Mohon tunggu...
Abanggeutanyo
Abanggeutanyo Mohon Tunggu... Wiraswasta - “Besar, ternyata ada yang lebih besar, sangat besar, terbesar, super besar, mega besar dan maha besar.”

Nama : FM Al-Rasyid ---------------------------------------------------------------- Observe and be Observed

Selanjutnya

Tutup

Analisis Pilihan

Pemilu Ulang 2019 vs 2014, Apa Pengaruhnya?

25 April 2019   00:52 Diperbarui: 25 April 2019   08:00 198
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sama seperti peristiwa pemilihan umum presiden  (Pilpres) 2014 lalu pernah dituduh terjadi kecurangan hal sama juga terjadi pada Pilpres 2019. Kubu yang paling keras menuding terjadi kecurangan pun sama yakni kubu pasangan Prabowo - Hatta Rajasa (2014) dan Prabowo - Sandiaga Uno (2019).

Di sudut lain, kubu pasangan Jokowi - Kalla (2014) pun jarang terdengar minta pemilu ulang sebagaimana dilakukan oleh kubu Prabowo (2014). Meski demikian  KPU dan Bawaslu saat itu (2014) telah memutuskan pelaksanakan Pemungutan Suara Ulang (PSU) dalam Pilpres 2014 di sejumlah wilayah, yaitu :

  1. Kulon Progo (D.I Yogyakarta)
  2. Bukit Tinggi dan  Padang (Sumatera Barat)
  3. Indramayu, Cianjur dan Majalengka (Jawa Barat)
  4. Buton (Sulawesi Tenggara)
  5. Ambon (Maluku)
  6. Halmahera Tengah (Maluku Utara)
  7. Lampung (Lampung)
  8. Jakarta Utara (Jakarta)
  9. Tangerang (Banten)

Total 12 daerah di dalam 9 provinsi pernah melaksanakan PSU dan pelaksanaannya seluruhnya selesai pada 15 Juli 2014 lalu. Hasilnya pasangan Jokowi - Jusuf Kalla tetap tak tergoyahkan, memang pilpres 2014. 

Sebagaimana disebutkan oleh salah satu anggota KPU saat itu Fery Kurnia Rikiyansyah yang penulis kutip dari Tribunnews.com terdapat tiga bentuk utama pelanggaran pada saat itu  (Pemilu 2014) sehingga KPU meminta PSU yaitu :

  1. Pemilih yang tidak berhak diberi surat suara
  2. Pemilih yang mencoblos lebih dari 1 kali
  3. Kesalahan mencatat Daftar Pemilih Tetap (DPT)

Bagaimana pada 2019? 

Kini kasus pelanggaran pemilihan ulang terdapat 3 kasus utama,  yaitu : Pemungutan Suara Ulang (PSU), Pemungutan Suara Susulan (PSS), Pemungutan Suara Lanjutan (PSL). 

Ketua KPU, Andi Arief mengatakan (Senin 22/4/2019) terdapat 2.767 TPS seluruh indonesia yang harus melaksanakan pemilihan ulang hingga saat ini telah selesai 1.511 TPS.

Akan tetapi menurut informasi yang penulis peroleh dari berbagai sumber ada sejumlah wilayah yang terkena Pemilihan ulang 2019 yaitu :

  1. Papua 1.204 TPS (kasus PSU dan PSS). JIka dibandingkan dengan jumlah TPS seluruh di provinsi Papua 15.243 TPS, kasusnya mencapai 7,9%
  2. Sulawesi Tengah 483 TPS (untuk kasus PSS)  dari 9.179 TPS, 5,26%
  3. Sumatera Selatan 446 TPS (untuk kasus PSS dan PSL) dari 25.320 TPS, 1,76%
  4. Sumatera Barat 84 TPS (PSU) 16.702 TPS, 0,5%
  5. Sulawesi Utara 33 TPS (PSU), 7.825 TPS, 0,42%
  6. Kepulauan Riau 11 TPS (PSU), 5.457 TPS, 0,20%
  7. Di luar negeri hanya ada 1 PSU yaitu di Sydney Australia.
  8. Sulawesi Selatan diperkirakan 12 daerah akan melaksanakan (PSU), 26,348 TPS, 0,04%
  9. Jawa Timur, diusulkan oleh Bawaslu Jatim (PSU) di 11 TPS dari 120.012, 0,008%
  10. Jawa Barat, Baswalu setempat usulkan PSU di 11 TPS dari 138.050 TPS, 0,0079% 
  11. Jawa Tengah, Bawaslu setempat usulkan PSU di 22 TPS dari 115,391 TPS, 0,19%
  12. Sumatera Utara, Bawaslu tetapkan 1 TPS di Nias Selatan 998 TPS dari 42,644 TPS, 2,3%. (terkait terlambat pasokan logistik).

Mengacu pada daftar sementara di atas, hingga saat tulisan ini dibuat total TPS yang dikenakan "pemilu ulang" adalah 3.315 TPS (tidak termasuk LN di  Sydey). Jika dibandingkan dengan total TPS dalam negeri seluruh Indonesia sebanyak 809.699 TPS prosentase kerja ualangannya 0,40% TPS.

Meskipun dalam prosentasenya terlihat tidak signifikan (angkanya sangat kecil) namun di sisi lain kegiatan  Pemilihan umum ulang (entah apapun jenisnya) jelas memberikan tanda-tanda tak sedap, yaitu :

  1. Menyita waktu dan tenaga pemilih
  2. Diyakini tidak berlangsung sepenuh hati lagi
  3. Menambah beban biaya operasional KPU dan Bawaslu serta pihak terkait dalam panitia pemilu setempat
  4. Stigma amatiran melekat semakin erat pada penyelenggara Pemilu
  5. Tidak signifikan menambah atau mengurangi suara pada provinsi yang berkantong TPS raksasa seperti  Jabar, Jatim, Jateng, Sumut, Sulsel, Sumatera Selatan. Kerja ulang  (apapun jenisnya) sangat kecil dampaknya
  6. Meski kondisi dan faktanya sebagaimana disebutkan di atas namun pihak Bawaslu menilai belum ada kecurangan yang bersifat terstruktur, Sistematis dan Massif (mengingatkan kita pada istilah dalam krisis moneter "akibat penaruh sistemik.")

Dari penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa pelaksanaan pemilu ulang (jenis apapun) bukti lemahnya koordinasi. Meskipun angka pemilu ulangnya tidak signifikan fenomena sebagai representasi panitia Pemilu tidak bekerja profesional. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun