Mohon tunggu...
Abanggeutanyo
Abanggeutanyo Mohon Tunggu... Wiraswasta - “Besar, ternyata ada yang lebih besar, sangat besar, terbesar, super besar, mega besar dan maha besar.”

Nama : FM Al-Rasyid ---------------------------------------------------------------- Observe and be Observed

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Buku Tjiptadinata dan Roselina Pengisi Libur Akhir Tahun ku

28 Desember 2015   01:17 Diperbarui: 28 Desember 2015   01:47 182
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="Bahan Bacaan Akhir Tahun 2015, kiriman buku dari Thamrin Sonata. Dok.abanggeutanyo"][/caption]

Saat surving Kompasiana pada Sabtu 19/12/2015 lalu tombol conversation akun saya menyala merah, saya bergegas memeriksanya. Sebuah pesan masuk dari Thamrin Sonata (TS) memberi informasi kepada saya tentang terbitnya buku berjudul "Sehangat Matahari Pagi" karya Tjiptadinata Effendi. Saya akan mendapat kiriman buku tersebut, kira-kira demikian bunyi pesan tersebut.

Pesan tersebut ternyata telah lama dikirim yakni 15/12/2015 dan baru terlihat saya pada pagi hari 19/12/2015 lalu. Dengan antusias saya membalas pesan bapak TS dan menyetujui pengirimannya sekaligus berharap dapat dikirim secepatnya.

Tanggal 22/12/2015 sore, buku tersebut tiba dikediaman saya dengan selamat dan diterima oleh anak lelaki saya berusia 11 tahun yang menelpon saya tentang kiriman tersebut. Setelah saya jelaskan itu adalah kiriman buku, anak saya menanyakan apakah boleh dibaca? Saya memberi izin putra saya membacanya, "Boleh..."

Setiba di rumah (malam) saya melihat-lihat sejenak kiriman buku tersebut. Kesan pertama menarik sekali. Meski saat itu saya belum sempat membacanya karena kelelahan namun putra saya tersebut mengatakan telah membaaca beberapa halaman tentang Tjiptadinata Effendi yang ditulis oleh Pepih Nugraha. "Bapak itu hebat sekali ya ayah....tinggalnya saja di luar negeri" katanya polos.

Saya balik bertanya "apakah kamu ingin hebat seperti itu?," memberi motivasi padanya. Ia menjawab "pengen, ayah.." membuat saya membatin karena saya justru belum sempat membacanya karena pada malam itu kelelahan akibat rutinitas kegiatan di luar rumah.

Pada 23/12/2015 saya menulis pesan ke bapak TS menyampaikan bahwa buku saudah saya terima, tidak tanggung-tanggung ternyata 3 eksemplar! Benar-benar kado akhir tahun yang menyenangkan sekali saya alami pada saat itu.

Keesokan harinya (24/12) barulah saya mulai menyimak buku tersebut. Hingga kini telah habis terbaca 1 buku "Sehangat Mentari Pagi" dan baru pada Bab 2 bukunya bu Roselina. Sementara buku yang satu lagi "Beranda Rasa" sedang menunggu antrian giliran setelah bukunya bu Rosa selesai.

Apa yang dapat saya sampaikan dari kedua buku tersebut? Berikut ini pandangan saya terhadap "Sehangat Mentari Pagi" setebal 255 halaman.

"Tak kenal maka tak sayang," adalah peribahasa turun temurun dari zaman tempo doeloe namun hingga kini tak lekang ditelan masa karena memang seperti itulah gambaran sikap pada umumnya manusia yang belum mengenal satu sama lain. Kita baru menyadari bahwa musuh tidaklah seram seperti yang kita kuatirkan atau bisa saja teman ternyata tidaklah sehangat yang kita idamkan.

Begitulah pandangan saya dengan pencapaian Tjiptadinata Effendi, obyektif saja, tanpa bertujuan puja dan puji apalagi pengkutusan, lewat aneka informasi dari bukunya saya menjadi lebih "kenal" dan merasa dekat dengan beliau meski beliau mungkin telah lebih lama "INGAT" kepada saya.. (ge-er mode ON) hehehehheee..

Buku adalah jendela dunia, lewat buku kita dapat mengena sesuatu lebih dekat dan lebih nyata. Hal yang sama berlaku untuk sosok Tjiptadinata Effendi, meski saya telah membaca puluhan mungkin ratusan artikel Tjiptadinata Effendi di Kompasiana namun dengan membaca bukunya dan membuka jendela dunia tentang nya membuat saya lebih mengenal merasa lebih dekat dengan sosok tersebut, dan tentu saja dapat mengetahui tentang dirinya, masa lalu dan masa kininya.

Bapak Tjiptadinata sudah banyak menerbitkan buku, beberapa diantaranya bahkan telah ada yang diterbitkan oleh Gramedia. Dengan kata lain beliau memang pakar dalam tulis menulis.

Pahit getir dan suka cita hidup dan kehidupan telah dilalui dengan konsep ikhlas dan berjuang. Pengalaman pahit saat terlibat bisnis ekspor pada masa lalu di Padang hingga rugi sampai miliaran rupiah (dengan nilai saat itu) belum tentu semua oran mampu menghadapi cobaan ini

Kesimpulan dari aneka informasi dalam cuplikan opini 44 orang Kompasianer terhadap Tjiptadinata Effendi membuka mata dan kepala kita ternyata beliau pantas dijadikan guru filsafat karena mampu memberi ajaran keseimbangan antara alam dan manusia. Hal itu tertuang dalam aneka tulisannya yang dinilai manfaat dan bisa menjadi contoh bagi kita.

  • Rifki Feriandi harus mengakui bukunya terjual saat pameran justru dengan kehadiran Tjiptadinata dan bu Rosa sehinga dapat terjual katagori laris pada saat pameran.
  • Michael Sendow menceritakan pengalamannya setelah kopidarat denganTjiptadinata "sosok yang sukses dan rendah hati."
  • Sementara bapak guru "umar bakri" Bain Saptaman -salah satu rekan setia saya- memberi 4 poin penting pada sosok beliau : Inspiratif- Rendah Hati- Mau Berbagi- dan Cinta Damai.
  • Johanis Malingka rekan saya dari Manado menilai Tjiptadinata sosok yang rendah hati dan arif bijaksana dari berbagai tulisannya.
  • Thomson Cyrus melihat sisi lain yang jarang terlihat yakni sikap beliau dalam menyikapi ketidak tulusan seorang kompasianer terkait issu Gayus Tambunan beberapa waktu lalu. Thomson mampu mencerna secara tersirat dan tersurat sikap beliau tentang betapa kecewanya karena telah membohongi arti pertemanan.
  • Rekan terbaik saya lainnya dari Jerman, Gaganawati Stegman tak mampu menyembunyikan ekspresi sukacitanya (seperti saya teman setianya, hehehe) saat menerima kiriman paket (buku) di rumahnya di Jerman, Tidak bermaksud pencitraan, Gana mengomentari buku Mencapai Pencerahan Diri yang ditandatangani oleh bapak Tjitadinata sebagai buku yang mampu membantu kita megalahkan diri sendiri dan semakin memahami peranan Tuhan yang Maha Esa dalam kehidupan ini.
  • Beberapa surat dan puisi yang menutup bagian akhir buku tersebut memperlihatkan ekspresi kompasianer tentang daya pikat Tjiptadinata yang mampu memberi energi positif pada kita. Masih banyak tanggapan cuplikan opini Kompasianer lainnya yang tak kalah menarik namun intinya sama yakni kerendahan hati, sukses, bijaksana dan memberi inspirasi terutama contoh dan semangat.

Sementara itu, buku Penjaga Rasa karya Roselina Tjiptadinata sepintas awalnya menjadi pilihan ke dua saya. Akan tetapi pilhan saya ternyata meleset, justru tulisan bu Rosa paling menyita perhatian saya. Rasanya ingin terus dan terus membacanya sampai tuntas, namun akibat kegiatan lain dan rutinitas yang tidak dapat dihindari memaksa finish dulu sejenak pada bab 2.

Mantan ibu guru SMP dan SMA ini telah mencapai usia perkawinan emas ke 50 bersama bapak Tjipta. Melalui banyak lika-liku sebagaimana yang tertangkap dalam aneka cuplikan kompasianer pada buku Tjittadinata di atas. Roselina terlihat sikap kebangsaannya, disiplin dan daya tahannya tinggi.

Pengalamannya mendidik dan mengambil tindakan tegas terhadap anak ketua yayasan sendiri tempat ia mengajar adalah salah satu bukit bahwa ia tipe wanita disiplin dan tegas.

Kontribusinya terhadap upaya meningkatkan mutu dan kualitas pendidikan serta membantu anak-anak kurang mampu agar dapat bersekolah meski dengan biayanya sendiri memperlihatkan aura nasionalisme tersebut.

Dua orang anak angkat yang pernah diasuh belasan tahun hingga menjadi sarjana dan sukses bekerja adalah bukti perhatiannya pada keluarga yang kurang mampu namun berpotensi menajdi anak-anak yang maju di masa depan. Dua buah surat dari ke dua anak angkat tersebut yang ditampilkan dalam bagian pembuka bukunya memperlihatkan ibu Rosa tidaklah memandang ras, suku dan agama dalam membantu sesamanya.

Dua cucu bu Rosa mendapat penghargaan dari Menteri Pendidikan Australia dalam katagori khusus. Pada bagian itu ia menceritakan suasana ditempat acara. Kentara sekali bu Rosa memperlihatkan tatakrama dan budaya antri dan adab mengambil sajian serta penilaian acara yang dikemas sangat proefisional dalam acara tersebut, padahal lebih dari 1000 tamu undangan dilayani secara bersamaan pada acara tersebut. Secara implisit mengingatkan kita bagaimana menyikapi ketika berhadapan dengan suasan mirip degan pengalamannya.

Meski saya belum mampu menghabiskan bagian bab lainnya saya meniai Tuhan yang maha Esa melalui peranan bu Rosalah yang menjadi penamping pa Tjipta maka apa yang dcapai dan diraih oleh keduanya menjadi seperti apa yang kita lihat sekarang ini.

Tak salah ke dua buku tersebut kini menemani libur panjang akhir tahun 2015. Masa libur seperti ini memberi ruang dan waktu untuk saya  sedikit longgar sehingga mampu meluangkan waktu untuk membaca buku terutama buku yang saya nantikan dari bapak TJiptadinata Effendi.

Di luar itu, saya kagum dengan editor ke dua buku tesebut yakni bapak Thamrin Sonata. Pertama saya kagum karena mampu melihat peluang dengan baik sekali. Mampu menghadirkan sosok yang tepat dalam kemasan buku untuk penerbitnya.

Kedua, mantan wartawan di beberapa media ini piawai memainkan kata-kata dan dikemas dalam bahasa yang indah namun singkat sehingga memudahkan pembaca memahami dengan cepat setiap kalimat bahkan mengakui mengedit pada beberapa bagian tulisan termasuk tulisan (pesan) bapak Tjiptadinata sendiri untuk keperluan khusus.

Dan ketiga tentu saja saya kagum kecepatan proses pengiriman ke alamat saya dalam waktu tempuh dua hari padahal menggunakan jasa yang tidak lazim digunakan di tempat kami, yakni ekspedisi "Pahala Kencana." Tapi ternyata bisa sampai dalam waktu dua hari mengalahkan kemampuan sejumlah perusahaan kurir ekspedisi yang sudah punya nama keren bin beken yang lazim digunakan di daerah kami selama ini.

Terakhir tentu saja saya harus berterimakasih pada editor dan sekaligus mohon maaf karena belum sempat menelpon mengucapkan terimakasih meski telah mengirim pesan tanda buku telah saya terima. Kiranya editor (Tahmrin Sonata) dapat memaklumi "keterlambatan" ini karena kesibukan tertentu, hehehehe..

Salam Kompasiana

abanggeutanyo

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun