Setiap kali Eko pulang kerja sepasang anaknya (yang sulung Toni dan adiknya Yani) senantiasa menyambut riang gembira. Ada yang pura-pura bantu mengangkat tas kerja ada juga yang "bantu" bukain sepatu dan kaos kaki Eko. Sementara istri (Sari) seorang ibu rumah tangga tulen alias tidak pnnya pekerjaan sampingan apapun selain megurus anak, suami dan rumah tangga senantiasa menyambutnya dengan penuh hangat dengan menyiapkan kopi minuman kesukaan Eko hampir setiap hari.
Demikian perjalanan hidup Eko sejak anaknya 0-2 tahun hingga masing-masing berusia 7 dan 9 tahun kerap menyambutnya dengan aneka tingkah polah, ada yang asal bertanya hingga ada nyanyi-nyanyi menirukan nyanyian di televisi baru ditontonnya.
"Bawa pulang jajan apa yah..." tanya Tony sambil menenteng tas ayahnya
Ohh tidak, hari ini ayah kemalaman gak sempat singgah dimana-mana.." balas Eko berusaha menghibur anaknya
Si bungsu Yani ikut meramaikan membuka tali sepatu dan kaos kaki ayahnya sambil bernyanyi kadang sambil celoteh sambil melapor peristiwanya hari ini.
Begitulah Eko sebagai tulang punggung keluarganya sendiri juga menjadi tulang punggung keluarga besarnya juga mendapatkan rezeki dari gaji bulanan sebagai salah satu manager di perusahaan tekenal untuk kebutuhan keluarganya sendiri dan membantu adik-adiknya di kampung juga beberapa saudara yang membutuhkan bantuan tertentu.
Kehangatan dan keceriaan itu berubah 180 derajat ketika prahara datang menimpa yang menyebabkan Eko harus mengundurkan diri secara hormat dari perusahaannya. Eko yang terkenal dan gigih bekerja sesuai prosedur di perusahaannya dianggap terlalu berbahaya oleh sejumlah besar anak buahnya yang yang telah terbiasa bekerja dalam "zona nyaman" masing-masing. Maklum Eko baru 2 tahun dipindahakan ke kantor barunya di sebuah provinsi.
Tak sampai disitu, akibat fitnah keuangan juga menyerempet ke Eko, sebagian besar Pesangonnya dipotong untuk menutupi kerugian perusahaan akibat terjadinya khaos berlarut selama hampir 5 bulan sebelum Eko memilih pensiun.
Fitnah massal yang diperagakan oleh hampir seluruh anak buahnya menyebabkan Eko menjadi "tersangka" akibatnya terciptanya kondisi tidak kondusif dalam perusahaan. Memilih bertanggung jawab Eko mengajukan resign sekaligus pensiun dari perusahaannya Eko mencoba merakit hidup baru dengan semangat baru.
Eko berusaha melupakan kekecewaan akibat "dikerjain" oleh bawahannya secara berkomplot sehingga rela melepas kariernya demi kelangsungan hidup dan soliditas perusahaannya meski mengorbankan "dapurnya" sendiri.
Teringat oleh Eko suasana puasa pertama ketika tidak menjadi karyawan lagi meski dalam suasana masih "lelah batin" tapi masih mampu menghidupi keluarganya secara normal hingga masuk Idul Fitri pertama tanpa merasakan hadirnya THR lagi.