Mohon tunggu...
Abanggeutanyo
Abanggeutanyo Mohon Tunggu... Wiraswasta - “Besar, ternyata ada yang lebih besar, sangat besar, terbesar, super besar, mega besar dan maha besar.”

Nama : FM Al-Rasyid ---------------------------------------------------------------- Observe and be Observed

Selanjutnya

Tutup

Analisis Pilihan

Calon Presiden-Wapres Alternatif Pun Menyerah Hadapi Demokrasi Bablas

22 Maret 2019   09:04 Diperbarui: 22 Maret 2019   10:03 104
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Calon Presiden yang satu diisukan pembohong, tidak kontrol, bikin hidup semakin berat, sistem birokrasi makin rumit, dunia usaha bertambah lesu, tenaga kerja asing makin banyak masuk merajalela, keberpihakan pada rakyat ekonomi lemah kurang dan berpihak pada pengusaha kakap dan lebih - lebih lagi orientasi dukungan politik dan ekonomi pada Tiongkok meningkat. Salah satu yang paling menonjol adalah dituding pendukung Partai Komunis Indonesia (PKI).

Calon Presiden yang lain dikondisikan tak kalah sengit yaitu profil temperamen, Pelawan atasan, Pelanggar HAM, Penculikan aktivis dan mahasiswa, Dalang kerusuhan  Mei 1998, Rencana kudeta terhadap Habibie, Anti Kristen dan Benci Tiongkok,  Psikopat, dan lain-lain bentuk isu dan fitnah atau tuduhan yang di alamatkan kepadanya.

Berbagai bentuk meme dan kartun serta video berisi konten kebencian ke dua calon Presiden ini kerap muncul di media sosial. Salah satu calon telihat dalam meme yang sangat tidak mendidik. Mengenakan pakaian anak perempuan sedang digendong oleh seorang ibu merengek minta sesuatu pada ibunya yang mendapat jawaban "tidak boleh (tidak bisa), karena kamu suka bohong.."

Meme lain tak kalah sengit mengahampiri calon Presiden lain. digambarkan sebagai Hitler berpakaian dan beratribut lengkap Nazi dengan tulisan "Si Fasis, Penculik, Pemberang."  Sementara itu Meme lain memperlihatkan sebuah kotak dihadapannya dengan tulisan "Jendral Kardus.."

Di Media sosial kini penuh dengan kiriman postingan ujaran kebencian terhadap kedua calon dan pasangannya terutama dari salah satu kubu yang tak perlu disebutkan di sini.  Meski diancam dengan UU IT tidak menyurutkan semangat dan imajinasi pembuat konten, bahkan kesannya kini semakin masif membombardir laman medsos dengan aneka ujaran kebencian yang lebih keras dan hebat.

Kosekwensinya, jika pembaca tidak memiliki kemampuan cek dan recek serta pengetahuan lebih dalam dari si pembuat konten bisa jadi termakan hasutan. Sialnya tidak semua pembaca konten di medsos memiliki kemampuan seperti itu sehingga dalam sekejap otak, hati dan jiwa bersatu membentuk opini negatif terhadap calon. Image yang terbentuk dari perpaduan otak, hati dan jiwa adalah kebencian. Aksi tanpa sadar geleng-geleng kepala pembaca konten adalah bentuk output paling sederhana pencitraan negatif telah mencapai sasaran.

Saling silang bombardir konten ujaran kebencian merebak kemana-mana hingga mencapai seluruh elemen masyarakat. Aneka ujaran kebencian membuncah dalam wujud stigma negatif. Inilah produk akhir yang diharapkan oleh sipembuat konten (Pasukan Cyber) yang mendapat arahan dari seksi yang membidangi urusan teknologi informasi dan publikasi (atau seksi khusus dengan nama lainnya).

Akibat saling perang pasukan Cyber maka yang terjadi dalam perbincangan masayarakat umum sekarang ini adalah :

1. Kebencian

Bentuk penyikapan : Anti pati, Rasa kecewa

Tindakan : Mencari perubahan baru

2. Tidak perduli :

Bentuk penyikapan : Apatis. Tidak mau memilih, Pasrah

Tindakan : Golput (tidak mau memilih)

3. Kebimbangan atau Ragu. 

Bentuk penyikapan : Sulit menentukan pilihan. 

Tindakan : Mencari pilihan alternatif

Kita soroti output ke 3 saja (Kebimbangan/ Ragu) yang dihadapi masyarakat sebagai salah satu output perang Cyber kedua kubu.  Semakin hari semakin dekat hari pencoblosan semakin rumit menentukan pilihan. Sikap yang muncul dari alam bawah sadar adalah "Mencari pilihan lain atau alternatif."

Mencari pilihan lain atau calon alternatif adalah perbuatan sia-sia dan tidak mungkin lagi terjadi, karena KPU pada 21 September 2018 telah menetapkan dua calon pasangan maju sebagai kandidat Presiden dan wakil presiden (wapres).

Meski logika mengatakan tidak mungkin tapi alam bawah sadar kembali ngelantur menuntut andai-andai. Seandainya pada saat itu KPU menetapkan 3 calon pasangan mungkin cerita akan berkata lain.  Setidak-tidaknya calon pemilih yang sedang ragu-ragu akan punya pilihan ke tiga guna menjembatani tidak memilih salah satupun dari ke dua calon yang telah sah.

Kembali berandai-andai. Jika saja KPU pada saat itu menetapkan 3 calon pasangan Presiden / Wapres, siapakah calon presiden ke tiga yang paling pas menurut pilihan rekan pembaca budiman. Sekadar membantu, apakah calon berikut ini masuk katagori pilihan pembaca?

1. Susilo Bambang Yudhoyono dan calon wapres pilihan (partai) nya

2. Hari Tanoesudibjo dan calon wapres pilihan (partai) nya

3. Anis Baswedandan  calon wapres pilihan (partai) nya

4. Mantan Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo dan calon wapres pilihan (partai) nya

5. Atau bahkan pasangan Presiden dan Wapres imajiner alias fiktif, Nurhadi - Aldo???

Yang manakah pilihan rekan pembaca budiman? Jika dipandang perlu menambahkan di luar 5 calon di atas silahkan saja, asalkan -maaf- jangan Golput.

Dari pilihan alternatif  Anda masing-masing, yakinkah bahwa pilihan Anda akan BEBAS dari serangan kebencian pasukan Cyber dua kandidat yang telah sah?

Tampaknya tidak ada kandidat yang akan lolos  100% bebas serangan pasukan cyber lawan pembuat konten nyeleneh menjurus fitnah penebar kebencian dan terjebak fitnah di negara ini.

Mengapa demikian? Karena Sistem politik kita BELUM mampu menghadirkan iklim berpolitik yang elegan dan santun di dalamnya. Negara kita BELUM menjadi tempat yang tepat mewujudkan iklim politik santun. Pelaku-pelaku politik termasuk masyarakat yang ikut berpolitik belum semua dewasa menjalani Demokrasi sebenar-benarnya Demokrasi. Kalau tak salah sebagian pelaku demokrasi kini terperangkap dalam iklim Demokrasi kebablasan.

Negara kita menempati urutan 65 dunia dari 125 negara ranking indeks Demokrasi 2018. Posisi yang kurang sedap tersebut akibat salah satu indikator Kebebasan Sipil (Civil Liberties) dalam bidang Perlindungan hak Azasi warga berada pada angka yang buruk. Dalam indikator ini, posisinya lebih buruk dari sejumlah negara di Afrika.

Sebegitu bablaskah (jika tak tepat disebut buruk) Demokrasi kita terutama dalam perlindungan hak Azasi semua warga, termasuk hak azasi calon Presiden dan wakilnya? 

Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Wiranto pernah angkat bicara terkaitfenomena demokrasi yang kini sudah kebablasan.

"Demokrasi itu di dalamnya ada hak orang lain, harus seimbang dan tidak mengganggu kebebasan orang lain. Misalnya berita hoax, rekayasa berita, menista orang lain," sebutnya sebagaimana dikutip dari  sindonews.com  dua tahun yang lalu.

Sekadar mengingatkan saja. Dikutip dari  web.stanford.edu, Demokrasi mempunyai 4 element, yaitu :

1. Sistim politik untuk memilih atau mengganti pemerintah melalui pemilihan yang bebas dan adil

2. Partisipasi rakyat dalam politik dan kehidupan sipil

3. Perlindungan hak Azasi semua warga

Hukum dan prosedur berlaku sama untuk seluruh warga

Tinggi rendahnya mutu Demokrasidisebuah negara ditentukan oleh 4 element utama di atas. Jika salah satu elemen memiliki tingkat indeks rendah (jelek) akan berdampak buruk profil indeks demokrasi sebuah negara. Iklim demokrasi yang bablas (kebablasan) ikut mempengaruhi tinggi rendahnya indeks demokrasi suatu negara. 

Dalam pentas demokrasi pemilihan umum (setiap level) tampaknya itulah jalan paling mudah mengkondisikan pikiran masyarakat Indonesia yang suka gosip. Calon Presiden alternatif ke 3 pun tampaknya tidak mampu menghentikan iklim demokrasi yang kita suka, yaitu iklim demokrasi kebablasan.

Salam Kompasiana
abangeutanyo

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun