga menstrual pads atau sanitary pads atau sanitary napkin di AS yang katanya dibuat dari bahan bukan daur ulang.
K***x, mulai diperkenalkan sejak 1920 di AS. Produk ini telah menyebar ke seluruh dunia hingga sampai ke Indonesia. Melalui salah jasa toko online penulis lihat harganya bervariasi dari 56.900 (kemasan biasa 30 pads) hingga 71.100 (kemasan lux 30 pads). Artinya kemasan biasa harganya Rp 1.896 per lembarnya. Sedangkan yang lux Rp 2.370 perlembarnya.
Silahkan bandingkan dengan produk yang biasa dipakai dan beredar di tanah air sebut saja S****x isi 18 dengan harga sebelum pajak Rp 18.500 ( Rp 1.156 per lembar sebelum pajak) tampaknya tidak jauh-jauh amat selisih harganya.
Apabila pemerintah mendorong kampanye alat pembalut wanita dari bahan yang terjamin murni dan bersih tentunya para produsen nanti akan berlomba-lomba menghasilkan produk "steril" tersebut sehingga terjadi mekanisme pasar menghasilkan produk yang bermutu dan biaya produksi yang efisien sekaligus menghasilkan produk dengan harga jual yang terjangkau (murah) bagi wanita yang membutuhkannya di seluruh tanah air dari kota hingga ke pelosok desa.