Mohon tunggu...
Abanggeutanyo
Abanggeutanyo Mohon Tunggu... Wiraswasta - “Besar, ternyata ada yang lebih besar, sangat besar, terbesar, super besar, mega besar dan maha besar.”

Nama : FM Al-Rasyid ---------------------------------------------------------------- Observe and be Observed

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Pindahkan "Ibu Kota" dari Singapura ke Jakarta

1 Mei 2019   00:02 Diperbarui: 1 Mei 2019   06:22 770
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Gonjang ganjing rencana pemindahan ibu kota telah lama ada. Pada zaman kolonial pun sudah pernah muncul ketika Gubernur Jendral HW Daendels  pada 1808 - 1811 berencana memindahkan ibu kota VOC ke Surabaya.

Rencana pindah ibukotapun terus bergulir dari masa ke masa sampai kini. Aneh bin misterius semua rencana hanya tinggal rencana. Jakarta tak tergoyahkan, ibu kota negara pun tetap eksis di atas bumi Jakarta, seolah menantang bak jagoan si Pitung dari Betawi "kagak ade yang bisa mindahen gue, tauuuu.." hehehehee.. Faktanya memang begitu setiap rencana mencuat tak ada satupun langkah nyata terealisir setidaknya hingga saat ini. 

Issu hangat tersebut kini mencuat kembali, tapi kali ini dapat mungkin mendekati serius setelah rapat terbatas yang digelar di Kantor Presiden Senin (29/4/2019)  Presiden Jokowi sudah memantapkan pilihan untuk memindahkan Ibu Kota ke luar Jawa.

Sebelumnya, hampir semua issu pemindahan ibu kota pernah ada dalam 1 dekade terakhir cuma seminar, kajian dan diskusi. Uniknya lagi  issu itu senantiasa menguat kala musim hujan tiba seperti Jakarta sedang dilanda banjir, di situlah gonjang-ganjing pemindahan ibu kota membuncah kembali.

Beberapa nama kota pun pernah menjadi alternatif. Ada yang mengusulkan Banjarmasin sebagai ibukota Republik Indonesia. Ada yang mengusulkan ke Jawa Barat, Banten lebih dekat. Ada yang mengusulkan ke Sulawesi agar berada di tengah-tengah. Ada juga yang menyarankan ke Bukit Tinggi yang pernah jadi ibukota. Ada juga yang menargetkan Lampung karena alasan waktu dan jarak yang efisien dekat Jakarta dan masih banyak lagi usulan lainnya.

Jakarta yang terasa kian ringkih menanggung penghuninya yang semakin berat. Bumi Jakarta memang seakan bergetar menahan penghuninya tapi dia tetap berusaha kokoh dan tegar seperti tegarnya status ibu kota masih melekat di pundaknya hingga kini.

Mengapa Jakarta masih dipertahankan sebagai ibu kota tentu banyak alasannya, antara lain adalah dari sisi yuridis formal. Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2007 tentang Pemerintahan Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta sebagai Ibukota Negara Kesatuan Republik Indonesia (LN 2007 No. 93; TLN 4744).  Beberapa hal terpenting diantara yang penting adalah :

  • Kedudukannya dalam Pasal 3,tertulis "Provinsi DKI Jakarta berkedudukan sebagai Ibukota Negara Kesatuan Republik Indonesia."
  • Fungsinya dalam pasal 4 : "Provinsi DKI Jakarta adalah daerah khusus yang berfungsi sebagai Ibukota Negara Kesatuan Republik Indonesia dan sekaligus sebagai daerah otonom pada tingkat provinsi."
  • Peranannya dalam pasal 5 : "Provinsi DKI Jakarta berperan sebagai Ibukota Negara Kesatuan Republik Indonesia yang memiliki kekhususan tugas, hak, kewajiban, dan tanggung jawab tertentu dalam penyelenggaraan pemerintahan dan sebagai tempat kedudukan perwakilan negara asing, serta pusat/perwakilan lembaga internasional."

