Holocaust pada Perang Dunia ke Dua (PD-2) telah mengakibatkan 6 juta Yahudi Eropa tewas, 2 juta kaum Gipsi juga tewas, ratusan ribu kaum homoseksual dan puluhan ribu orang lainnya meregang nyawa di berbagai kamp konsentrasi Nazi di Jerman dan sekitarnya.
Dov (Braka) Cohen dan Zipora pasangan baru menikah saat itu tidak sempat melarikan diri ke kawsan Rusia (Uni Soviet). Mereka dan sejumlah warga desanya ditangkap di hutan Lituania saat hendak menuju ke wilayah Rusia (Uni Soviet saat itu). Akibatnya keluarga Dov dan sejumlah warga desa itu ditahan di sebuah tempat masih dekat Kovno.
Setahun kemudian tepatnya 18 Januari 1942 mereka punya anak perempuan yang diberi nama Hinda Cohen. Hinda dipelihara dalam serba kekurangan oleh kedua orang tuanya berdarah Yahudi.
Awalnya hanya Dov yang bekerja di tempat-tempat kerja paksa karena istrinya Zipora masih dalam masa pengasuhan bayi. Namun kemudian setelah Hinda mencapai hampir 2 tahun Zipora juga dikenakan kerja paksa di tempat berbeda dengan suaminya, Dov.
Hinda dan anak-anak lainnya sering ditinggal di komplek tahanan di desa itu. Setiap pagi orang tua mereka mendapat tugas kerja paksa. Hanya sedikit orang tua yang tinggal dan beberapa orang dewasa (bergiliran) mendapat tugas mengawasi kawasan mirip kamp pengungsi tersebut. Pada sore hari barulah orang tua mereka pulang dari lokasi kerja paksa.
Pada 27 Maret 1944, seperti biasa, anak-anak dan balita kembali ditinggal orangtua mereka di kamp pengungsi buatan Nazi Jerman di sebuah desa di Lithuania, Ghetto Kovno. Salah satunya adalah balita Hindi.
Pada sore hari yang sama, para orang tua yang kembali pulang dari kerja terkejut tidak kepalang mendapati seluruh anak-anak mereka telah tiada di tempat mereka masing-masing.
Menurut informasi yang berkembang pada malam hari, seluruh anak-anak dan balita telah dideportasi ke kamp konsentrasi timur dan paling terkenal yaitu Kamp konsentrasi Aushwitch 1- Birkenau, Polandia. Belakangan mereka tahu bahwa anak-anak mereka telah dibunuh di kamp tersebut.
Dov dan Zipora pergi ke tempat tidur putrinya, hanya menemukan sebelah sepatu putrinya yang tertinggal di samping tempat tidurnya. Di sebelahnya tergeletak sepasang sarung tangan buatan Zipora (ibunya) penghangat tangannya dari sengatan dingin di desa tersebut.
Dov dan istrinya terpaku. Ia memungut sepatu dan sarung tangan itu. Di susut kamar itu ia mengukir nama anaknya dan tanggal kehilangan Hinda, 27 Maret 1944 seperti terlihat pada gambar.
Sejak saat itu ia bersumpah akan menjaga kenangan itu untuk anak dan cucunya (jika selamat) di masa akan datang.
Beruntung Dov dan istrinya tidak "menyusul" putrinya ke kamp konsentrasi terdekat karena sempat melarikan ke hutan dan diselamatkan Tentara Merah Uni Soviet. Mereka pindah ke kawasan desa Rusia dan hidup di sana hingga memiliki anak perempuan yang lain (kedua) pada 1947. Barulah kemudian pada 1960 mereka berimigrasi ke negara Israel dan meninggal di sana.
Sesuai janjinya, barang kenangan Hinda di pelihara dan dirawat sedemikian hingga pada akhirnya barang tersebut diserahkan ke musium Halocaust di Yad Vashem.
Barang tersebut kini melengkapi museum tersebut dan hari ini diperingati bertepatan dengan peristiwa kelam dan pahit pernah dialami kaum Yahudi khususnya keluarga Dov dan teman-temannya pada tanggal sama 75 tahun silam.
Pada 2015, dalam sebuah wawancara dengan televisi BBC, seperti dikutip dari portal Israel pada 21 Mei 2015. Netanyahu memberi statement kontroversial dan tidak rasional. Katanya, sesungguhnya Hitler tidak bermaksud membumi hanguskan kaum Yahudi. Hitler cuma bermaksud mengusir atau memindahkan saja kaum Yahudi itu ke negara pra Israel (sebut saja Palestina saat itu).
Yang membuat Hitler berubah pikiran sesungguhnya adalah seorang grand mufti (imam besar) Palestina di Jerussalem saat itu yaitu Haj Amin Al-Husseini sebagai inspiratornya, tuduh bibi Netayehu dengan pongahnya.
Dalam sebuah video ditayangkan BBC, Netayahu mendiskripsikan petemuan pada Nopember 1941 antara mufti Husseini dan Hitler berisi dialog tentang kekuatiran Husseini jika orang Yahudi akan dideportasi Hitler (Nazi) kembali ke Palestina. Lalu -dalam versi Netanyahu- Husseini memberi masukan pada Hitler agar mereka dibakar saja.
Entah apa dan bagaimana peran Al-Husseini dalam struktur Nazi, akan tetapi para peneliti mengatakan tidak ada ditemukan dialog tersebut yang menyatakan adanya statemen Husseini pada Hitler memberi gagasan seperti itu, sebagaimana disebutkan oleh haaretz.com.
Pernyataan Netanyahu pada 21 Mei 2015 mengundang kecaman dari kalangan Yahudi dan tentu saja dari dunia Arab, salah satunya dapat dilihat sumber nytimes.com di mana pemimpin Palestina menilai pernyataan itu sangat keterlaluan.
Kanselir Jerman Angela Merkel saat itu langsung bereaksi memberi kritikan pedas dan tegas, tidak seorangpun meragukan Hitler adalah penanggung jawab Holoccaust pada masa PD-2.
Benjamin Netanyahu memang keterlaluan.
Saat peristiwa holocasut terhadap Hinda terjadi, Benjamin "bibi" Netanyahu belum lahir. Ia baru lahir pada 21 Oktober 1949 (lima tahun lebih kemudian). Entah apa motifnya bibi Netayahu sangat agresif menyerang Palestina dan membela Hitler hingga terlontarlah kalimat sebagaimana disebut di atas yang memicu kontroversial sekaligus bumerang terhadapnya.
Menurut bebrapa sumber media, Netanyahu dianggap keterlaluan, karena :
- Sebuah sisi gelap holocaust dialami oleh bangsa Yahudi dianggap enteng begitu saja. Meremahkan jutaan korban jiwa Yahudi dari kasus Holocaust Nazi Jerman.
- Jerussalem Post mengutip Profesor Dina Porat, kepala musium Holocaust meminta agar Netanyahu mundur.
- Yedioth Ahronoth agak konservatif, mengatakan Hitler memenuhi harapan Mufti tapi setelah solusi akhir terjadi (bukan karena mufti)
- Haaretz mengatakan Netanyahu telah berhasil memecah internet (viral jika disebutkan saat ini)
- The Time of Israel menulis Netanyahu dikecam habis-habisan di Jerman
- Ribuan meme orang Israel dan Palestina menghujam mengejek Netanyahu
Kepongahan Netanyahu belum berakhir. Kini menjelang Pemilihan Umum Parlemen Israel (Knesset) yang akan digelar pada 9 April 2019 bulan depan ia kembali membuat gebrakan luar biasa beberapa hari lalu dengan mengukuhkan kepemilikan Dataran Tinggi Golan yang dirampas dari perang 6 Hari 1967.
Pengukuhan tersebut diperkuat dan disetujui oleh Presiden AS, Donald Trump juga menandatangani pengukuhan tersebut. "Ini adalah peristiwa yang bersejarah dan kemenangan diplomatik Israel," sebut Netanyahu menebar senyum.
Akankah Netanyahu terpilih kembali? Akankah warga Yahudi yang dinistakan penderitaan pendahulunya membiarkan Netanyahu kembali memimpin?
Di sisi lain konsolidasi partai pesaing dalam koalisi Biru-Putih pimpinan Benny Gantz-Yair Lapid akan memanfaatkan momentum dengan menyoroti isu korupsi yang sedang menghujam Netayahu.
Tanpa menganggap enteng partai lain seperti Partai Labour pimpinan Avi Gabbay, tampaknya partai koalisi Biru-Putih akan menjadi sandungan bagi langkah Netanyahu berikutnya.
Meskipun Netanyahu (Pasrtai Likud) tersandung sayangnya dua rival utama partai disebut di atas punya kesamaan idiologi, Zionis.
Salam Kompasiana
abanggeutanyo
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H