[caption caption="In this photo provided by the Russian Defense Ministry Press Service, Russian Su-34 bomber lands after returning from Syria at an airbase near the Russian city Voronezh, Tuesday, March 15, 2016. Source : dailymail."][/caption]Secara mengejutkan Presiden Rusia, Vladimir Putin mengumumkan menarik sebagian tentara utama dan persenjataannya dari Suriah. Pengumuman itu disampaikan pada Senin (14/3) lalu. Dan dalam implementasinya sejak 15/3/2016, Selasa, rombongan pertama pesawat tempur dan pesawat pendukungnya telah tiba di Rusia.
Keterlibatan Rusia dalam perang Suriah sejak 30 September 2015 hingga 12 Maret 2016 (173 hari) telah menyerap biaya sebesar 33 billion rubles (US$482 million), atau rata-rata biaya sehari (hingga 14 Maret 2016) sebesar US$2,78 juta dolar di mana sebagian besar anggarannya diambil dari anggaran perang kementerian pertahanan Rusia, sebut ejinsight.com.
Ada apa di balik sikap "tergesa-gesa" Putin tersebut, kini telah menimbulkan banyak spekulasi yang dilontarkan berbagai analis, beberapa di antaranya dapat dilihat di berbagai portal berita dunia seperti di bawah ini.
CNN edisi 15/3/2016 menyebutkan alasan penarikan tentara dan perlengkapan Rusia sebagai berikut:
- James Gelvin, a Professor of History at the University of California Los Angeles berpendapat, Rusia tak ingin lebih lama tinggal di Suriah karena biaya tinggi,
- Penarikan tersebut adalah proses tawar-menawar dengan barat dalam rangka pembicaraan damai Suriah,
- Koresponden CNN di Moscow, Matthew Chance mengatakan Rusia telah mencapai tujuan militernya di Suriah dengan biaya seminimal mungkin,
- Masih menurut CNN, mantan anggota parlemen Rusia (Duma) Sergei Markov yang dimintai keterangan oleh CNN mengatakan bahwa alasan Rusia menarik sebagian kekuatannya dari Suriah karena IS telah dihancurkan khususnya di bagian tengah di Palmyra dan tanpa dukungan serangan udara Rusia pun SAA akan mengalahkan IS pada pertengahan tahun ini.
Independent pada edisi 16/3/2016 menyebutkan alasan di balik penarikan tentara dan sebagian perlengkapan tempur Rusia karena:
- Rusia telah memperlihatkan kesungguhannya fokus pada perang melawan teroris yang dicanangkan oleh barat. Dengan demikian, diharapkan akan dapat memperbaiki hubugannya yang pernah buruk dengan barat akibat keterlibatan Rusia dalam krisis Ukraina,
- Rusia telah mencapai tujuan terpenting, yakni menjadi penyeimbang dalam krisis Suriah dan Timur Tengah,
- Memotong jalur suplai logistik IS dari Turki yang selama ini sulit dibuktikan kebenaran tentang keterlibatan Turki dalam kerja sama dengan IS. Rusia telah membuktikannya,
- Kerja sama Rusia dengan aliansinya (Iran, Hezbollah, SAA dan YPG) telah terlaksana dengan baik dalam berbagai bidang dalam latihan perang sesungguhnya.
Sementara itu, Reuters menyampaikan aneka pendapat tentang sikap tidak jujur Putin karena tidak menyeluruh menarik pasukannya sebagaimana yang terlihat selama ini tentang janji-janji Putin, seperti yang disampaikan oleh salah satu diplomat Eropa yang tidak disebutkan jati dirinya.
CBS News mengutip pernyataan Menteri Pertahanan Rusia di balik "kemenangan" Rusia di Suriah. Sergei Shoigu mengatakan posisi Rusia saat ini sukses karena telah memberi posisi tawar-menawar yang tinggi untuk pemerintah Suriah menuju meja perundingan damai di Jenewa.
Vox.com menilai lebih realistis dan tearah tentang alasan di balik penarikan tentara Rusia dari Suriah. Ada dua hal yang mendasarinya, sebut portal berita tersebut pada edisi 14/3 lalu, yaitu:
- Mencegah runtuhnya pemerintah pemerintah rezim Assad,
- Untuk mencapai posisi lebih kuat dalam pembicaraan damai barat dengan Rusia.
Apa pun pernyataan di balik penarikan pasukan utama Rusia dan sejumlah analisa yang menyertai sikap tergesa-gesa Putin dalam penarikan tentara utama dan sebagian persenjataan Rusia dari Suriah disebut di atas, mari kita simak sisi lain yang melatarbelakangi pengambilan sikap Putin yang dinilai misterius tesebut, yaitu:
Rusia sangat serius dengan Plan B yang disiapkan AS dan NATO terhadap pihak yang melanggar gencatan di Suriah. Salah satu butir ancaman dalam Plan B adalah AS dan sekutunya adalah akan melaksanakan serangan terhadap pihak yang melanggar gencatan senjata dan penghentian permusuhan sesuai nota komunike bersama AS dan Rusia pada 27 Februari 2016 lalu.
Dalam posisi "menang" taktik, Rusia ingin bergegas pulang sebelum terjadinya aksi false flag berupa tuduhan terhadap Rusia berdasarkan jejak yang sengaja diciptakan oleh musuhnya di lapangan seolah Rusia sendiri yang melanggar gencatan senjata tersebut.