Peraturan lainnya adalah UU Presiden Republik Indonesa No. 10 tahun 1964. SK bertanggal 31 Agustus 1964 itu ditandatangani Presiden Soekarno telah dicatat dalam Lembaran Negara (LN) No.1964/78. TLN.2671. Menyatakan dan menetapkan dengan tegas dan jelas bahwa Daerah Khusus Ibukota Jakarta Raya sebagai Ibukota Negara Republik Indonesia, dengan nama : JAKARTA.

Tidak perlu buka sejarah ratusan atau seribu tahun yang silam. Ambil contoh saja4 dekade terakhir telah banyak negara melakukannya. Bahkan ada yang pindah sampai dua kali seperti Selandia Baru dan Pakistan.

Memindahkan ibukota memang bukan hal yang aneh meskipn tidak mudah dan Indonesia telah membuktikannya. Bagaimana bisa terealisir, rencana mengubah UU saja belum terpikirkan konon lagi "main angkut koper" saja mirip boyongan pindahan rumah.

Selain hambatan persiapan UU nya hambatan besar lainnya tertutama datang dari dalam persepektif masyarakat, warga ibu kota dan investor dikuatirkan banyak diantara mereka yang tida setuju dengan berbagai alasan terutama karena motif ekonomi. 

Oleh karenanya meskipun Presiden Jokowi telah membuka "tanda" wacana pemindahan ibu kota secara serius namun mengingat beberapa kendala disebut di atas maka  perlu waktu setidaknya 10 tahun ke depan rencana ini dapat terlaksana meski belum juga seluruhnya.

Jika demikian halnya buat apa kita habiskan energi dari masa ke masa, mari kita pikirkan yang lebih faktual tentang bagaimana agar Jakarta bisa menjadi ibu kota yang seutuhnya, misalnya  tidak tergantung pada (kota) Singapura (Singapore) dalam bidang yang seharusnya jadi tugas dan tanggung jawab Jakarta. Kesan yang terjadi sejak 2 dekade terakhir adalah lemahnya posisi Indonesia seakan-akan Ibu kota Republik inipun telah berpindah ke Singapura.

Oh my God.. Mau pingsan rasanya. Sejak kapan, kenapa tidak ada tanda-tanda? kira-kira seperti itulah sindirannya jika ada yang ngeledek.

Perhatikan dengan baik fakta-fakta berikut :

  1. Reklamasi pantai Singapura menjadi daratan, 90% pasir impor pada berasal dari Indonesia pada 2007. Meskipun Indonesia telah melarang ekspor pasir ke negara tersebut faktanya Singapura tetap bisa memperoleh pasir dari Indonesia. Caranya? Tanyakan ke Singapore pasti mereka juga tidak akan memberi tahu.
  2. Pada 21 Sepember 1995, Edi Sudrajat dan wakil Singapura Tony Tan menandatangani perjanjian pemberian hak pada Singapura menggunakan sebagian wilayah Indonesia dijadikan tempat latihan militer negara "cerdik" itu. Pemerintah Indonesia telah menerbitkan Kepres No.9/1996 memperkuat kesepakatan tersebut. Payung hukum inilah yang tidak dilepas lagi Singapura sampai saat ini.
  3. Terkait asap "from Indonesia" Singapore telah menerbitkan peraturan di negerinya untuk menerima konpensasi jika terpapar asap dari pembakaran lahan yang berasal dari Indonesia. Undang-undang Polusi Asap Lintas Batas (UU PALB) yang disahkan Parlemen Singapura atau Singapore Transboundary Haze Pollution Act No 24/2014 (STHPA) bakal membuat kita merogoh kocek membayar konpensasi pada Singapore.
  4. Terkait urusan pengaturan lulintas udara (TAC) di sekitar kepulauan Natuna, meski sudah 74 tahun Indonesia merdeka namun dalam hal itu tetap menjadi urusan Singapore. Berdasarkan mandat ICAO pada 1946 menyerahkan hak zona Flight Information Region (FIR) di tangan Singapore. Otomatis "retribusi" pesawat yang masuk lalulintas FIR Natuna jadi santapan empuk Singapore. Jakarta entah kebagian atau tidak, Wallahua'lam.
  5. Terkait buronan. Singapore tidak kooperatif untuk kerjasama ekstradisi koruptor asal Indonesia. Kondisi ini membuat para koruptor bisa tidur-tidur dan makan enak di sana sambil monitor aktifitas bisnis dan perkembangan berita buronan tentang dirinya. Koruptor lebih memilih kabur ke "kota" Singapura. 
  6. Meski sebuah negara mirip kota besar,  Singapura adalah penanam modal paling tinggi dan setia untuk Indonesia dalam 1 dekade terakhir. Singapore menjadi negara investor terbesar nomor 1 di Indonesia berdasarkan data yang penulis peroleh dalam laporan Siaran Pers  BKPM hingga triwulan III/2018. Lima besar negara asal PMA adalah: Singapura (US$ 1,6miliar, 24,2%); Jepang (US$ 1,4 miliar, 21,2 %); Hongkong,  (US$  0,5  miliar, 7,6%); Malaysia  (US$  0,5  miliar,  7,6%)  dan  Tiongkok  (US$  0,5 miliar, 7,6%). Sumber : bkpm.go.id.
  7. Berapa saham Bank swasta yang dimiliki investor Singapore dan berapa uang bank Indonesia yang diputar dalam bursa saham, investasi dan mungkin juga permainan valas di Singapore adalah sisi lain betapa tergantungnya kita pada Singapore negeri kecil yang cerdas nan ceria ini bak sebuah kota pusat perdagangan dunia.
  8. Belum sampai di situ, wisatawan Indonesia menjadi kontributor belanja nomor 2 terbesar di Singapura setelah Tiongkok. Menurut sumber CNBC Indonesia, hingga kwartal III/2018 pengunjung Indonesia menghabiskan SG$ 766 juta atau sekitar Rp 8,1 triliun cuma untuk belanja ke "ibukotanya" di  Singapore.
  9. Dari sisi total hutang Indonesia per Desember 2018 mencapai 2.735 triliun rupiah, Singapura adalah kontributor urutan pertama sebesar USD 58,38 miliar atau setara 844 triliun atau mencapai 1/3 dari total hutang Indonesia. Pinjaman dari Singapura mengalahkan Tiongkok.

Sangat disadari bahwa kita TIDAK bisa hidup sendiri atau terbebas dari kerjasama dengan negara lain. Kerjasama antara negara tetap diperlukan, akan tetapi beberapa contoh di atas memperlihatkan tidak berdayanya Jakarta menghadapi permaintan politik dan dagang Singapura.

Negara kita telah menikmati merdeka 74 tahun namun dalam beberapa hal yang seharusnya bisa dilakukan malah bergantung pada kebaikan Singapore. Jangan-jangan sebetulnya ibu kota kita adalah Singapura?

Dahulu saat Lee Kwan Yew belum tahu apa-apa  (belum jadi Perdana Menteri makasudnya) Indonesia sudah punya pelobi berkelas internasionl, Agus Salim dan H.Adam Malik salah satu yang disegani kawan dan lawan.  

Maka dari itu daripada sibuk memindahkan Jakarta bagaimana caranya agar Jakarta menjadi ibu kota sesungguhnya. Bagaimana Jakarta mengerahkan daya saingnya agar dapat menjadi pusat dagang dunia mengalahkan Singapura. Bikin Singapura menjadi bergantung pada Indonesia kembali.

Bagaimana caranya. Perang? Bukaaaaan...Bro...!! Berantem atau teriak-teriak sambil memaki..juga tidak sist..... 

Jadi bagaimana caranya?

Nantikan bagian kedua....

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun