Mohon tunggu...
Abanggeutanyo
Abanggeutanyo Mohon Tunggu... Wiraswasta - “Besar, ternyata ada yang lebih besar, sangat besar, terbesar, super besar, mega besar dan maha besar.”

Nama : FM Al-Rasyid ---------------------------------------------------------------- Observe and be Observed

Selanjutnya

Tutup

Money Artikel Utama

Brunei, Bukan Liliput dari Negeri Dongeng

5 Mei 2015   02:51 Diperbarui: 11 Agustus 2019   13:53 1000
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber : sinopecweekly.com

Jika merujuk pada catatan sejarah Tiongkok yang kala itu menjadi salah satu negeri paling maju peradabannya di planet kita pada dinasti Liang (502 M - 566 M) Brunei dikenal dengan sebutan kerajaan PO-LI.

POLI terus bergeliat menjadi pelabuhan terkenal. Tepatnya pada tahun 620 telah terjalin kontak ekonomi, sosial,budaya dan maritim antara PO-Li dengan Tiongkok yang kemudian berganti istilah (sebutan) menjadi kerajaan PO-LO dalam catatan sejarah Dinasti Tang (618 M-907 M).

PO-LO semakin dikenal. Kerjasama dengan dunia luar terus ditingkatkan khususnya dengan China semakin erat, sebutan PO-LO berubah menjadi kerajaan PU-NI (kearjaan Puni) ketika dinasti Sung berkuasa (960-1279 M).

Sekilas sejarah perjalanan Brueni di atas mungkin terlalu kuno menurut pendapat beberapa diantara kita. Mereka ingin melihat kondisi Brunei paling tidak zaman yang lebih dekat dan mungkin masa kini.

Baik, marilah kita masuk ke abad XIV, di mana menjadi tolok ukur berdirinya kesultanan Brunei yang pertama sekali dikepalai oleh sultan Awang Alak Betatar pada 1362.

Awang Alak Betatar yang mempunyai garis keturunan dari Minangkabau (Andalas) kemudian memeluk agama Islam lalu berganti nama menjadi Muhammad Shah.

Lahir pada 1368 dan meninggal usia 34 tahun pada 1402, ia merupakan pencetus lahirnya Brunei yang kita lihat bak mutiara mutu manikam saat ini. Pada masanya Brunei telah mengirim setingkat duta besar ke Tiiongkok (Dinasti Ming) di mana hubungan mesra melahirkan ikatan perkawinan antara kerjaaan Brunei dengan bangsawan atau kerajaan Dinasti Ming pada saat itu. Setelah kerajaan Majapahit mulai runtuh kekuatannya ke seluruh wilayah termasuk, Malaysia, Filipina, Kalimantan dan Sumatera hingga Papua pada 1364, Brunei secara resmi menjadi kerajaan merdeka pada 1365 M yang luas wilayahnya melebihi Brunei sekarang ini (sampai ke Filipina).

Pada 6 Januari 1514, pimpinan Portugis di Malaka menulis surat kepada Alfonso Albuquerque tentang kedatangan kapal-kapal Protugis di "Burneo" sebagai Brunei sekarang ini.

Sekitar tahun 1524 dalam catatan literarur Portugis menyebut Borneu. Kemudian sekitar abd 15 dan 16 orang Belanda dan Spanyol menyebut Brunei dengan" Bourney" atau "Borneo."

Nama Brunei semakin tersohor dan menjadi pembicaraan dunia akibat posisi strategisnya dalam pelayaran internasional.

Antonio Pigafetta pelaut spanyol yang berkelana ke seluruh dunia dalam tim ekspedisi kapal Portugis Ferdinand Magellan yang mengembara sampai ke Nusantara menyebut wilayah menarik itu sebagai Burney . Dia merujuk pada salah satu surat yang ia lihat dari sultan Brunei kepada Gubernur Tello (Manila) pada tahun 1550 yang menulisnya dengan sebutan "Bornei.

Pada abad 18 dan 19, sebutan "Bruni" lebih sering digunakan di Eropa. London Illustrated News telah mengubah istilah dan sebutan Sultan Brune menjadi Sultan Bruni dan mengukuhkannya menjadi "Brunei" antara tahun 1850 hinggao 1880.

Sebuah buku yang ditulis Frank Maryatt berjudul "Borneo and the Indian Archipelago" yang diterbtikan pada 1848 ia menyebut Brunei dengan "Bruni."

Sebuah buku karya JR Hipkins yang ditulis pada 1971 memberi pendapatnya kata Brunei berasal dari bahasa Sankskerta yaitu "Bhurni" yang bermakna "land" or "country".

Penulis lainnya, JH Moor dalam sebuah tulisanya pada 1871 menilai bahwa Brunei juga berasal dari bahasa Sangskerta yaitu "Varunai," yang bermakna sebagai "kampung Nelayan di atas air" yang kini disebut Kampong Ayer masih ditemukan sampai saat ini.

Terlihat nama dan sebutan Brunei sangat banyak dan bervariasi melalu proses sejarah yang amat panjang hingga 1500 tahun lebih lamanya. Beberapa nama yang menjadi fokus kita adalah sebagai berikut :

  • Dari Po-Li ke Po-Lo terus ke Pu-Ni
  • Dari Bruni ke Bhurni
  • Dari Bhurni ke Bornei atau Burney
  • Dari Borney menjadi  Borneo hingga menjadi Brunei

Melalui sejumlah nama di atas kita dapat melihat bahwa nama-nama yang pernah digunakan (istilah) menyebut Brunei (mulai dari Pu-Ni, Bruni, Bhurni, Bornei, Burney dan Borney, Borneo hingga menjadi Brunei) pada umumnya mirip-mirip. Mungkin karena beda dialeg (spelling) cara mengeja menjadikannya sedikit berbeda tapi maknanya sama, yaitu sebuah dataran di sudut Kalimantan di ujung Laut Cina Selatan tempat beristirahatnya kapal-kapal dari Samudera Pasifik dan Laut Cina Selatan menuju Samudera Hindia atau sebaliknya dari Samudera Hindia ke Samudera Pasifik melalui Selat Malaka.

Melihat Brunei tentu harus melihat sejarahnya. Mungkin akan terlalu panjang jika melihat detail sejarahnya pada tulisan ini. Sekilas cuplikan sejarah di atas kiranya mampu mengenal sekilas tentang sejarah Brunei Darussalam yang baru Merdeka secara formal dari protetorat Inggris pada 1 Januari 1984.

Sejarah singkat tentang Brunei di atas semoga membantu kita melihat seperti apakah Brunei yang kelihatannya kecil mungil ternyata menyimpan catatan dan rekor sejarah sangat besar dan amat panjang.

Mungkinkah karena sejarah panjang tesebut Brunei kini tampil bagaikn puteri cantik jelita bak mutu manikam yang bersolek tidak habis-habisnya saat ini?

Seberapakah ukuran Brunei? Mari bandingkan dengan beberapa provinsi di Indonesia, Lihat perbandingannya sebagai berikut :

  • Luas Provinsi Aceh: 57.365,09 km2 | Populasi: 4.494.410 jiwa | Kepadatan: 78.35 jiwa/km2
  • Luas Provinis Sumatera Utara : 72.981,23 km2 | Populasi: 12.982.204 jiwa | Kepadatan: 177.88 jiwa/km2
  • Luas Provinis Bali : 5.561,40 km2 | Populasi: 3.890.757 jiwa | Kepadatan: 699.6 jiwa/km2
  • Luas DKI Jakarta : 740,28 km2 | Populasi: 9.607.787 jiwa | Kepadatan: 12978.59 jiwa/km2
  • Luas Provinsi Jawa Tengah: 33.987,45 km2 | Populasi: 32.382.657 jiwa | Kepadatan: 952.78 jiwa/km2
  • Luas Provinsi Jawa Barat: 35.244,91 km2 | Populasi: 43.053.732 jiwa | Kepadatan: 1221.56 jiwa/km2
  • Luas Provinis Jawa Timur : Luas: 47.921,16 km2 | Populasi: 37.476.757 jiwa | Kepadatan: 782.05 jiwa/km2

Luas Burnei hanya 5.765 km².Jika dibanding dengan ibu kota negara Indonesia (Jakarta) luas seluruh daratan Brunei kira-kira 8 kali besar dari luas Jakarta, tapi jika dibanding dengan bebrapa provinsi di Indonesia, misalnya Aceh, tidak ada bandingannya. Aceh 10 kali lebih besar dari Brunei. Sumut 12 kali lebih luas dari Brunei. Jawa Tengah 6 kali lebih besar dari Brunei. Jawa Barat lebih besar 7 kali lebih luas dari Brune dan Jawa Timur lebih luas 8 kali dari negara Brunei Darussalam.

Penduduk Brunei memang relatif sedikit, sekitar 600 ribuan orang dengan tingkat kepadatan yang masih sangat nyaman. Tapi bukan karena itu Brunei kini memikat dunia bagaikan puteri cantik jelita. BUKAN juga karena wilayah yang kecil dan penduduk yang sedikit itu maka kesejahteraan Brunei dapat dikelola dengan baik oleh Sultan Brunei ke 29 sejak diangkat pada 1967 lalu.

Bandar Seribegawan yang menjadi pusat kota dan denyut nadi Brunei luasnya  hanya 100.36 km² (104.000 m²) yang dihuni penduduk sekitar 350 ribuan jiwa.

Jika dibandingkan dengan ukuran areal stadion sepakbola terbesar di dunia saat ini Stadion Rungnado May Day  di Pyongyang, Korea Utara  (seluas seluruhnya arena  207.000 m²) maka luas ibukota Brunei hanya setengah saja dari total areal stadion  raksasa tersebut.

Dilihat dari luas wilayah dan jumlah penduduk memang Brunei tidak seberapa, tapi sentuhan sang raja Muhammad Shah sang perintis Brunei, mampu menembus batas ruang dan waktu daratan negara manapun di dunia dalam hal kemakmuran dan kesejahteraannya.

Lihatlah beberapa deretan penting reputasi Brunei saat ini, antara lain adalah :

  1. Pemegang indeks pembangungan manusia (IPM) ke dua tertinggi di ASEAN setelah Singapore
  2. Pemegang rekor urutan ke lima dunia dalam PDB (Produk Demestik Bruto) per kapita
  3. Dalam catatan IMF Brunei sebagai negara maju di Planet Bumi kita berdasarkan keseimbangan kemampuan Belanja dan Pendapata.
  4. Negara terkaya ke lima dari 182 negara di atas muka bumi.
  5. Kekayaan pribadi Sultan Brunei pada  2013 diperkirakan mencapai 25 miliar US dolar.
  6. Anggaran pertahanan Brunei tahun fiskal 2014/2015, meningkat 39% dari sebelumnya menjadi 719 juta Dollar Amerika.. Sekitar 45 persen dari anggaran yang dialokasikan untuk gaji, sisanya untuk belanja pertahanan. Meski hal ini tidak berkaitan dengan semakin banyak daratan Brunei yang hilang diantara daratan Malaysia serta ancaman benih api pertikaian Spratly di Laut Cina selatan menganggu ketenangan Brunei, peningkatan armada pertahanan khususnya AU dan AL Brunei dalam rangka menjaga keamanan dan perdamaian di Brunei dan teritorialnya.
  7. Sultan Brunei dan keluarga kerajaan telah membeli sejumlah 75% properti di blok Queensway, Bayswater, tepatnya pada deretan pertokoan di bagian utara Kensigton Gardens. Modal yang dikeluarkan untuk itu mencapai £500m atau 500 juta Poundsterling.Tujuannya untuk mengumpulkan konsentrasi perdagangan Brunei di London dan menyewakan kepada pihak lain untuk menambah pemasukan Kerajaan Brunei di masa yang akan datang terutama saat ketergantungan pada minyak dan gas akan mengurangi pemasukan bagi Kerajaan Brunei.

Raja atau Sultan Brunei telah bekerja keras memakmurkan rakyatnya. Jika di sana sini timbul pertanyaan atau timbul protes di dalam hati warganya karena hidup berlimpah dan mewah tentu saja itu hal yang lumrah karena pertanyaan seperti itu akan terjadi pada siapapun dan oleh siapapun di mana-mana di seluruh dunia pada pimpinannya.

Yang terpenting adalah,  faktanya. Saat ini tingkat kemakmuran yang kini dirasakan rakyat Brunei -warisan Awang Alak Betatar (sultan Muhammad Shah)- nyata-nyata telah membuat Brunei menjadi negara modern dan maju dalam beberapa bidang.

Tak ada gading yang tak retak. Demikian halnya terjadi di Brunei. Upaya pemerataan kesejahteraan belum menyentuh 100% ke seluruh wilayah. Di sana-sini tentunya masih ada beberapa hal yang masih dalam kondisi kurang memuaskan misalnya perkampungan kumuh terendam banjir masih menghiasi pinggiran ibu kota  Bandar Sribegawan semua dalam proses penyesuaian termasuk mempertahankan kampung dengan kondisi aslinya ratusan tahun yang lalu sesuai dengan uraian sejarah di atas.

Brunei tak perlu perang untuk menambah harta rampasan, tak perlu juga kekacauan politik dan militer untuk menaikkan reputasi dan  karier pejabat dan pimpinan mipiternya, juga tak perlu adu gengsi dengan atraksi-atraksi berotot atau sekadar gagah-gagahan. Brunei ternyata telah gagah dan perkasa dari sejak dulu kala dan kini memetik hasilnya untuk dinikmati bersama rakyatnya.

Beberapa kalangan menilai suksesnya Brunei karena wilayahnya kecil atau warganya sedikit dan pendapatannya berlimpah sehingga Brunei menjadi mutiara bak muta manikam saat ini. Tapi jangan lupa, banyak negara kecil lainnya bahkan dengan penghasilan berlimpah tapi tidak cukup kuat mencapai reputasi seperti di atas. Negara besar berpenghasilan besarpun banyak, tapi belum juga mampu mencapai deretan rekor seperti dicapai Brunei di atas.

Jadi, sebesar apakah Brunei saat ini? Faktanya telah jelas. Brunei sebetulnya sebuah raksasa  ekonomi yang terlihat kecil. Melihat Brunei, tidak sama seperti kita melihat rumput tetangga..

Salam Kompasiana

abanggeutayo

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun