Tidak menarikkah OKI dan Liga Arab meneriakkan adanya diskirminasi terhadap muslim Rohingya karena lebih tertarik dengan perang doktrin dengan Iran, Hizbullah, Suriah dan dikotomi Syiah dan Sunni?
Segeralah AS, PBB, NATO, OKI bahkan Eropa memberi tekanan kepada Myanmar agar penegakan HAM dan Demokrasi bukan sesuai selera mereka, melainkan sesuai dengan aturan dunia yang telah mempunyai alat ukur dan standardnya.
Jeritan anak-anak dan wanita pengungsi Rohingya membelah gelapnya malam dan teriknya matahari dari tengah laut seakan membahana hingga seluruh ruangan gedung markas PBB di New York. Tapi mengapa lolongan itu tersapu begitu saja oleh persoalan lain yang lebih bermuatan ekonomis ketimbang Rohingya yang hanya mampu menangis, histeris dan memelas kasihan.
Mereka telah lolos dari ancaman terbuang ke laut satu per satu, namun deritanya belum berakhir sebelum mereka mendapat tempat menetap yang jelas untuk mulai hidup yang baru. Myanmar pun lega tidak kepalang. Skenario ekspor itu sesuai harapan seperti gayung bersambut rasanya, ketika melihat negara-negara penerima manusia perahu Rohingya larut dalam haru biru, seperti menerima tamu atau saudara lama saja rasanya.
Salam Kompasiana
abanggeutanyo