Tidak lama, berselang kurang 5 (lima) menit dari pengumuman Presiden AS Donald Trump tembakan misil pertama sekali melesat dari kapal perang the USS Monterey. Serangan pembuka itu pertama sekali meluncur kira-kira pada pukul 04.05 pagi waktu Suriah.
Seiring aksi tersebut, dua unit pesawat pembom raksasa "The Bond" B-1B yang lepas landas dari pangkalan udara di Qatar memuntahkan misilnya ke sasaran Damaskus.
Sementara itu satu kapal selam nuklir dan kapal perang seperti The USS Cock, cruiser USS Monterey (CG-61), USS Laboon (DDG-58) dan USS Ticonderoga (CG 47) serta The USS Montey, hampir serentak meluncurkan sejumlah misil Tomahawks dari laut Merah.
Masih ada sebuah kapal perang lagi yakni USS Donald Cook (DDG-75) ikut hadir di sana tapi tidak menembak satu misil pun untuk tujuan dan strategi tertentu AS dan sekutunya.
Dari laut Mediterania, kapal perusak The USS John Warner (SSN-785) dan Destroyer USS Higgins (DDG-76) ikut "meramaikan" pesta AS dalam tajuk "mempermalukan Rusia (Putin) untuk kedua kalinya" dalam konflik Suriah.
Seirama dengan AS, 4 unit pesawat tempur Inggris Tornado GR4 yang tiggal landas dari pangakalan angkatan udara Akratori di Siprus memuntahkan sejumlah misil udara ke permukaan paling mutakhirnya "Storm Shadow" yang memiliki kecepatan 1000 Km/jam ke target pusat penelitian ilmiah di kawasan Homs pinggiran Kota Damaskus.
Inggris menyiapkan kapal selam dan kapal perusak HMS Duncan serta pesawat tempur Typhoon dan pesawat radar Sentinel R1 berjaga-jaga misi 4 Tornado GR4 nya melesat menjangkau hingga bibir pantai Suriah dari arah Siprus.
Belum jelas berapa banyak misil storm shadow si "penghancur bunker" ditembakkan Inggris ke Suriah dari ke 4 pesawat tempur tersebut. Yang jelas di setiap perut pesawat itu mampu mengangkut maksimal 2 unit si penghancur bunker.
Berbeda dengan 2 sekutu di atas, pesawat tempur Perancis, Rafale dan Mirage 2000 lepas landas dari pangkalan mereka sendiri di Perancis. Sebuah kapal fregat Perancis Languedo, ikut memperkuat dan menjaga pergerakan 4 pesawat tempur mereka melalui radar di kapal tersebut.
Dari total 8 kapal perang dan 1 kapal selam serta 2 pesawat bomber B-1B, AS menembak 66 misil pada umumnya ke arah Damaskus dan sekitarnya. Jika mengacu pada misil yang dilepaskan oleh AS sebanyak 66 dari 103 misil (menurut pengakuan Rusia) maka Inggris dan Perancis berkontribusi sebanyak 37 misil.
Namun demikian menurut Telegraph Perancis menembakkan 12 misil sementara Inggris menembakkan 8 misil saja, dengan demikian berarti AS menembakkan 85 misil sehingga jumlah seluruhnya adalah 105 misil.
Serangan itu dilaksanakan setelah menempuh proses menegangkan dunia di balik ancaman Rusia dan risiko atas meningkatnya kemampuan pertahanan Suriah terutama sejak diperkuat Rusia dan Iran dalam konflik perang saudara menjadi perang proxy di Suriah 7 tahun terakhir.
Ada beberapa hal menarik mungkin bisa menjadi tanda tanya dalam aksi "mempermalukan Rusia" di balik hukuman terhadap Suriah dengan tema hukuman karena menggunakan senjata kimia terhadap warganya, yaitu:
- Serangan koalisi AS ini hampir tepat 1 tahun lalu, ketika AS bermain tunggal menyerang Suriah sendirian dengan 59 misil Tomahawks pada 6 April 2017 lalu. Serangan saat itu juga sebagai "hukuman" atas tuduhan serangan senjata kimia terhadap warga Ghouta oleh tentara pemerintah Suriah (SAA). Serangan pada saat itu juga diawali oleh tembakan pembuka dari kapal perusak The USS Rose.
- Serangan koalisi AS ini dilakukan koalisi AS setelah 6 hari serangan gas kimia terhadap penduduk dan pemberontak FSA di Duma yang tersisa sebelum keluar dari Duma sehari kemudian. Sementara serangan pada 6 April 2017 lalu dilaksanakan AS 4 hari setelah SAA dituduh melakukan serangan Kimia terhadap Kota Khan Shaykun, Idlib.
- Serangan koalisi AS ini ditandai oleh semacam "ujian" oleh angkatan udara Israel menggempur pangkalan udara T4 dekat Palmyra tempat bermarkasnya pasukan elite IRGC dan milisi Iran. Ketika itu Israel juga lulus ujian dan kini Israel "lulus" kembali dengan menghancurkan sebuah gedung dan menewaskan 6 tentara atau milisi Iran dalam serangan udara beberapa hari lalu.
- Mirip dengan mekanisme tahun 2017 lalu, sebelum serangan oleh AS terlebih dahulu 4 unit F-16 Israel menyerang pangkalan udara Palmyra pada 2 April 2017 lalu saat pasukan SAA sedang fokus membebaskan Palmyra dari pendudukan ISIS.
- Serangan ini dilaksanakan setelah 2 minggu Inggris dan sejumlah negara barat hampir serentak mengusir diplomat Rusia dari negara masing-masing akibat tuduhan upaya pembunuhan terhadap agen ganda Rusia-Inggris, Sergei Skripal, dan putrinya Yulia yang dituding dilaksanakan oleh agen Rusia di Salisbury, Inggris.
- Serangan terhadap Suriah ini dilaksanakan koalisi AS pasukan SAA memperoleh kemajuan pesat dan perkembangan positif dengan merebut seluruh kawasan Eastern Ghouta dari tangan pemberontak FSA, tempat pertarungan paling sulit dan pelik dihadapi SAA dan milisinya dalam menghadapi pemberontakan Suriah.
- Persiapan Rusia kali ini pun mirip dengan tahun lalu. Terjadi aksi pemindahan pesawat tempur dan pembom berat ke luar sasaran yang hanya AS dan sekutunya saja tahu target apa saja. Kemungkinan Rusia juga diberitahu agar memindahkan sejumlah pesawatnya lebih dahulu ke luar kawasan target dan hingga sampai ke kota Al-Qamishly yang dikuasi SDF (Pasukan Demokratik Kurdi Suriah) dukungan AS.
- Mirip cerita keberhasilan Rusia menghadang dan menjatuhkan serangan Tomahawk sebanyak 36 misil berhasil di intersep oleh misil anti misil Rusia, kali ini pun mulai muncul cerita keberhasilan sistim pertahanan udara Suriah (tak ingin disebut Rusia) mampu mencegat 71 misil dari 103 misil sebagaimana diungkapkan oleh : Telegraph.
- Durasi serangan 2017 juga hampir sama dengan durasi serangan 2018 saat ini, berkisar 1 jam saja dan selesai sehingga Donald Trump langsung buru-buru berkicau di akun Twitternya, bahwa serangan telah selesai dan mencapai sasaran dengan hasil sangat memuaskan, sebagaimana dilansir WJS.com.
- Seluruh pesawat tempur yang terlibat TIDAK masuk ke dalam teritorial udara Suriah Setelah mencapai posisi terdekat mereka berbalik arah menuju pangkalan atau kembali pulang menjauhi ruang udara Suriah.
Atas dasar sejumlah tanda tanya di atas, tampaknya ada miskalkulasi AS dalam aksi --terutama-- kali ini meskipun mengatasnamakan tema hukuman terhadap penggunaan senjata kimia. Hal ini ditandai oleh:
- Sikap ragu-ragu Trump sangat terlihat kentara. Entah akibat telah metemukan fakta sesungguhnya dibalik tuduhan penggunaan senjata kimia oleh pasukan SAA terhadap pemberontak/ warga sipil di Duma (bahkan untuk kesekian kalinya).
- Sejumlah sekutu dekat seperti Jerman, Italia dan Spanyol bahkan Australia sekalipun tidak ikut terlibat.
- Terjadi perdebatan sengit pro dan kontra di kalangan petinggi Parlemen, bahkan senator Bernie Sanders mengakui bahwa Trump melanggar undang-undang dengan mengambil keputusan sendiri melaksanakan semacam agresi ke Suriah. Selain itu juga ada yang mendukug meskipun tidak menyebutkan legal atau tidak melawan undang-undang seperti senator kawakan John McCain.
- Singkatnya durasi serangan koalisi bisa jadi akibat reaksi tiba-tiba Rusia di tengah serangan Rusia mulai gerah dan menggunakan sistem pertahanan udaranya sehingga mampu mencegat hingga 71 misil dari 105 jika benar seperti itu faktanya. Melihat reaksi luar biasa Rusia bisa jadi serangan dihentikan mendadak atau cukup 1 jam saja.
- Melihat pada besarnya kekuatan dikerahkan tapi jumlah misil yang dilepaskan hanya 105 misil ada kemungkinan benar juga ungkapan Trump "Mission Acccomplished." Sebab tujuan serangan itu memang BUKANLAH isu penggunaan senjata kimia, tapi untuk mempermalukan Rusia (juga Iran) bahkan untuk kedua kali dengan memperlihatkan semacam tontonan di hadapan Rusia bagaimana AS dan sekutunya menyiksa Suriah dengan tanpa rasa khawatir sedikit pun pada reaksi dan ancaman Rusia dengan aneka macam senjata canggih dan nuklirnya.
Jika itu maksudnya maka benarlah Trump misi telah tercapai sasaran dan finished. Tak perlu lama-lama karena tujuan sesungguhnya bukanlah hukuman senjata kimia melainkan adalah dendam pada Rusia sehingga perlu dipermalukan beramai-ramai di hadapan umum.
Kejamkah Trump dan kroni serta sekutunya yang dituding telah menjalankan konsep pemerintahan Kakistrocrasy sebagaimana disebut oleh John O. Brennan, mantan Direktur CIA beberapa jam sebelum serangan AS dimulai? "Your kakistocracy is collapsing after its lamentable journey," sebutnya (CNN.com/2018/04/13).
Dalam pengertian bebas di Wikipedia, Kakistrocasy adalah sebuah sistem pemerintahan yang dijalankan oleh warga negara yang paling buruk, paling tidak memenuhi syarat, atau paling tidak bermoral.
Terlepas dari Trump dan koalisi AS tergolong dalam kelompok Kakistrocasy apa tidak tampaknya tujuan yang ingin dicapai koalisi AS kali ini hanya untuk membuat malu dan menelanjangi Rusia untuk ke sekian kali. Pesan moral AS dan sekutunya adalah Rusia tak berdaya melawan hegemoni dan kerja sama barat (termasuk di dalamnya Israel dan Australia serta negara pecahan Uni Soviet).
Jika demikian adanya maka isu penggunaan senjata kimia oleh Suriah bisa jadi hanya sebagai alat saja, tujuannya adalah: Bagaimana membuat malu Rusia (Putin) yang dinilai oleh barat "tidak malu-malu juga...." Hehehehehe..
Salam Kompasiana
abanggeutanyo
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H