Mohon tunggu...
Abanggeutanyo
Abanggeutanyo Mohon Tunggu... Wiraswasta - “Besar, ternyata ada yang lebih besar, sangat besar, terbesar, super besar, mega besar dan maha besar.”

Nama : FM Al-Rasyid ---------------------------------------------------------------- Observe and be Observed

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Artikel Utama

Teror Sri Lanka dan Islamphobia

23 April 2019   20:12 Diperbarui: 24 April 2019   11:50 790
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dalam 1 dekade terakhir nyaris tidak ada serangan teroris di wilayah manapun di Sri Lanka. Sejak perdamaian dicapai dengan kelompok sparatis yang ingin memisahkan diri dari Sri Lanka the Liberation Tigers of Tamil Elam atau The Tamil Tiger (LTTE) kondisi kemanan di Sri Lanka memberikan nuasa sejuk dan damai.

Perang dimulai pada 5 Mei 1976 itu perlu waktu 33 tahun untuk menemukan jalan damai setelah pemimpin LTTE paling karismatik Velupillai Prabhakaran, tewas dalam pertempuran di garis pertahanan terakhir di Mullaitivu sebuah kota kecil di timur laut Sri Lanka. Kematian Prabhakaran praktis menjadi kekalahan LTTE secara simbolis dan seluruh militan bersenjata menyerahkan diri.

Pada 18 Mei 2009 perlawanan LTTE berakhir sudah sekaligus mengakhiri awan kelabu 33 tahun Sri Lanka dilanda perang Saudara yaitu perang minoritas (Tamil) melawan Mayoritas Shinala dan lain-lain.

Tapi apa daya, baru 10 tahun rasanya menghirup udara segar Sri Lanka kembali dihantui awan lembayung dalam bentuk yang baru. Rangkaian bom sistematis terjadi 6 kali di ibukota Kolombo, 1 di Negombo dan 1 lagi di Batticaloa pada 21 April 2019 pagi hari yang baru saja disirami dinginnya hujan.

Curah hujan menyapa bumi Sri Lanka itu tidak mengurangi minat para jemaah Gereja hadir di berbagai gereja di seluruh Sri Lanka. Para jemaat berbondong-bondong menghadiri dan merayakan ibadah paskah sejak pagi hari.  

Dari kamera cctv yang diperoleh THe Guardian, salah satu pengunjung menggunakan ransel masuk ke halaman gereja setelah beberapa kali terlihat mondar-mandir bersama seorang pria yang menunggunya (memberi perintah) di ujung sebuah persimpangan tak jauh dari gereja St Anthony's Shrine. 

Setelah masuk ke dalam halaman pria tersebut tidak menunggu antrian melainkan masuk  begitu saja mendahului orang yang sedang menunggu (tampaknya menunggu missa berikutnya).

Pria tersebut langsung masuk ke dalam ruangan missa di barisan nomor 3 dari depan. Sebelum terdengar ledakan, pria bermaju merah yang berdiri di simpang jalan kelihatan berpindah dari tempatnya menunggu hingga tak terlihat lagi berbelok ke jalan menjauhi arena ledakan (gereja).

Dari posturnya terlihat ke dua pria itu bertubuh atletis, brewokan, mengenakan pakaian jean dan T.Shirt, tampaknya sudah terlatih atau setidaknya mengenal betul lokasi tempat operasi mereka. Pria berbaju merah yang terlihat sibuk memegang Hape terlihat seperti pemberi komando melalui jaringan telepon. Besar kemungkinan ia juga memberi perintah aksi yang sama di sejumlah lokasi lainnya secara hampir bersamaan.

Tidak sampai satu menit setelah pria yang membawa ransel itu masuk ke barisan tempat duduk terjadilah ledakan. Salah satu gereja terkenal dan bersejarah tempat berlangsungnya ibadah Paskah St Anthony's Shrine menjadi saksi kekejaman akibat ulah manusia membunuh umat manusia lain sedang beribadah dengan cara pengecut. 

Bagaikan magnet ledakan di gereja bersejarah tersebut pada saat yang sama disusul dengan bom bunuh diri di Shangri-La Hotel dan gereja St. Sebastian dan Kingsbury Hotel. Empat lokasi pengeboman pada menit yang sama. Lima menit kemudian disusul serangan di Cinnamon Grand Hotel.

Gambar : CNN News18 dan metro.co.uk
Gambar : CNN News18 dan metro.co.uk
Sejumlah tamu Shangri-La hotel yang sedang sarapan dan antri sarapan melayang nyawanya oleh ledakan maut yang dilkukan oleh manusia berhati setan. 

Di lokasi lainnya tak perlu dijelaskan lagi betapa bom bunuh diri itu telah mencabik tubuh-tubuh manusia tak berdosa dan menerbangkannya hingga menempel ke dinding-dinding bangunan di dekatnya.

Apakah dosa orang-orang di hotel dan gereja tersebut serta di 6 lokasi ledakan lainnya sehingga menjadi pelampiasan nafsu bejat atau idiologi ilusi pelaku sehingga harus membuat orang lain tewas seketika ditangannya?

Berhati setan atau manusiakah pelaku bom itu? Tak usah tanyakan pada para pelaku dan supporternya, tapi menurut manusia beradab  dan agama apapun saya kira sependapat tindakan itu tidak manusiawi dan tidak dibenarkan.

Sikap warga dan masyarakat Selandia Baru hampir dua bulan lalu memperlihatkan sikap toleransi masyarakat modern dan beradab menolak aksi terorisme yang terjadi terhadap ummat muslim di seluruh negara itu.

Mereka menumpahkan kasih dan sayangnya dengan berbagai cara untuk menyapa relung hati warga muslim di sana agar sanggup melupakan tragedi maut yang dilakukan oleh manusia biadab Brenton Tarran berhati setan. Mereka hampir tidak tau lagi cara memperlihatkan pada orang muslim agar tetap tinggal dengan damai bersama mereka.

Hingga saat ini terduga pelaku serangan bunuh diri itu baru teridentifikasi sebagai Insan Seelavan  (bukan Insan Setiawan atau Insan Seelawan) dan Zahran Hashim  yang melakukan bom bunuh diri di Shangri-La Hotel serta Mohamed Azzam Mohamed di hotel Cinnamon Grand Hotel. Selian itu Polisi juga menemukan 85 detanator bom yang belum digunakan dekat stasiun bus di kota Kolombo.

Sumber Theleaders-online.com pada edisi 22 April 2019 mengatakan, Hatiyar menyewakan rumahnya pada seseorang yang ternyata adalah Zahran Hasyim, salah satu pengebom bunuh diri di Shangri-La Hotel Insa Seelavan dan Zahran Hashim.  

Setelah diketahui yang melakukan bom bunuh diri bertempat tinggal di rumah sewa milik Ibrahim Dawood Hatiyar polisi menuju ke rumah sewa Haytar. Dalam penggerebekan petugas ke rumah sewa tersebut (katanya) terjadi lagi serangan bom menyebabkan 3 polisi tewas. Hatiyar juga ditemukan tewas termasuk istri dan anaknya.

Sumber yang sama edisi 23 April 2019 menyebutkan Insan Seelavan diketahui sebagai pemilik sebuah pabrik yang berlokasi di sebuah jalan Wellampitiya. Sedangkan Zahran Hasihim belum diketahui pekerjaannya. Keduanya diduga terlibat pembunuhan terhadap Ibrahim Dawood Hatiyar seorang saudagar rempah terkenal di Colombo pada hari yang sama sebelum serangan mereka lakukan di hotel Shangri-La. Sumber : Theleaders-online.com.

Sementara itu serangan di hotel Cinnamon Grand Hotel teridentifikasi dilakukan oleh Mohamed Azzam Mohamed, menurut sumber RT. pelaku ini melakukan serangan yang sama yaitu pada saat orang sedang antri untuk sarapan seperti peristiwa di hotel sebelumnya.

Berdasarkan informasi terkini pihak berwenang Sri Lanka telah mengindentifikasi 3 nama pelaku dan berasal dari warga Sri Lanka sendiri yang disebutkan sebagai kelompok ekstremis setempat, Jemaah Tauhid Nasional (NTJ) atau National Thowfeek Jamaath. (Sumber : metro.co.uk.)

Entah benar atau tidak serangan itu dilakukan oleh kelompok muslim garis keras NTJ, nyatanya media sosial sedang gencar-gencar menyebar issu sensitif tersebut. Kondisi ini menyebabkan munculnya aroma Islam phobia di Sri Lanka berupa intimidasi dan hasutan-hasutan untuk melakukan balas dendam. 

Meski otoritas terkait Sri Lanka telah melarang warga di media sosial menyebar informasi bernada menghasut dan  sara apa daya dampaknya telah menyasar ummat Islam yang sesungguhnya telah merebak sejak awal tahun 2019 sangat luar biasa. Pada bulan Maret 2019 saja sebuah masjid utama di kota Welidika pinggiran Kolombo telah dibakar oleh keliompok garis keras budha Shinala, dihadapan aparat kemanan, tulis Republika

Hasutan juga coba menyasar ke Indonesia akibat munculnya hoaks di medsos. Entah bagaimana cara dan muasalnya, Insan Seelavan awalnya dikira sebagai "Ihsan Setiawan." Mengacu pada nama itu orang-orang langsung mengira WNI. Untuk itu telah dibantah oleh Kedubes RI di Kolombo.

Sesungguhnya amat banyak yang ingin penulis ungkapkan bagaimana dilematisnya orang muslim di seluruh dunia pada situasi begini. Namun momennya tidak tepat karena fokusnya saat ini adalah pada saudara-saudara kita yang telah menjadi korban oleh aksi teroris yang mengatasnamakan (dituduh) muslim sehingga penulis merasa tidak tepat mengutarakan hal terebut.

Akibat peristiwa teror Sri Lanka 310 jiwa telah melayang, pantas semua orang mengutuknya termasuk orang muslim sendiri mengutuk aksi biadab itu. Semoga para korban telah damai dan tenang di sisi Tuhan yang Maha Kuasa.. Doa dan belasungkawa kami untuk Anda semua..

Salam perdamaian dunia.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun