Mohon tunggu...
Abanggeutanyo
Abanggeutanyo Mohon Tunggu... Wiraswasta - “Besar, ternyata ada yang lebih besar, sangat besar, terbesar, super besar, mega besar dan maha besar.”

Nama : FM Al-Rasyid ---------------------------------------------------------------- Observe and be Observed

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Perang Mulut AS - Rusia "Memalukan," di Balik Jatuhnya Palmyra ke ISIS

14 Desember 2016   20:38 Diperbarui: 15 Desember 2016   10:56 1087
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar : dokumen abanggeutanyo

Tuduhan AS bekerjasama dengan ISIS telah lama ada bahkan sejak ISIS mulai hadir di Suriah. Di Irak tudingan pada AS lebih lama lagi, dikaitkan dengan sejarah terbentuknya ISIS di Irak tak lepas dari bentukan AS. Setidaknya demikianlah kabar dan sejumlah sumber informasi, sebut saja beberapa diantaranya: globalresearch, atau diungkapkan yournewswire, atau lebih sepesifik lagi dijelaskan theguardian bagaimana AS membentuk "The War on Teror" sejak 15 tahun lalu pada masa George Bush berkuasa.

Mungkin itu adalah tuduhan tidak benar, tendensius berbau politik dan bentuk kebencian pada AS semata dan sangat tidak mendasar. Tudingan seperti itu tidak logis alias memalukan sebagaimana diuangkapkan Dubes AS untuk PBB, Samantha Power menanggapi tudingan juru bicara Kemenlu Rusia, Maria Zakharova atas serangan udara AS terhadap sejumlah pasukan SAA dalam perjalanan menuju front Deir Ezzor melawan ISIS pada September lalu. Tak kurang 90 SAA tewas seketika dalam 1 jam serangan simultan jet tempur koalisi AS saat itu.

Atas tudingan Zakharova itu dubes AS di PBB, Samantha Power bereaksi. Menurutnya claim Rusia tentang AS membantu ISIS sangat memalukan. "Zakharova should be embarrassed by that claim," dikutip dari news.asiaone.com.

Tudingan seperti itu kini dilontarkan kembali setelah kota Palamyra jatuh kembali ke tangan ISIS pada 12 Desember 2016, (Sebagaimana diketahui ISIS menambah jangkauan ofensifnya sampai ke pangakalan udara T-4 (Tyas) yang dapat memotong jalur strategis dari kota Homs ke kota Palmyra. ISIS maju lebih 60 km dari posisi awal dari desa-desa sekitar desa Arak 28 km sebelah timur Palmyra).

Lontaran tudingan itu kini mencelat dari Dmitry Peskov, jurubicara Putin dan Kremlin. Peskov menyampaikan hal itu setelah intelijen Rusia memperlihatkan data dan fakta adanya peran AS dibalik aksi “Bliezkrieg ISIS” di kota Palmyra. Tentu saja Peskov berbicara berdasarkan data, bukan berdasarkan dugaan meskipun AS -seperti biasa- menolak tuduhan tersebut.

Benar apa tidak AS membantu ISIS --dalam kasus jatuhnya Palmyra-- atau dalam kasus secara umum tentu AS sajalah lebih tahu. Dari "luar pagar" mari kita cermati sejumlah peristiwa yang akan mengerahkan pandangan kita apa dan bagaimana sesungguhnya sikap AS dalam kampanye perang melawan ISIS di Irak dan Suriah, berikut ini :

  • AS menolak bekerjasama dengan Rusia dalam kerjasama koalisi apapun dalam perang terhadap ISIS
  • AS menolak memberi daftar pemisahan kelompok teroris dengan kelompok pemberontak moderat dukungan AS (CIA-vetted groups)
  • AS mengakui sejumlah bantuan peralatan tempur untuk FSA jatuh ke tangan al-Qaeda bahkan ISIS
  • AS mengakui program CIA-vetted groups gagal mencapai sasran
  • AS membuat rencana aneh dengan SDF/YPG Kurdi Suriah dalam perencanaan ofensif ke kota Raqqa yang telah tertunda hampir setahun seperti menanti kedatangan SAA lebih dahulu dari sisi selatan.
  • Senjata rahasia AS kini banyak beredar di kalangan ISIS. Dana dari sejumlah negara Arab sponsor ISIS digunakan untuk membeli senjata-senjata canggih AS
  • AS melakukan pengeboman terhadap pasukan SAA di Deir Ezzov pada September 2016 lalu
  • AS bantu membebaskan Irak dari ISIS termasuk dari Mosul mengakibatkan sejumlah besar ISIS masuk ke Suriah.Ironisnya masuknya ISIS ke Suriah secara simultan dan sistematis. Pelarian ISIS pada jalur sepanjang 500 km tidak terdeteksi patroli jet tempur koalisi AS selama beberapa minggu. Ironisnya AS melaksanakan pengeboman ke pinggir kota Raqqa dalam kurun waktu yang sama.
  • AS tak pernah memberikan rencana patroli udara pada Rusia meskipun AS meminta Rusia menyerahkannya dengan alasan sebagai syarat join patroli dan koordinasi
  • Media massa barat menurunkan berita-berita bernuansa “kagum” (jika tak pantas disebut memperolok) atas sukses ISIS merebut kembali Palmyra dan merebut fasilitas militer Rusia
  • Pada beberapa kasus tertembak jatuh jatuh pesawat tempur dan helikopter Rusia oleh ISIS atau akibat kesalahan teknis di kawasan dikuasai ISIS media barat kelihatan tak mampu menyembunyikan tendensiusnya ke ISIS
  • Meski memiliki peralatan tempur memadai, lengkap, canggih dan unit-unit elit anti teroris AS tidak mau terlibat perang langusung frontal dengan.
  • AS terlibat dalam perang satelit dengan Rusia saat operasi penelamatan co pilot Su-24 digelar di hutan dan pegunungan Latakia setelah ditembak jatuh F-16 Turki, Oktober lalu
  • Pada saat operasi penyelamatan co-pilot Su-24 dilaksanakan di hutan dan gunung Latakia AS terlibat "duel Jamming System," saling acak radar satelit komunikasi dan informasi di lokasi operasi. Operasi penyelamatan co-pilot itu "dimenangkan" Rusia, Suriah dan Iran.
  • Media massa AS tidak gembira menyambut sukses SAA merebut 98% kota Aleppo dari FSA. Selain mengingatkan ancaman kematian massal juga mengabarkan aksi pengeboman barbar Rusia

Berdasarkan beberapa contoh kasus disebutkan di atas memperlihatkan ada tendensi AS bekerjasama degan ISIS untuk tujuan tertentu. Dan untuk tujuan tertentu AS harus melakukan apapun termasuk bekerjasama dengan kelompok ISIS tertentu demi menghancurkan Rusia.

Namun jika kita lihat pada sejumlah aksi serangan udara AS telah menghancurkan pemimpin dan komandan-komandan utama ISIS, menewaskan puluhan ribu anggota ISIS  serta fasilitas dan sarana tempur ISIS maka tudingan AS bekerjasama dengan ISIS tampaknya memang ada akan tetapi TIDAK LANGSUNG.

AS harus menjalankan kebijakan politik luar negerinya guna meraih dominasi geopolitiknya misal di kawasan Timur Tengah khususnya di Suriah. Untuk itu AS harus bisa menjalankan sekenario atau trik-trik apapun guna mencapai tujuan tersebut, salah satunya menjatuhkan pengaruh dan kekuatan Rusia dikawasan tersebut meskipun untuk itu AS harus bekerjasama tidak langsung dengan ISIS.

Berdasarkan kondisi di atas pantas saja kini ribut dipersoalkan AS membantu ISIS apa tidak antara Maria Zakharova dan Samantha Power.Dua wanita hebat itu berbeda pendapat tentang tudingan pada AS terlibat kerjasama dengan ISIS apa tidak meskipun tidak mirip dengan model dan tipe perang mulut ibu-ibu dipasar.

Dalam bidang lebih luas pantas saja pemerintah Rusia menuduh (bukan lagi menuding) AS mendukung ISIS, sementara itu AS menolak mentah-mentah terheran-heran degan tudingan itu, sehingga keluarlah kalimat bersayäp “Shame on You,” atau sejenis dengan itu yang menganggap Rusia tidak tahu malu sembarangan menuduh AS yang bukan-bukan.

"eeeeiiiitt, jangan main asal tuduh ya, tak tau malu," kira-kira mirip seperti itulah kalimatnya (tak pakai main tunjuk apalagi kacak pinggang, hehehee..)

Salam Kompasiana

abanggeutanyo

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun